Kim Liz sedikit menyesali keputusannya untuk datang mengunjungi kediaman Nenek Ahn. Telinganya seperti akan mengeluarkan darah jika ia berada di sana lebih lama lagi. Sejak kakinya berpijak di halaman rumah ini, dirinya disambut dengan suara cekcok yang berasal dari dua orang gadis yang tak lain adalah Ahn Yujin dan Jang Wonyoung. Ia tidak mengindahkan perdebatan kedua gadis di depannya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah pertanyaan "Bagaimana Halmae bisa bertahan dengan dua gadis jangkung ini berdebat di hadapannya seharian?"
"Nikmati minumanmu, Liz." suara lembut Nenek Ahn yang meletakkan nampan yang berisi gelas dan satu teko jus plum dingin di sebelahnya.
"Terima kasih, Halmae." ucap Liz dengan sopan. Ia mengambil segelas jus dan menyesap sedikit isinya. "Wah! Ini sangat enak!" seru Liz dengan mata berbinar.
Pemandangan Nenek Ahn yang bertukar pembicaraan bersama Kim Liz entah mengapa terasa hambar dibandingkan dengan kedua gadis yang masih sibuk mencekik satu sama lain dengan kata-kata mereka. Yujin bersikeras bahwa mereka tidak perlu memanen cabai sekarang karena ukurannya masih terlalu kecil, sementara Wonyoung merasa tanaman-tanaman cabai di kebun Nenek Ahn sudah tiba masanya untuk segera dipanen. Sebelumnya, mereka berdebat hanya karena Yujin menumpahkan pupuk karena tidak sengaja tersandung kaki panjang Wonyoung yang sedang berjongkok meraih gulma yang tersembunyi di bawah helaian daun selada. Tidak ada yang menaikkan nada suara mereka, tetapi siapapun yang mendengar dengan saksama bisa merasakan betapa berbisanya setiap kata yang terucap dari kedua mulut gadis itu.
"Ini musim panas, Gadis Tiang. Kalau kau tidak segera memanennya, cabai-cabai itu akan kering dan membusuk." ucap Wonyoung dengan alis berkerut. Ia hendak memetik sebuah cabai di depannya ketika Yujin menepis tangan gadis itu dengan pelan.
"Cabai-cabai masih belum bisa di panen, Jang Wonyoung-ssi. Sepertinya kesabaranmu tidak sebanding dengan tinggi badanmu." tukas Yujin datar.
"Aku menghabiskan seluruh musim panasku bersama Halmae untuk belajar berkebun, bukan untuk berdebat dengan orang kota dungu sepertimu yang menghabiskan musim panas dengan berendam di kolam di taman air dan diam-diam berkemih di dalamnya." balas Wonyoung dengan seringai di wajahnya.
"Mereka terlihat cocok, bukan?" tanya Nenek Ahn pada Liz yang sejak tadi memperhatikan mereka.
Ahn Yujin dan Jang Wonyoung memang jauh kata 'akur'. Kedua gadis itu sama-sama keras kepala dan berpegang teguh pada prinsip mereka masing-masing. Tetapi, Liz bisa melihat bagaimana bahasa tubuh kedua manusia jangkung itu justru berlawanan dengan kata-kata mereka. Ketika Wonyoung hendak membuang rumput-rumput yang ia cabut, Yujin dengan otomatis menggeser plastik sampah lebih dekat ke arah gadis itu. Wonyoung dengan cepat memindahkan garu yang nyaris terpijak oleh Yujin ketika pandangan gadis itu terhalang saat mengangkat satu keranjang penuh tomat yang baru selesai dipanen. Mereka terlihat seperti akan membunuh satu sama lain dengan tatapan mereka, tetapi secara tidak sadar kedua remaja itu bekerja sama membantu satu sama lain agar tidak terluka.