0:19

14.4K 593 39
                                    

Attaya terdiam mematung dengan mata menatap hamparan gedung di hadapannya. Gadis bersurai pirang itu tidak beranjak dari tempatnya sedari tadi, ia seolah dipaku tak bisa kemana-mana selain menikmati udara sejuk.

Sampai satu tangan memeluk pinggang rampingnya. Attaya tau siapa pemiliknya, ingin berbalik tapi si pelaku menahan tubuhnya. Sadar sekali kalau tubuhnya tidak sebanding dengan tubuh Mikey yang besar.

"Kenapa, hm?" Tanyanya sambil menelusupkan kepalanya di ceruk leher itu.

"Gue liat lo sedari tadi melamun terus" lanjutnya, bibir Mikey mulai bergeleria kemana-mana memberikan kecupan-kecupan kecil di atas tengkuk gadis itu.

"Key ...." panggil Attaya lirih.

Merasa ada sesuatu hal yang sepertinya ingin Attaya omongin, Mikey mendongak dan membiarkan kepalanya menyandar di bahu yang berbalut kaos putih itu.

"Ada apa? Ada yang mengganggu pikiran lo?" Tanya Mikey, wajahnya sedikit di condongkan agar bisa melihat raut wajah gadisnya.

Menoleh ke arah Mikey juga, Attaya membawa tangannya mengelus rahang itu lembut. Hatinya terasa sakit entah kenapa.

"Key ... lo nggak akan pernah pergi ninggalin gue kan" ucapnya tiba-tiba menbuat Mikey tertegun.

"Gue tau, gue cuman cewek bayaran buat lo. Tapi entah kenapa gue merasa nyaman ada di dekat lo, gue takut jika suatu saat lo ninggalin gue. Rasanya ada ribuan jarum yang menghantam hati gue Key, sakit banget" lirih cewek itu yang tentunya masih bisa Mikey dengar.

Mengeratkan pelukannya, Mikey memberikan kecupan-kecupan lembut pada bahu Attaya yang masih tertutup baju.

"Gue janji nggak akan ninggalin lo, lo wanita gue Attaya, lo milik gue, selamanya akan terus seperti itu"

Bisakah Attaya berharap dengan kata-kata yang keluar dari mulut seorang lelaki, meski merasa bahwa masih ada yang mengganjal di dalam sana. Entah kenapa, rasanya hatinya seolah bisa merasakan sesuatu yang sepertinya akan terjadi.

"Yah ... gue milik lo"

Di lain tempat Saga berjalan memasuki sebuah rumah yang sudah jarang sekali ia datangi. Terlalu menyakitkan sebenarnya untuk dirinya untuk kembali menginjakkan kakinya di rumah itu.

Saat membuka pintu, seperti ada yang meremas jantungnya kuat. Bayangan-bayangan masa lalu kembali menghantuinya, Saga termenung.

"Loh, den Saga, kok nggak masuk" suara seorang wanita menyadarkan Saga dari lamunannya.

Cowok itu mengangkat pandangannya dan tersenyum pada wanita paruh baya yang sudah setia merawat rumahnya.

"Apa kabar bik?"

"Saya baik den, kalau aden sendiri, baikkan?" Tanya wanita itu yang di angguki Saga.

"Yah, saya baik" sanking baiknya, sampai rasanya hati ini seperti terkena berbeton-beton batu, berat.

"Ayok den masuk, bibik baru aja selesai masak tadi" kata wanita itu, menuntun jalan Saga menuju dapur.

Bau semerbak makanan mengingatkan Saga akan satu sosok yang tidak pernah bergenti merecokinya dengan celotehan-celotehan tentang betapa pentingnya menjaga asupan makan.

"Lo tuh harus banyak makan Sa, liat tuh badan lo udah kayak tangannya spengoboob sanking kurusnya"

"Ga, jangan lupa makan lo. Gue nggak akan berhenti ingatin lo"

"Jangan main ponsel terus, nggak baik buat mata"

"Saga ... woy! Bangub kebo"

"Saga, bik Nur udah buatin makanan persis masakan mamah, cepatan gih sana"

my Sweet GangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang