• 02 || Salah Rasa

79 3 0
                                    

Happy reading.

>><<

Adhit berjalan di koridor kelas sendirian, tangan laki-laki itu ia masukan ke dalam saku celananya. Keren. Menurut beberapa siswa, Adhit adalah sosok laki-laki yang sangat diidamkan oleh para kaum Hawa, terutama Diandra.

Langkah Adhit terhenti ketika ia melihat Diandra berlari masuk ke dalam gerbang, dari koridor kelasnya.

Lucu.

Sejak hari pertama masuk ke sekolah ini, satu tahun yang lalu. Adhit memang sudah memperhatikan gadis itu, gadis ceroboh dan lugu yang mampu mencuri perhatian siapapun yang melihatnya.

Apa lagi saat mereka di hukum untuk bernyanyi di depan kelas tetangga saat kalah main game. Wajah menahan malu milik gadis itu terlihat begitu lucu hingga Adhit seperti ingin mencubit pipinya sampai merah.

Tapi rasanya masih kurang, mana mungkin seseorang bisa jatuh cinta hanya dalam waktu kurang dari satu minggu. Bahkan Adhit saja belum tau lebih jauh tentang gadis itu. Pikirnya saat itu.

"Woy! Ngeliatin siapa sih, serius banget?"

Laki-laki yang baru saja datang itu berhasil membuyarkan lamunannya. Padahal sedikit lagi senyuman Adhit nyaris merekah ketika mengingat hal konyol yang ia alami saat itu.

Ck.

"Ganggu lo!"

Adhit berjalan masuk ke dalam kelas diikuti oleh seorang laki-laki di belakangnya.

"Ngeliatin Diandra, ya? Hahaha, Diandra mana mungkin suka sama lo," ejek Fathur.

"Berisik!"

"Gue cuma ngasih tau faktanya, Dhit, lagian juga lo masih deketin kakak kelas kita itu, kan?"

"Naya gak ada harapan," jawabnya enteng.

"Terus lo langsung deketin Diandra? Gila playboy satu ini."

"Kenapa nggak?"

Iya, begitu lah Adhit. Laki-laki yang mudah akrab dengan siapapun termasuk para wanita. Kadang sikapnya memang membuat beberapa orang merasa bahwa laki-laki itu menyukainya, padahal, Adhit hanya melalukan kewajibannya sebagai manusia. Iya, berbuat baik.

Pagi itu jam pelajaran kosong, guru yang seharusnya mengajar di kelas ipa satu berhalangan hadir dan tidak memberikan tugas apapun. Selayaknya anak SMA di sekolah lain, jam kosong adalah salah satu kabar yang paling membahagiakan untuk para siswa.

"Gue boleh duduk di sini?" Laki-laki itu melirik kursi kosong yang berada di depan meja Diandra dan menatap ketiga temannya bergantian.

"Boleh," jawab Livy seraya menggeser kursi di sebelahnya.

"Boleh tukeran?" tanyanya lagi.

"Maksudnya?"

"Gue di tempat lo."

"Oh oke." Livy membiarkan Adhit duduk di tempatnya dan dia duduk di sebelahnya. Saat ini posisi Adhit benar-benar di depan tempat duduk Diandra, dan hanya berjarak sekitar tiga puluh senti dari wajahnya.

"Lagi bahas apa?" tanya Adhit sambil merapikan posisi duduknya.

"Cowonya Livy, biasa si bucin." Annastasya menimpali.

Satu jam, dua jam, tiga jam, bahkan sampai lima jam mereka membahas hal-hal tidak penting. Mereka bahkan rela melewati jam istirahat hanya karena tidak mau ketinggalan mengenai pembahasan mereka yang sebenarnya tidak terlalu menarik.

Tapi berbeda dengan Adhit, laki-laki itu terlihat sangat tertarik dengan pembicaraannya kali ini. Ya, karena tujuannya untuk mengetahui Diandra lebih jauh lagi. Meskipun sepertinya ia salah langkah. Diandra justru lebih banyak mengamati ketimbang ikut membahas tentang dirinya dan kehidupannya. Gadis itu justru mendapat banyak informasi mengenai Adhit dan masa lalunya. Meski sudah satu tahun berada di kelas yang sama, Adhit dan Diandra sebelumnya sangat tertutup dan tidak saling dekat satu sama lain.

Salah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang