22. Before the Coronation

632 105 6
                                    

♬♩♪♩ ♩♪♩♬

Di dalam kamar dengan pencahayaan remang-remang yang biasanya selalu diselimuti kesunyian itu, Iyris berdiri kaku di depan Halsten yang tengah duduk di salah satu kursi. Ada Jayard, Tara, dan dokter istana yang juga menemaninya. Halsten duduk membelakangi Tara dan dokter istana, sementara Iyris dan Jayard bisa sesuka hati berada di sekitar Halsten. Tentu saja Damion bernama Halsten itu masih enggan menampakkan wajahnya pada orang lain.

Sebelumnya Tara sudah melakukan pengecekan dengan aliran penyembuh Iyris, dan hasilnya hampir sama seperti sebelumnya. Hanya beberapa milimeter lebih besar.

"Tolong buka baju anda, Pangeran," pinta Tara sedikit kikuk sekaligus takut. Halsten nampak seperti manusia biasa dari belakang, tapi ia tidak pernah tahu bagaimana wujud asli lelaki tersebut.

Dengan malas Halsten menanggalkan kemeja putih dengan beberapa bercak cat itu ke lantai. Tubuh kekar lelaki itu penuh dengan bekas luka yang Iyris duga diakibatkan oleh lelaki itu sendiri saat penyakitnya kambuh. Iyris meringis dalam diam saat mendapati bekas luka panjang yang melintang dari dada kiri hingga perut bagian kanan lelaki itu.

Menelan ludahnya, Iyris ragu-ragu menatap Tara, bimbang apakah dia sudah bisa mulai sekarang atau tidak.

Tara menatap yakin Iyris, mengangguk sebagai jawaban.

Iyris beralih menatap lelaki di depannya yang sejak tadi menunggu. Halsten nampak tenang, tidak berminat untuk mengetahui apa yang akan Iyris lakukan selanjutnya.

Beberapa detik berlalu, Iyris berhasil meyakinkan dirinya. Perlahan tangannya tergerak menyentuh dada penuh bekas luka milik Halsten. Saat kulit mereka bersentuhan, Iyris memejamkan erat matanya, mengetahui kalau Halsten seperti besi panas yang tidak bisa disentuh. Namun, tidak ada yang terjadi. Suhu tubuh Halsten malah terasa dingin bagai udara musim gugur.

Iyris menghela napas lega. Ia mulai mencoba untuk berkonsentrasi, tapi tiba-tiba saja tangannya digenggaman oleh seseorang, memecah konsentrasinya.

"Jantung saya di sini." Halsten menggenggam tangan Iyris yang berada di dada kanannya, menggeser tangan perempuan itu pada dada kirinya. "Bodoh," desis Halsten pelan, tapi masih dapat Iyris dengar. Tatapan lelaki itu begitu meremahkan.

Memalingkan wajahnya karena malu, Iyris menggigit bagian dalam bibirnya. Saking gugupnya, ia sampai lupa di mana letak jantung.

"Maaf."

Iyris kembali memejamkan mata, berkonsentrasi. Satu detik... dua detik... Cahaya hangat itu perlahan muncul dari telapak tangannya. Iyris mengernyit menahan sakit seiring cahaya itu mulai menyebar pada tubuh Halsten.

Halsten sendiri tertegun, tidak menduga hal itu akan berhasil. Kekuatan langka itu ada pada pelayannya. Lelaki itu tidak bisa membayangkan bagaimana jika penyakitnya itu sembuh. Membayangkan bagaimana ia tidak akan selalu kesakitan di malam hari. Membayangkan kalau ia tidak akan berubah menjadi monster buas yang mengerikan lagi. Membayangkan ia akan bisa keluar dengan percaya diri saat siang hari. Itu semua terdengar tidak nyata.

Cahaya hangat itu perlahan menjalar menuju leher Halsten, hingga sampai pada pola hitam di wajah lelaki itu. Cahaya itu merambat, mengikuti bentuk pola pada wajah Halsten.

Halsten dapat merasakan sesuatu seperti menjalar di wajahnya. Terasa geli sekaligus hangat. Jantung lelaki itu terpacu semakin kencang seiring dengan rasa tidak percaya dan euforia yang meledak-ledak.

Di tengah Jayard, Tara, dan dokter istana yang menahan napas menatapi kejadian tersebut. Di tengah senyum tidak percaya dan gembira yang terukir di wajah Jayard. Cahaya itu tiba-tiba menghilang begitu saja.

Whistle of the OcarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang