empat belas

24K 1.7K 45
                                    

"Apa?"

Dhara memasang wajah masam ketika Shaka memanggilnya. Sudah empat malam ia menolak makan malam dengannya. Malam ini, pria itu mengirim Retno untuk memanggilnya dan memberikan ancaman jika ia tak akan berlaku lembut jika Dhara masih keras kepala.

"Duduk," suruh Shaka membuat Dhara menatapnya dengan tatapan ingin membunuh.

Dhara menghempaskan bokongnya di kursi, melipat tangan di depan dada dengan wajah jengkel. Shaka mengamati Dhara yang kelihatan menggoda dengan rambut dicepol asal, gaun tidur tipis yang ditutupi mantel sutranya yang lembut. Gaun tidur itu punya belahan dada yang rendah, sehingga Shaka bisa melihat belahan dada Dhara ketika ia melipat tangannya di depan dada.

Shaka tak mengatakan apa-apa, masih mengamati Dhara yang diam. Perempuan itu bersikap semakin menyebalkan setelah malam pertama mereka. Shaka tidak menyalahkannya, tetapi tetap saja tidak melihat wajah Dhara di hadapannya selama makan malam membuatnya kesal. Ia harus melihat Dhara, tidak tahu apa alasannya. Walau Dhara hanya akan melempar tatapan membunuh dan kata-kata tajam yang membuat Shaka kesal, ia tetap ingin melihatnya.

"Kita pergi ke lapangan golf sama-sama minggu depan. Kolega saya bawa istrinya," kata Shaka.

Dhara tak menjawab, menatapnya sinis. Ia menunggu Retno meletakkan makan malam mereka. Shaka tahu selama empat malam ini, Dhara memasak di dapur untuk dirinya sendiri dan makan bersama dengan Retno setelah ia selesai makan. Shaka kemarin diam-diam mengintip Dhara yang sedang tertawa sambil mengunyah makan malamnya, kelihatan ceria saat bersama dengan Retno.

"Besok kamu dan saya latihan main golf, terus kita belanja perlengkapan golf untuk minggu depan buatmu," kata Shaka. Dhara masih tak mau menjawab. "Saya bicara sama kamu, Dhara."

Dhara menarik napas. "Ya."

Perempuan itu masih ketus. Shaka mengeraskan rahangnya. Keras kepala.

"Kalau kamu marah karena saya memberikan orgasme buatmu-"

"Shut the fuck up!" desis Dhara dengan mata berapi-api.

Shaka menaikkan alisnya, menatap reaksi Dhara seolah ia baru mengatakan sesuatu yang ofensif. Namun, ia tak merasa marah. Alih-alih marah, Shaka malah tersenyum miring. "Kenapa? Tidak cukup cuma jari? Saya dengar kamu masturbasi di kamarmu malam itu."

Dhara memang masturbasi malam itu. Ia memberi pandangan jengkel pada Shaka. "Oh, memangnya cuma saya?" balasnya sengit tanpa menyangkal pernyataan Shaka.

Bahkan walau Dhara menyangkal, Shaka tahu. Ia mendengar desah napas Dhara yang membuatnya menyentuh dirinya lagi malam itu. Matanya berkilat menatap Dhara yang yang tampak sengit. Shaka tersenyum puas. Paling tidak, bukan cuma dirinya sendiri yang frustrasi.

Shaka tak mengatakan apa-apa, menyuapkan makan malamnya dengan tenang. Sementara Dhara masih menggeram pelan sebelum akhirnya menyantap makan malamnya sendiri. Mereka tidak bicara, saling mengabaikan sampai makan malam selesai. Keduanya kembali ke kamar masing-masing untuk tidur, dan berangkat ke lapangan golf keesokan harinya pada pukul delapan pagi.

Dhara mengenakan celana pendek dan kaus pas badan. Esa membelikannya topi golf saat mereka berbelanja beberapa waktu lalu. Dhara tidak tahu jika ia akhirnya akan mengenakan topi golf itu. Di lapangan golf, Shaka sendiri yang turun tangan untuk mengajari Dhara. Ia bisa meminta orang lain untuk mengajari Dhara, tetapi hari itu orang yang bertanggung jawab untuk mengajari pemula adalah laki-laki. Jelas, Shaka tidak akan membiarkan siapapun menyentuh Dhara.

"Hole in one." Shaka menatap Dhara dengan senyum puas. "Great."

Devina dan Esa selalu berkata jika Dhara adalah seorang pembelajar yang cepat. Shaka tidak menyangka jika Dhara bisa sebaik ini. Dhara tak mengatakan apa-apa, hanya menatapnya angkuh dan menumpukan tubuhnya pada tongkat golf. Wajahnya memerah kepanasan, dengan titik-titik keringat di lehernya.

Rented WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang