Berbaring dengan kepala terasa seperti ditimpa batu besar adalah hal terakhir yang Yujin inginkan dalam keadaan saat ini. Sayangnya, tubuhnya tidak mau bekerja sama. Suhu tubuh Yujin meningkat drastis setelah ia kembali dari rumah sakit sehingga ia tidak bisa menghadiri pemakaman sang nenek. Kedua orang tuanya yang sudah tiba sejak kemarin sore menyuruhnya untuk beristirahat. Kombinasi duka cita dan daya tahan tubuh lemah adalah hal terburuk yang bisa dirasakan oleh seseorang. Oleh karena itu, Yujin hanya bisa berbaring menatap Gaeul yang sedang memperbaiki posisi selimutnya dengan mata yang terasa berat dan panas.
"Jika kata gila berwujud manusia, pastilah ia terlihat seperti dirimu." ucap Gaeul menggelengkan kepalanya heran.
"Unnie, sampai kapan kau akan mengomel seperti itu?" tanya Yujin lemah. Seluruh persendiannya terasa seperti hampir lepas. Sesekali ia mengerang pelan ketika kepalanya terasa seperti dipukul godam besi tiap kali bersin.
"Sampai kau sadar bahwa kelakuanmu itu berbahaya, Yujin. Lihat sekarang, kau hanya bisa berbaring alih-alih menghadiri pemakaman nenekmu. Aku tahu kau begitu sedih karena kehilangan nenekmu, aku juga merasakan hal yang sama. Tetapi ingatlah bahwa kondisi dirimu tak kalah penting. Kau tahu bagaimana khawatirnya aku saat kau tiba-tiba menghilang kemarin? Beruntung Wonyoung menemukanmu, jika tidak mungkin aku sudah mati berdiri."
Yujin masih bisa membayangkan semua yang terjadi, bagaimana dinginnya hujan menusuk setiap inci kulitnya, bagaimana angin kencang menampar dan menerbangkan setiap helai rambutnya yang basah. Yujin masih bisa membayangkan bagaimana Wonyoung datang dan menjauhkan dirinya dari tepi helipad dengan ekspresi sendu. Genggaman dan sentuhan yang Wonyoung berikan masih terasa menggelitik saraf-saraf perabaannya, memberikan rasa hangat yang menjalar ke setiap denyut jantungnya.
"Kau terlalu berisik, Unnie. Kalau kau masih mau mengomeliku, nanti saja saat aku sudah sembuh." ucap Yujin mengalihkan pembicaraan, sedikit malu atas apa yang terjadi kemarin. Ia menutup kedua matanya perlahan. Sekarang Yujin menyesali perbuatannya, bahkan untuk mempertahankan kedua kelopak matanya untuk tetap membuka pun memakan banyak energi.
"Omong-omong, apa yang Wonyoung lakukan padamu?" tanya Gaeul tiba-tiba membuat Yujin tersedak. Dengan sigap Gaeul membantu gadis berlesung pipi itu duduk dan memberikan segelas air yang sudah tersedia di atas nakas.
"M-maksudmu?" balas Yujin gugup. Sensasi menggelitik yang aneh itu kembali muncul. Debaran jantungnya begitu keras, sampai-sampai Yujin takut Gaeul bisa mendengarnya.
"Kalian berdua jadi aneh setelah Wonyoung menyeretmu kembali dari tengah badai." Gaeul menyimpan kembali gelas di atas nakas dan duduk mengadap Yujin di tepi ranjang.
Yujin memijat lehernya yang terasa sedikit kaku dengan kikuk. "Bisakah kita tidak membahas hal itu?"