Senyum Shaka terukir di bibirnya ketika ia melihat sosok Dhara melangkah memasuki butik tempat ia menunggu. Butik itu adalah butik yang sama dengan waktu itu. Sepertinya, Shaka adalah pelanggan mereka. Dhara mendekati Shaka yang mengulurkan tangannya, memeluk pinggang Dhara dan mengecup pipinya mesra.
"Tante Wulan gimana?" tanya Shaka menatap Dhara.
"Lebih baik dari kemarin," jawab Dhara.
Beberapa hari terakhir, Shaka tidak bisa membesuk Wulan bersama dengan Dhara karena ia memiliki rapat dan kunjungan. Ia juga sibuk lembur dan baru pulang ketika Dhara tertidur. Namun, ia masih memperhatikan semua kebutuhan Dhara dan memastikan jika Wulan mengalami perkembangan dalam pengobatannya. Shaka sudah tahu jika Wulan mengalami kemajuan. Ia hanya bertanya karena ingin mendengar suara Dhara. Senyum tipis Dhara dengan matanya yang sedikit berbinar lega membuat Shaka ikut tersenyum.
"Syukurlah," katanya mengecup pipi Dhara lagi.
Dhara menatap Shaka yang mengenakan setelan jas hijau turmalin gelap dengan kemeja hitam. Jam tangan seharga rumahnya selalu melingkar di tangan kiri, dengan sepatu pantofel kulit mengilap yang menyempurnakan penampilannya. Shaka selalu menyisir rambutnya ke belakang untuk acara formal, seolah penampilan itu adalah style default seorang Shaka Alastair. Dhara tersenyum. Shaka sangat tampan.
"Kenapa?" tanya Shaka seraya mengamati wajah Dhara.
Dhara mengangkat bahunya, masih mengulum senyum. "Nggak apa-apa."
Shaka mengangkat sebelah alis, menyentuh dagu Dhara dengan tatapan lekat di wajahnya. Wajah Dhara kelihatan lebih bersinar. Shaka yakin ia belum menyentuh Dhara lagi karena ia mengaku masih menstruasi dan Shaka juga selalu pulang terlambat. Walau, Shaka sebenarnya tahu jika periodenya sudah selesai tiga hari yang lalu. Mungkin, karena Wulan. Dhara pasti merasa senang melihat Wulan yang berangsur pulih.
"Nyonya Alastair?"
Dhara menoleh ke sumber suara, pemilik butik yang membantunya berganti pakaian waktu itu memanggilnya sambil tersenyum. Ia melirik Shaka dan Dhara sekilas, lalu melanjutkan, "gaun Anda sudah siap."
Dhara mengangguk, menatap Shaka yang tersenyum. Pria itu melepaskan rangkulannya dari tubuh Dhara dan membiarkan Dhara beranjak menuju ruang ganti untuk mengganti pakaiannya. Dhara menggantu pakaiannya dengan gaun model kemben, dengan bagian dada berbentuk hati. Gaun itu melekat pas di tubuh Dhara dengan belahan paha tinggi di sisi kirinya. Dhara membiarkan penata rias melakukan pekerjaannya dengan wajah Dhara, lalu menata rambutnya.
Setelah selesai dengan wajah dan rambutnya, Dhara mengenakan kalung dengan model mirip gaya bangsawan pada masa medieval bertahtakan batu emerald hijau gelap yang senada dengan gaunnya. Pemilik butik memberinya Heels yang tak terlalu tinggi warna hitam yang sedikit berkilau karena manik-manik. Dhara melangkah keluar dari ruang ganti.
Ia bahkan merasa lebih cantik lagi malam ini.
Shaka menunggunya. Pria itu tidak membaca, tidak juga sibuk dengan hal lain. Ia duduk dengan tangan terlipat di salah satu sofa, menatap ke arah ruang ganti sampai Dhara keluar. Senyumnya melebar saat melihat Dhara yang sudah selesai. Mata Shaka tak bisa lepas dari Dhara. Ia berdiri sementara Dhara berjalan mendekatinya dengan senyum tipis.
"Gaunnya cantik," kata Dhara. "Terima kasih."
Shaka kembali merangkul Dhara, menatapnya dengan mata berkilat. "Pemakainya yang membuat gaun ini cantik, istriku."
Sudut bibir Dhara terangkat. Kakinya seolah melayang, tak menapak di tanah. Tatapan Shaka, suaranya dan sentuhannya menunjukkan jika ia menginginkan Dhara saat itu juga. Dhara tahu apa yang Shaka inginkan dan itu membuat jantungnya sedikit berdetak lebih cepat. Dhara bisa merasakan inti tubuhnya sedikit memanas dan berdenyut, membayangkan apa yang diinginkan oleh Shaka. Dhara juga menginginkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rented Wife
Ficção GeralShaka Alastair bersedia membayar Dhara untuk menjadi istrinya. Bayarannya tinggi, dengan kontrak yang jelas dan Dhara juga tak perlu melayani Shaka karena laki-laki itu terduga hompimpa alaihum gambreng alias penyuka sesama jenis. Masalahnya, Shaka...