L's ws 7

6 6 0
                                    


"Gimana tadi bullyan-nya, enak?" tanya Renzo dengan nada sinis.

"Kenapa kalian ngak bela aku?"

"Buat apa anak sialan kek lo dibela? hah? untung buat kita kalo kita ngebela lo? ga ada untungnya sialann!!"

"Kalian kenapa terus-terusan bilang aku anak sialan? kenapa?"

"Karena lo emang bener anak sialan yang bunuh mama dengan kelahiran lo kan?!"

"Tapi aku ngak bunuh mama bang, ENGGAK. AKU CAPEK BANG DI BILANG ANAK SIALAN YANG BUNUH MAMA-NYA SENDIRI, AKU CAPEK BANG CAPEK." teriakan Lesya menggema diruangan itu.

Disaat Lesya ingin berkata lagi Abraham, Alvaro, dan Bima datang untuk melihat apa yang dilakukan gadis itu sampai-sampai teriakan yang gadis itu lontarkan menggema dan sampai dikamar mereka.

"Tapi kan emang nyata kalo lo, udah bunuh mama." sahut Renzie dengan santai.

Lesya tak tahan untuk menyahut perkataan yang Renzie berikan untuknya.
Air mata tak sanggup Lesya bendung, bagaikan hujan yang semula hanya geimis dan tak butuh waktu lama hujan itu semakin deras, sama seperti air mata Lesya yang lama-kelamaan akan semakin deras dan rasa sakit dihatinya pun semakin dalam.

"AKU UDAH BILANG BANG. AKU ENGGAK BUNUH MAMA, KALIAN BER-EMPAT ENAK, SELAMA BERTAHUN-TAHUN DAPAT KASIH SAYANG MAMA. AKU? AKU APA? HANYA BEBERAPA HARI SAJA MENDAPAT KASIH SAYANG DARI MAMA."

"AKU, AKU INGIN SEPERTI KALIAN, MENDAPAT KASIH SAYANG DARI MAMA SELAMA BERTAHUN-TAHUN. SEDANG KAN AKU?? TIDAK SAMA SEKALI."

"AKU JUGA NGAK MAU MAMA MENINGGAL KARENA AKU. INI TAKDIR TUHAN, BANG."

Ucapan Lesya berhasil membuat kelima laki-laki diruangan itu terdiam tak bergeming sedikit pun bahkan mereka terkejut dengan teriakannya.

Sudah tak tahan dengan itu semua, Lesya berlari dari rumah itu. Hanya berlari entah kemana tujuannya. Saat Lesya berlari tepat tak jauh dari rumah dan hanya berkisar 7 meter.

Tinnn....
Brakk...

Lesya tertabrak mobil yang sedang melaju kencang dari arah berlawanan dengannya. Cukup parah kecelakaan yang lesya alami saat ini. Sudah terbentur cap mobil, terpental sejauh tiga meter.

"YA TUHAN, LESYA BANGUN NAK BANGUN."

Terdengar suara teriakan seorang wanita paruh baya, panggil saja Bu Neni, yang keluar setelah mendengar suara dari kecelakaan tadi dan melihat Lesya sebagai korbannya.

Bu Neni berlari secepat mungkin untuk kerumah Lesya dan mengabari keluarganya. "PERMISI PAK ABRAHAM ITU LE...LESYA."

Mereka terkejut, terkejut karena teriakan Bu Neni yang entah dari mana datangnya dan tiba-tiba sudah didepan pintu yang terbuka.

"PAK ITU LESYA KECELAKAAN CUKUP PARAH DIDEPAN." ucap Bu Neni yang nafasnya mulai teratur.

"Biarkan saja, bilang pada Bi Marti suruh bawa Lesya kerumah sakit, kami tak sudi untuk membawanya." sahut Abraham santai yang membuat Bu Neni melonggo.

"DASAR AYAH BIADAP KAU." bentak Bu Neni dan menunjuk Abraham. Kebetulan Bi Marti keruang itu membawa minuman untuk majikannya.

"Bi Marti ayo, Lesya kecelakaan disekitar sini." ajak Bu Neni dan terjawab anggukan terkejut dari Bi Marti.
Sesampainya ditempat tadi, Bi marti segera menghentikan taksi yang tak sengaja lewat itu.

Beliau membawa Lesya yang sudah tak sadarkan diri, dengan panik Bi Marti menyuruh pak sopir untuk mempercepat laju kendaraan tersebut.

Setelah membayar taksi yang Lesya dan Bi Marti tumpangi tadi, Bi Marti segera berteriak meminta tolong pada perawat yang sedang lewat untuk membawakan bankar dan menangani lesya saat ini.

Dua jam lamanya Bi Marti menunggu lesya yang sudah berada didalam ruangan Instalasi Gawat Darurat.

Seorang Dokter laki-laki muda berumur sekitar dua puluh lima-an itu keluar dari ruang IGD yang Lesya gunakan.

"Bagaimana dokter keadaan Non Lesya." tanya Bi Maru dengan keadaan cemas.

"Gadis kecil itu hanya mengalami luka, walaupun lukanya cukup parah tapi sudah kami obati. Namun...."

"Apa dokter cepat katakan." desak BI Marti.

"Lesya mengalami benturan dikepalanya, sakit itu hanya sesaat saja. Selebihnya tidak ada." penjelasan dari Dokter bername tag di-jas putihnya bernama 'DENANDRA M.'

"Oh baik, terima kasih dokter." kata Bi Marti dan diangguki oleh dokter Denan.

Begitupun dokter Denan menerima ucapan terima kasih, ia pamit pergi dan berpesan jika Lesya sudah sadar harap memanggil dokter secepatnya agar dengan sigap ditangani.

Bi Marti mengangguk meng-iyakan. Bi Marti ingin mengetahui keadaan anak dari majikannya tersebut, dan segera masuk ke ruang IGD.

"Lho non-nya belum sadar, nggeh mpun tak tinggal teng administrasi riyen. Samumpung non Lesya dereng sadar, Bibi tinggal sekedap nggeh nduk." kata Bi Marti dengan logat jawanya sembari mengusap puncak kepala Lesya atau sering disebut ubun-ubun

(Ya sudah aku tinggal ke-administrasi dulu. Mumpung non Lesya belum sadar, Bibi tinggal sebentar ya nak.)

Biaya administrasi sudah terbayar karena Bi Marti membawa debit card dari salah satu Abang Lesya untuk memenuhi kebutuhan Lesya secara diam-diam, Lesya pun sudah dipindah ruang di VIP Jasmine II.

Saru jam sudah lamanya Bi marti menunggu Lesya sadar. Sedikit perlahan jari jemari Lesya bergerak.

"Sakit." kata lirih yang Lesya lontar berhasil membuat Bi Marti kelimpungan memanggil dokter lewat bel panggilan didekat tiang infus.

Dokter pun datang dengan tergesa-gesa, dokter Denan segera memeriksa Lesya, nafasnya memburu raut wajahnya pun berubah seketika.

Senyum mengembang dikedua sudut dokter tampan itu. Berbeda dengan Bi Marti yang sudah keringat dingin takut anak majikan-nya itu kenapa-napa.

"Duhhh.. gimana dokter, itu Non Lesya-nya?" tanya Bi Marti dengan nada hawatir.

"Lesya tidak apa-apa bu." jawab dokter Denan dengan sopan.

Raut wajah kesal terpampang jelas diwajah wanita paruh baya tersebut. "Aduhhh dokter tuh gimana sihhhhh. Orang Non Lesya-nya sakit gitu kok ngak apa-apa." sewot Bi Marti dengan sedikit canggung diperucapan katanya.

"Kondisinya sudah membaik Bu, tenang saja. Ibu bisa masuk kedalam untuk menjenguk Lesya." Kata dokter muda bernama Denan itu, senyum ramah dan sopan tak lepas dari bibir.

Helaan nafas lega terlepas dari Bi Marti, senang sudah beliau mendengar kondisi anak majikan-nya sudah membaik.

Bi marti memasuki ruangan Vip tersebut setelah dokter Denan sudah pergi yang sebelumnya pun juga sudah pamit.

"Non, non ngak apa-apa kan?." tanya Bi Marti dengan lirih, lantaran tak tega melihat tubuh Lesya terbelit dengan perban, mulai dari kedua siku dan lengan, kaki kiri dan bagian dahi.

Wonogiri, 23 Nov 2021
Afternoon, 11.02 WIB

Lesya's Wish [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang