"Kau tidak pergi jalan-jalan dengan Youngie hari ini?" tanya Nenek Ahn yang sedang beristirahat di kursi santai pada cucunya. Gelengan pelan diberikan sebagai jawaban karena gadis berlesung pipi itu masih sibuk menorehkan garis dengan amat serius pada buku sketsanya. Nenek Ahn tersenyum lembut melihat cucunya begitu tekun menggambar potret dirinya hanya dengan sebatang pensil.
Yujin kembali menatap neneknya dan menggerakkan pensil di dalam genggamannya pelan dan halus, membentuk garis-garis tipis mengikuti panduan yang telah ia buat sebelumnya. Dalam hati, ia merasa sedikit cemburu dengan gadis anak tetangga sebelah itu. Neneknya entah mengapa lebih sering membicarakan dan memperhatikan Jang Wonyoung daripada dirinya. Kekesalan yang muncul setiap kali topik berjudul "Wonyoung" dibahas saat bersama neneknya ia buang jauh-jauh. Hal yang wajar menurut Yujin, mengingat gadis itu lebih sering menghabiskan waktu bersama sang nenek dibanding dirinya.
"Rasanya malas sekali Yuding meninggalkan rumah nenek. Lagipula, menghabiskan waktu mendengar cerita nenek lebih menyenangkan daripada pergi ke luar." ujar Yujin setelah meniup serbuk karbon bekas goresan pensilnya. Ia tersenyum melihat sang nenek tertawa pelan, lalu dilanjutkan lagi pekerjaannya mencoret buku sketsa di pangkuannya.
"Nenek jadi ingat saat pertama kali bertemu dengan Youngie." ucap Nenek Ahn lembut. Pandangannya menerawang jauh, seolah sosoknya kembali lagi ke masa lalu.
"Saat itu nenek baru saja kembali dari rumahmu. Dari kejauhan, nenek melihat seorang anak yang sedang berusaha meraih anak kucing yang tersangkut di ranting pohon yang agak tinggi. Nenek berteriak memperingatkan anak itu karena cabang pohon yang ia duduki terlihat sangat rapuh. Sayangnya nenek terlambat, anak itu terjatuh dengan bunyi yang cukup keras. Nenek segera menghampirinya, ternyata anak itu baik-baik saja meskipun tangan dan lututnya sedikit terluka. Nenek mengajak anak itu ke rumah untuk mengobati lukanya, tetapi dia menolak dengan sopan. Lalu, anak itu berlari menjauh dari nenek. Keesokan harinya, ia datang ke rumah mengantarkan sepiring tteok hangat. Anak itu adalah Youngie. Sejak saat itu, dia sering datang ke rumah untuk membantu nenek."
Cerita Nenek Ahn terdengar menggelitik, membuat Yujin tanpa sadar menyunggingkan sebuah senyuman di bibir merahnya. Ia bisa membayangkan bagaimana seorang Wonyoung kecil yang terjatuh dari pohon dengan anak kucing di pelukannya, ekspresi malu-malu yang canggung saat neneknya datang, dan pipi gembul kemerahan saat memberikan sepiring tteok pada neneknya. Pasti sangat menggemaskan jika saja gadis itu tidak bersikap menyebalkan padanya.
"Ia mengingatkan nenek padamu, Yuding." Gerakan tangan Yujin terhenti, lalu ia mendongakkan kepala menatap neneknya bingung.
"Dahulu kau juga seperti itu, begitu ceria dan sangat menyukai alam. Nenek sangat senang melihatmu tersenyum sepanjang hari setelah bermain seharian bersama Rei. Tawa kalian memenuhi setiap sudut rumah ini, membuat nenek merasa bahagia saat mendengarnya. Sekarang, kalian sudah bertumbuh menjadi wanita dewasa. Nenek sangat bangga melihat kau dan Rei berkembang menjadi sosok yang baik, terlepas dari apa pun yang telah terjadi."