Karena ini adalah chapter terakhir, jadi saya menulisnya lebih panjang dari biasanya. Selamat membaca!
Rumah yang biasanya sepi kali ini terdengar lebih hidup dengan suara-suara dentingan yang memenuhi dapur. Aroma lezat yang menggiurkan menyambut Wonyoung yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ia membalut rambutnya yang baru saja dikeramas dan menghampiri ibunya yang sedang memasukkan potongan tahu ke dalam isi panci yang sedang mendidih.
"Sundubu jjigae?" tanya Wonyoung penasaran dari balik bahu ibunya.
"Kenapa?" balas ibu Wonyoung bertanya. "Kau tidak suka?"
Wonyoung menyandarkan dagunya pada bahu sang ibu dan memeluknya dari belakang dengan erat. "Mana mungkin, masakan ibu adalah yang terbaik di dunia." Wonyoung mengecup pipi ibunya sekilas dan kembali ke posisi sebelumnya.
"Keringkan rambutmu dan segera kembali, sarapan sebentar lagi akan selesai."
Lima belas menit kemudian Wonyoung dan ibunya telah menghabiskan seluruh rebusan tahu tersebut. Wonyoung mengumpulkan piring kotor dan membawanya ke wastafel untuk dicuci. Ia mencuci piring-piring itu dengan giat, menyabuni dan menggosok noda yang mengotori piring hingga bersih. Meski tubuhnya terasa sedikit lelah karena baru saja kembali dari rumah duka, Wonyoung tidak ingin membuat ibunya mengerjakan seluruh pekerjaan sendirian.
"Apa upacara pemakaman diadakan hari ini?" tanya ibu Wonyoung yang sedang mengelap meja. Wonyoung menyahut sembari terus melanjutkan pekerjaannya.
"Iya, Yujin bilang begitu."
"Lalu, apa dia akan pulang ke Seoul hari ini?"
Pertanyaan itu membuat Wonyoung nyaris menjatuhkan gelas dari tangannya. Itu benar, Nenek Ahn sudah dimakamkan dan Yujin pasti akan kembali ke rumahnya setelah itu. Wonyoung menghela napas pelan dan kembali menyabuni gelas. "Aku tidak tahu, tapi kurasa dia akan pulang."
"Sayang sekali dia hanya sebentar berada di sini. Ibu ingin memberikan kimbab untuknya di perjalanan."
"Apa perlu aku bantu?"
Tiba-tiba seseorang menekan bel dan memanggil Wonyoung dari luar rumah. Wonyoung kenal sekali dengan suara yang terus saja menyebut namanya. Ia melepaskan sarung tangan karet dan mengeringkan tangannya. "Biar aku saja." ucap Wonyoung seraya berjalan ke depan untuk membukakan pintu.