Hari ini Gio udah di perbolehin untuk pulang. Jadilah Beni yang di tugasin untuk menjemput sahabat karibnya itu. Sebenarnya tadi anak-anak 1sivage akan ikut menemani sekaligus merayakan kepulangan Gio. Tapi harus tertunda karena ada masalah yang harus di bereskan di markas.
"Padahal gue berharap ketua datang jemput gue" tampak Gio cemberut dengan bibir mengerucut kayak bebek.
"Ada hal penting yang harus mereka lakuin" jelas Beni berusaha agar membuat Gio tidak merajuk.
"Sepenting apa dengan kepulangan gue. Gue ini habis kecelakaan loh" dengan kesal Gio melipat kedua tangannya.
"Penting banget, sampe mungkin lo kalau dengar bisa kagetnya sampai nggak bisa tidur" ucap Beni sedikit berlebihan.
"Masa sih" Gio mulai agak penasaran dengan hal penting yang sahabat-sahabat lakukan sampai rela tidak menjemputnya pulang.
"Iya Gi, sayang gue nggak di kasitau apa masalahnya. Nanti kemarkas katanya"
Tampak Gio mendesah lesuh. "Yahh ... padahal gue penasaran anjir"
"Nanti juga lo tau. Udah ah! Yok kita pulang" Beni menenteng tas yang sudah berisi segala keperluan Gio selama dirumah sakit.
"Pulang kemana?"
Beni berbalik menatap sahabatnya itu. "Kerumah gue, mama gue udah kangen sama lo"
Ucapan itu berhasil membuat senyum Gio terbit begitu lebar. Ia tidak perlu pulang kerumah yang bak bukan tempat tinggal karena bagaikan neraka. Di rumah Beni ia merasakan apa yang itu namanya keluarga.
"Terus kosan gue?" Bingung Gio.
"Alah, kalau lo di kosan nggak ada yang bisa rawat lo. Mending di rumah gue, emak gue siap deh masakin apa aja yang lo suka. Sekalian lo irit biyaya kan, meski gue tau lo kaya"
Kedua orang itu berjalan sambil mengobrol ria, meski kesusahan dengan tongkatnya Gio tetap berusaha terlihat baik-baik saja. Dengan Beni menenteng tas besar milik Gio, kadang Beni hanya menghela napas melihat Gio yang emang keras kepalanya kebangetan banget.
Di bantu dengan kursi roda, Gio malah sok nolak. Katanya masih bisa pakai Tongkat. Tunggu-tunggu aja tuh, entar lagi ngeluh. Beni sudah yakin akan apa yang sebentar lagi terjadi.
"Ternyata susah juga yang pakai tongkat gini" belum ada 15 menitan mereka berjalan, Gio udah merasa kelelahan.
"Yah siapa tadi yang sok nolak pakai kursi roda, akhirnya ngeluh juga kan" sarkas Beni melirik sinis sahabatnya itu.
Gio hanya bisa nyengir. "Yah kan gue nggak mau repotin lo atau para perawat. Selagi gue bisa kenapa harus pakai bantuan coba"
Memutar bola matanya malas, Beni berdecak jengkel. "Inilah kalau orang yang di kasih kemudahan lebih memilih kesusahan. Emang otak lo Gi udah mindah di dengkul"
"Sejak kapam otak bisa pas di dengkul?" Heran Gio, bahkan keningnya ikut mengkerut.
Ingin sekali Beni melepaskan satu bogeman saja di wajah sok polos mikik sahabatnya itu.
"Udah ah! Nggak usah banyak nanya, mending cepat pulang agar lo cepat istrahat" lama-lama naik darah juga Beni kalau terlalu kelamaan berdebat dengan mahluk macam Gio.
Entah kenapa sahabatnya itu jadi bodoh semenjak kecelakaan. Tidak tau kemana Gio yang dulu, yang di sampingnya ini bukan seperti sahabatnya saja.
Atau, jangan-jangan, Gio mengalami transmigrasi kayak di novel-nove. Memikirkan hal itu membuat Beni bergidik ngeri, di tatapnya sekilas sahabatnya sebelum menggelengkan kepalanya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
my Sweet Gangster
Romance⚠️ warning!! ini mature content, banyak adegan 18+ ke atasnya. Kekerasan, seks, dan ucapan frontal. Jadi mohon bijak yah, yang nggak suka sama cerita kayak gini ganti lapak aja. "lo bukan jalang, tapi milik gue. seluruh apa yang ada dalam diri lo it...