"Sayangnya aku gak bawa arloji. Kebiasaan aku selama ini melihat waktu di ponsel. Nah, ponsel aku kebetulan sudah mati. Jadi kita gak bisa tahu, arloji kamu matinya kebetulan atau bukan." Elan mengeluh, mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya, yang masih saja membisu.
"Buktinya sudah jelas, Bung. Ponselmu mati, arlojiku mati juga tanpa aku sadar dari tadi. Ini pasti karena teknologi alien yang menonaktifkan perangkat kita. Jadi kita gak bisa minta tolong dari dunia luar, kan?" Nuka cemas mengetuk-ngetuk arlojinya yang mandek.
Layar lebar, yang juga mendapat sebutan layar perak di kalangan sineas film, mendadak beralih adegan latar putih yang menyilaukan mata. Tertera jam digital raksasa, sepertinya demikian. Namun Nuka dan Elan, keduanya tak yakin itu adalah jam dinding yang menunjukkan waktu normal. Masalahnya angka-angka yang seharusnya menunjukkan menit terus berkurang, dengan bunyi tik-tik-tak-tak yang menggelisahkan, seakan countdown timer tengah menuju ke detik-detik yang genting. Nuka ingat, malam old and new dari tahun ke tahun selalu dihitung mundur seperti itu, hingga akhirnya sepuluh detik yang tersisa ditunggu-tunggu dengan terompet kertas, sampanye, dan pesta-pesta gempita untuk menghalau bad luck dari tahun yang berlalu. Untuk Nuka sendiri, ia merayakan tahun barunya dengan topi dari kertas koran bekas, terompet paling murah dan kecil, plus sebungkus mie instan berhiaskan sardencis, ada telur mata sapi, dan sekaleng soda bebas gula, yang sudah dijadikan tradisi kemewahan satu tahun sekali buat Nuka dan bapaknya.
"Bukan main-main. Waktu kita terbatas sekali nampaknya." Elan mengesahkan dugaan Nuka, waktu yang ditunjukkan layar berkilau-kilau itu memang countdown timer dalam permainan Dante, teruntuk bagi mereka, sepasang korbannya.
"Betul celaka, Bung. Aku masih blank soal siapa orangnya, yang ingkar janji dan mau kuhindari itu. Aku bahkan gak ingat mukanya sama sekali. Serius."
Waktunya cuma tersisa tiga menit lagi. Astaga! Apa sih maksud dari permainan si alien Dante itu! Nuka merutuk dalam hatinya, sangat berharap tiba-tiba ia sudah menyobek karcis lagi, kepanasan di muka teater satu, di bioskop sarangnya kutu busuk, kecoak, dan nyamuk, yang digelutinya sejak mulai bekerja selepas SMA di Bandung. Bila dipikir-pikir, nasibnya tidak sial-sial amat, sepanjang bapaknya mau sedikit saja mengurangi nafsu togelnya yang menggebu-gebu, plus sang bosnya sudi menurunkan sedikit biaya pinjaman rumah bobrok yang mencekik itu.
"Kira-kira kalau kita kalah terus dalam permainan si alien itu, kita bakal habis gak riwayatnya? Gimana nasib kita selanjutnya, Bung?"
"Gak separah itu, mungkin. Pasti kita masih lanjut di permainan berikutnya, kok. Dia pasti belum puas mempermainkan kita, dan belum akan ... ya, begitulah maksud aku." Elan kembali menggosok-gosok tapak tangannya gelisah.
Belum akan mengambil tindakan tegas. Tindak tegas yang bakalan berakhir fatal bagi nyawa mereka, kah? Nuka memandang Elan dan akhirnya mereka saling berpandangan resah, sementara tik-tik-tak-tak hitung mundur seakan berteriak dalam liang telinga keduanya. Berikut dengan gaung "habis nasibmu" yang maju mundur, karena suara-suara gaib itu mengeras lalu memelan lagi dengan ritme beraturan. Bisa jadi sumbernya dari ketakutan mereka sendiri, yang menghibur diri dengan keyakinan Dante masih ada kebaikan juga dan cuma mempermainkan mereka sebagai bagian kejailan yang bersahabat.
Teman memang biasa berbuat prank antar sesama teman. Acara-acara televisi juga punya kebiasaan membenarkan prank yang tujuannya lucu-lucuan dan tidak jahat. Pemirsa segala segmen usia tidak keberatan, dan bahkan suka hati menonton keapesan orang lain, dan paling senang menertawai orang yang kebingungan atau ketakutan karena muslihat menyasar mereka sebagai korbannya. Merasa kena batunya, Elan dan Nuka kompak berpikir, sekarang giliran mereka yang ditertawai sebagai obyek penderita prank yang pelakunya sangat mungkin sesosok alien licik. Dante yang punya seribu kisah dan seribu permainan, berikut segudang akal-akalan yang tak tertebak oleh manusia kebanyakan.
![](https://img.wattpad.com/cover/323752819-288-k866774.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Like You Do
RomansaElan Adante bersua Nuka Tumiwa di atas kereta api yang rutenya tidak normal, Dari Jalan Panjang Menuju Tempat Tak Ada Tujuannya. Merasa cocok sejak pandangan pertama, keduanya mengobrolkan semua hal tanpa menyadari, kereta api itu tidak ada penumpan...