Yujin menghabiskan waktunya untuk mengisi buku sketsanya dengan pemandangan bukit di ujung padang rumput nan hijau. Goresan pensil ia torehkan dengan lembut tetapi tegas. Semilir angin musim panas menerbangkan helaian rambut Yujin yang terlepas dari ikatannya. Tidak masalah bukan ia membiarkan Nenek Ahn bersenang-senang dengan kelompok merajutnya?
Seiring waktu, langit yang tadinya terlihat biru kini digantikan oleh awan kelabu yang semakin gelap. Angin berembus semakin kencang, menerbangkan dedaunan yang gugur di sekitarnya. Yujin beranjak dari duduknya, sebaiknya ia pulang sebelum rintik hujan membasahi tubuhnya.
Gadis tinggi itu melangkahkan kaki kembali ke rumah neneknya. Sepanjang jalan ia melamun, berapa lama lagi neneknya akan pulang? Apakah neneknya membawa payung? Haruskah ia menjemput neneknya? Yujin tidak tahu dimana tempat neneknya berkumpul bersama teman-temannya. Haruskah ia bertanya pada Wonyoung?
Yujin tiba-tiba menghentikan langkahnya. Apa ia sudah gila? Kenapa ia memikiran Wonyoung sebagai opsi pertama? Ia bisa saja menelepon neneknya langsung. Ia tidak perlu bertanya pada Jang Wonyoung yang menurutnya keras kepala dan menyebalkan itu. Yujin menggelengkan kepalanya pelan dan kembali melanjutkan jalannya yang terhenti.
Ia melihat sesosok gadis kecil yang sedang bermain air di pinggir sungai dekat padang rumput. Yujin mengernyit, seingatnya tidak ada siapapun selain dirinya di sana. Gemuruh yang bersahut-sahutan membuat Yujin memutuskan untuk memperingatkan gadis itu agar segera pulang ke rumahnya.
"Hei! Sedang apa kau di sana?" teriak Yujin dari tepi jalan. Gadis itu tidak menggubris teriakan Yujin dan terus bermain air.
"Hei, kau yang di sana!" teriak Yujin lagi. "Pulanglah, hari sudah mau hujan!"
Yujin melempar asal buku sketsanya saat gadis kecil itu terpeleset jatuh ke sungai. Ia berlari mengejar anak itu yang terseret arus sungai. Tangan kecilnya melambai meminta pertolongan. Tanpa memedulikan bajunya kebasahan, Yujin melompat ke dalam sungai dan menggapai jari-jemari mungil itu. Ia mendekap gadis kecil itu erat dan membawanya ke pinggir sungai.
"Hei! Bangunlah!" seru Yujin sembari menepuk pipi gadis kecil itu pelan. Tubuhnya terasa dingin. Yujin mendekatkan telinganya ke arah hidung anak itu. Jantung Yujin seolah hendak berhenti berdetak, gadis kecil itu tidak bernapas. Dengan cepat Yujin membaringkan gadis kecil itu di atas tanah. Ia meletakkan kedua tangannya di atas dada gadis kecil itu dan memompa jantungnya.
"Kumohon... bertahanlah..." ucap Yujin terengah. Ia memberikan napas buatan pada gadis kecil itu dan kembali memompa jantungnya.
"Ayo... hah... kembalilah..."