14. Masked Man

759 125 15
                                    

♬♩♪♩ ♩♪♩♬

Di atas tempat tidurnya, di tengah kegelapan yang menyelimuti kamarnya, Halsten mengernyit dalam seraya memegangi kepalanya. Jari-jari tangannya mulai meremat, menarik rambutnya sendiri. Kepalanya berdenyut sakit hingga rasanya ingin pecah. Ditambah lagi dengan suara berdengung yang terus menerus terdengar di gendang telinganya. Napas lelaki itu berderu kencang dengan detak jantung yang tak teratur.

Ingatan-ingatan itu kembali terulang di kepalanya bagai kaset. Ingatan yang sangat ingin ia lupakan. Ingatan yang sangat amat ia benci. Itu semua terjadi begitu Iyris tanpa sadar menyentuh tangannya dan tiba-tiba saja cahaya super terang menyerang indera penglihatannya. Saat itulah ingatan itu kembali padanya. Namun, berbeda dari biasanya, ingatan itu tidak samar-samar, melainkan sangat amat jelas hingga Halsten merasa seperti terbawa pada kejadian masa lalu tersebut. Ia juga melihat dengan jelas bagaimana keadaan di sekitarnya pada saat itu dan sesuatu yang tidak ia duga sama sekali, bahkan ia tidak yakin kalau dulu ia melihat sesuatu itu. Itu lebih tampak seperti film daripada sebuah ingatan.

"Ha.. Sial." Halsten menggigit bibirnya sendiri sebagai pelampiasan rasa sakit di kepalanya.

Sekarang ia tidak mempedulikan lagi soal kejadian beberapa menit lalu saat ia menangkap basah pelayannya mengendap-endap masuk kedalam ruang pribadinya. Yang sekarang ia pedulikan adalah rasa sakit di kepalanya yang tak kunjung menghilang.

Di tengah rasa sakitnya, Halsten mendengar pintu kamarnya yang terbuka dan mengetahui kalau pelayan pribadinya itu masuk ke dalam kamar.

"Tuan, ini obat dari dokter istana." Iyris menyodorkan nampan berisi botol tablet obat dan segelas air putih pada Halsten.

Halsten menatap sejenak obat dan air putih tersebut. "Untuk apa?"

"Untuk sakit kepala anda, Tuan."

"Kau memintanya pada dokter istana?"

Iyris mengangguk singkat. "Langsung dari dokter istana."

Halsten memalingkan pandangannya, terlihat enggan meminum obat tersebut. "Bagaimana saya tahu kalau itu benar obat dari dokter istana atau racun?"

"Saya bisa meminumnya untuk anda jika anda mengizinkan," jawab Iyris yakin, beralih meraih botol obat di atas nampan dan mengeluarkan satu tablet obat dari sana.

Saat obat itu sudah hampir memasuki mulut Iyris, Halsten menghentikan tangan perempuan tersebut-dengan tangan yang terbalut sarung tangan hitam seperti biasa tentunya-membuat Iyris menghentikan tindakannya.

"Tidak, berikan." Halsten merebut pil itu dari tangan Iyris dan langsung memasukkannya kedalam mulut.

Hening sejenak. Iyris hanya memperhatikan Halsten yang sekarang tengah menegak air di dalam gelas hingga tandas. Lelaki itu terlihat sangat kacau dengan kemeja putih yang penuh noda cat, rambut yang berantakan, wajah pucat, dan peluh yang membasahi keningnya. Selain itu... Halsten juga terlihat putus asa. Mungkin lelaki itu juga tidak peduli obat macam apa yang Iyris berikan padanya.

"Saat di ruangan itu... apa yang anda maksud dengan cahaya tadi?" Iyris hati-hati bertanya.

"Saya bilang lupakan," Halsten menjawab dengan malas.

"Maaf, karena saya mengganggu ruang pribadi anda, Tuan." Iyris sedikit menundukkan kepalanya, membuat tampang menyesal.

Halsten melirik kearah Iyris. "Sepertinya kau tidak menyesal sedikitpun."

Whistle of the OcarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang