Badai musim panas memang tidak main-main, semalaman Wonyoung dan ibunya dibuat tidak tenang. Hujan turun dengan deras, petir beberapa kali merusak ketenangan tidur Wonyoung yang singkat. Dan benar saja, pagi ini ia sudah mendengar keributan dari rumah sebelah. Wonyoung dan ibunya menghampiri asal suara dari arah halaman belakang rumah Nenek Ahn. Ia mengeratkan kardigan merah muda yang melindungi tubuhnya dari dinginnya embun pagi.
"Eomeonim, apa terjadi sesuatu?" Wonyoung mengekori langkah ibunya yang sudah berjalan lebih dulu. Matanya terbelalak saat melihat bagian atap rumah berserakan di halaman belakang. Genteng tanah liat terlempar ke sana-sini, rangka kayunya ada yang patah. Memang kerusakan yang timbul tidak terlalu besar, tetapi pasti akan merepotkan untuk memperbaiki semuanya.
Di depannya ada Ahn Yujin yang sedang menatap bengong atap yang bolong. Sepertinya hal ini benar-benar membuatnya terkejut. Kedua matanya yang bulat membesar terkejut, seperti anak anjing yang kaget karena mainannya tiba-tiba diambil. Kronologi yang diceritakan Nenek Ahn bahkan tidak ia dengar, Wonyoung terlalu sibuk memandangi Yujin yang terlihat menggemaskan dalam senyap.
"Wonyoung?"
"Y-Ya? Ada apa?" Ia sedikit tersentak saat suara ibunya kembali menariknya ke realita.
"Bisakah kau menghubungi tukang untuk memperbaiki atap? Ibu tidak bisa melihat tulisannya dengan jelas." Wonyoung menerima ponsel yang disodorkan ibunya. Ia menggulir nama satu per satu untuk mencari kontak tukang dan menekan tombol panggilan. Semuanya terlihat cemas, akan sulit mencari tukang pagi-pagi buta begini.
"Tidak diangkat." ucap Wonyoung saat nada dering terputus. Ia mengembalikan ponsel pada ibunya. "Ini masih terlalu pagi, ditambah lagi semalam baru saja selesai hujan. Sepertinya kita harus menunggu sampai siang nanti."
"Siang nanti? Bukankah itu terlalu lama?" tanya Yujin tidak percaya. Kedua alisnya berkerut khawatir. Ia jadi semakin terlihat mirip anak anjing di mata Wonyoung.
"Youngie benar," Nenek Ahn mengambil sebuah genteng yang tergeletak di tanah. "Kita tunggu saja sampai siang."
"Itu terlalu lama, Nek. Lebih baik Yuding saja yang perbaiki." Ujung bibir Wonyoung terangkat samar saat mendengar cara Yujin menyebut dirinya sendiri. Rasanya ia ingin mencubit kedua pipi Yujin yang terlihat gembul saat gadis itu cemberut.
"Tidak usah Yuding, ini akan merepotkan." bantah Nenek Ahn. Ia mengelus bahu cucunya pelan. "Nanti siang akan nenek hubungi lagi tukang itu."
"Nenek, siang nanti masih lama dan belum tentu atap itu bisa bertahan. Biar Yuding perbaiki. Yuding pernah membantu ayah, itu tidak terlalu sulit."