"Kalian tahu? Bahwa aku tidak sejahat yang kalian pikirkan. Jalani kehidupan yang sekarang dengan benar dan terima keadaan dengan lapang dada, sebelum aku berubah pikiran."
Raka tahu, bahwa keadaan sekarang adalah konsekuensi dari ucapan yang dia katakan. Hanya saja, dia seperti orang asing yang tidak tahu menahu dengan keadaan sekarang.
"Raka! Itu tepungnya udah melebihi batas, yaampun!!" Olive merebut plastik berisi tepung dari tangan Raka.
Raka terkekeh melihat wadah yang harusnya berisi setengah tepung kini malah melebihi tempatnya. "Maaf,"
Alie menggelengkan kepalanya pelan. "Lo mau buat apa lagi? Kita udah selesai buat kue nya."
Ngomong-ngomong, Alie dan Varro ternyata diundang dadakan oleh Olive, jadi mereka membuat kue bersama-sama. Sedangkan Varro hanya pasrah karena Alie memaksanya untuk ikut.
Olive memasukan plastik tepung ke lemari, lalu membawa kue yang sudah ia masukan kedalam wadah dan menyodorkannya kepada Raka.
"Cuma kepingin mainin tepung, Makasih Olive."
"Yo'i!" Sahut Olive.
Alie tersenyum. "Ada-ada aja."
"Mmm, lo tau hutan Lingga?" Tanya Raka.
Alie yang tadinya akan memakan kue langsung terhenti. "Tau! Hutan Lingga itu tempat gue dilahirin dan tempat lo berpetualang."
Raka hampir tersedak ludahnya sendiri. "Hah, gimana konsepnya? Kok gue baru tau."
Alie berdecak malas. "Gue belum cerita, Ibu gue lahiran disana, kenapa? Karna Ibu nekat berpetualang pas ngandung gue." dengan wajah pasrah dia berkata.
Raka menggelengkan kepalanya, kenyataan apalagi yang dia dapat sekarang?
"Sendirian?"
"Enggak, sama bibi gue. Ibu emang aneh! Bisa-bisanya pas hamil tua malah berpetualang. Ayah juga terlalu membebaskan Ibu."
Raka tersenyum canggung. Lalu melirik Tiger yang sudah tepar di sofa panjang, tepatnya dipojokkan. Sedangkan Varro, sepertinya pemuda itu ketiduran ketika memaikan ponselnya. Terbukti dengan Varro yang menutup matanya sambil duduk dengan ponsel yang nyaris terjatuh dalam genggamannya.
"Mau kesana?" Pertanyaan dari Alie, membuat Raka mengalihkan atensinya secepat mungkin.
"Ayok!!" Bukan Raka yang menyaut, melainkan Olive yang sudah tersenyum menampilkan gigi rapihnya.
Raka tersenyum tipis, dilihat-lihat Olive lucu juga ya? Tidak seperti Olive yang ada di Lingga, bahkan cara bicara merekapun berbeda. Tapi Raka suka dua-duanya---eh canda.
"Besok."
***
Dhafin berusaha menajamkan penglihatannya kearah jendela kamarnya. Dia tidak salah lihat, ada sosok berambut panjang lagi di balkonnya.
"Innalillahi, kayaknya harus dikasih pelajaran tuh setan."
Ini bukan pertama kalinya Dhafin mendapati sosok itu berada di balkon kamarnya, sejak dia pulang dari berpetualang ke hutan Lingga. Sosok itu selalu datang di malam hari setiap saat.
Dengan keberanian sekecil biji jambu, Dhafin berjalan pelan kearah balkon sambil memeluk kitab Al-Qur'an. Katanya jaga-jaga kalau setan itu tiba-tiba nyerang dia.
"Ya Allah, atas izinmu aku mengusir sosok yang mengganggu."
Dhafin menghela nafas terlebih dahulu sebelum membuka pintu. "Bismillah,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Łingga [END]
Fantasy[END] ''Kita lihat, apakah mereka bisa kembali?'' Kenapa sembilan manusia itu lebih mementingkan keinginan daripada memikirkan risikonya terlebih dahulu? HIGH RANK. #2 in Kazuha 19/11/2022 #1 in Eunchae 23/12/2022 #1 in Alam 24/12/2022 #1 in Minju 1...