01. Awalnya dari sini

1.4K 189 28
                                    

"Jika kamu ingin tau di mana ibumu, di sinilah tempatnya... cari dia di sini dan kamu akan menemukan ibumu dan juga kejutan."

Dua anggota tubuh berbulu mata lentik itu terbuka, menyesuaikan pandanganya yang buram, pemuda yang bernama Rasendriya Karunasankara atau lebih di kenal dengan nama panggilannya Raka, beranjak dari tempat tidurnya lalu pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, dan menunaikan sholat tahajjud.

Libur semester telah tiba, mahasiswa dan mahasiswi tentu sangat menantikan hal itu, mengistirahatkan otak yang panas karna sering memikirkan urusan pendidikan. Tapi tidak apa, itu semua tentu untuk masadepan.

"Kak, Luna mimpi buruk tadi malam." Perempuan yang masih duduk di kelas 9 SMP itu menghampiri Raka.

Raka, mengalihkan atensi dari tanaman yang sedang disiramnya kepada sang adik. "Lhoh? Luna pasti gak baca do'a dulu ya sebelum tidur?"

Luna cemberut lalu menggeleng. "Lupa ..." Cicitnya, membuat Raka gemas lalu menyubit hidung Luna.

"Lain kali jangan lupa, dan harus tidur lebih awal sesudah belajar. Jangan main ponsel terus! Nanti mata kamu sakit," perintah Raka.

"Siap boss!" Luna memberi hormat kepada sang kakak dengan semangat.

Raka tersenyum, lalu mematikan keran air dan menggandeng tangan Luna untuk duduk diteras.

"Coba ceritain mimpinya," kepo Raka.

Luna sedikit menyamping kearah Raka. "Disebuah sungai yang bersih, Luna lihat satu kakak cantik yang lagi main air, terus tiba-tiba kakak itu bilang 'Kamu mati, kamu harus mati.' otomatis Luna melotot dong! Habistu Luna kebangun deh, selesai."

"Singkat banget Lun, menurut kakak itu peringatan agar kamu selalu mengingat kematian. Nah poin utamanya kamu harus lebih rajin beribadah dan bersedekah, jangan lupa Sholatnya kalau bisa di awal waktu," ungkap Raka mengungkapkan opininya tentang mimpi si adik, sekaligus menyindir Luna yang akhir-akhir ini sering sholat diakhir waktu.

"Hehe, gak lagi-lagi deh, Luna mau amal baiknya banyak!" Kata Luna. "Oh iya, ayah kapan pulang? Udah 1 bulan diluar negeri loh," lanjutnya.

Senyuman Raka yang tadi mengembang kini berubah menjadi sendu, dia juga merindukan ayah mereka yang jarang pulang karena sibuk dengan kerjaannya.

Padahal, Raka dan Luna tidak membutuhkan harta yang banyak, sederhana saja sudah cukup, sungguh.

"Sabar ya." Hanya kata itu yang bisa Raka gunakan sebagai jawaban dari pertanyaan yang Luna lontarkan kepadanya.

Raka melihat Luna sedikit murung, membuat hatinya sakit.

"Ayah gak kayak Ibu kan?" Lagi, Luna melontarkan pertanyaan yang membuat Raka susah untuk membalasnya.

"Mau makan? Kakak buatin makanan kesukaan kamu, yuk!" Daripada menjawab pertanyaan sang adik, Raka malah mengalihkan pembahasan.

"Kak, Luna gak bodoh."

***

Sepasang kaki itu melangkah dengan cepat, niat santai malah terburu-buru karna para temannya sudah menunggu dari 15 menit yang lalu, membuatnya tidak enak hati.

Kring

Suara tanda orang masuk kedalam Cafe berbunyi, 8 orang yang sedang berbincang mengalihkan pandangan mereka kearah seorang pemuda yang sedang berusaha menetralkan nafasnya yang memburu akibat berlari.

"Makasih atas kesabaran kalian yang menunggu kedatangan gue." Raka tersenyum tidak enak kepada teman-temannya.

"Ya sama-sama," balas pemuda yang berambut sedikit gondrong, Dhafin namanya.

Łingga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang