Happy reading.
>><<
Ratna memutuskan pulang ke rumah sebentar untuk mengganti pakaian dan mengambil beberapa baju Diandra yang berada di rumah. Anak semata wayangnya itu masih harus dirawat sampai besok malam. Perempuan itu memasukan beberapa pakaian kedalam tas berwarna cokelat, dan beberapa barang lain yang sekiranya akan dibutuhkan.
Brak!
Ratna terlonjak kaget, manik matanya langsung menatap pria tua yang berdiri di depan pintu kamar Diandra, dengan tatapan kaget dan takut.
"Astaga! Mas, kamu kapan sampe? Aku telfon kamu daritadi tapi handphone kamu nggak aktif." Ratna menghampiri pria itu dan meletakan kedua tangannya pada bahu bidang milik suaminya.
"Jangan banyak tanya aku pusing. Cepet buatin minum!" Pria itu berjalan keluar dengan tubuh sempoyongan.
Ratna turun dan membuatkan secangkir kopi panas untuk suaminya yang saat ini sedang duduk di sofa panjang sembari memijat pelipisnya.
"Ini, Mas, kopinya."
Pria itu menghirup aroma kopinya dalam-dalam sembari memejamkan matanya. Sllurrpp. Ia berdecak kagum, kopi buatan istrinya memang tidak pernah bisa tergantikan.
"Habis ini kamu ikut aku ke rumah sakit, ya, Mas?"
Kening laki-laki itu mengkerut sambil kembali menyeruput kopi hitamnya. Sedetik kemudian ia meletakan kopinya di atas meja dan menatap manik mata istrinya. "Ngapain ke rumah sakit? Kamu sakit?" tanyanya.
"Lho, kamu nggak baca pesan aku, ya? Aku kira kamu pulang karena sudah baca pesan dari aku."
" .... "
"Diandra masuk rumah sakit, Mas."
"Oh, iya-iya. Kamu aja lah urus dia, aku sibuk, banyak urusan, ini juga aku sudah harus pergi lagi."
"Urusan apa sih, Mas? Kamu aja nggak kerja, apa yang mau di urusin?"
"Ya, bukan urusan kamu."
"Mas, ini Diandra, lho, Mas, yang sakit. Diandra itu anak kamu juga, bukan cuma anak aku!"
"Biasanya juga kamu yang urus dia, berarti gak perlu ada aku, kan?"
"Ya, memang. Memang aku gak perlu kamu, tapi Diandra perlu, Mas. Diandra butuh sosok ayahnya."
Pria itu sama sekali tidak menghiraukan ocehan perempuan yang masih duduk di sofa panjang itu. Pria itu berjalan keluar dan masuk ke dalam mobilnya lalu melajukannya pergi menjauh dan menghilang di balik persimpangan jalan.
Ini bukan kali pertama mereka bertengkar hanya karena masalah yang sebetulnya tidak sulit untuk di lakukan. Pernikahan mereka terjadi karena perjodohan, dan Diandra adalah anak yang diminta oleh orang tua pria tersebut agar mendapatkan harta warisannya. Ya, ini semua terjadi bukan atas dasar cinta. Tidak pernah ada rasa cinta yang tumbuh di dalam keluarga ini.
•••
"Get well soon, ya, Ra," ujar Feby sambil berpamitan dan berjalan ke luar dari ruangan serba putih itu.
"Makasih, Feb, sorry jadi ngerepotin," jawab Diandra dengan suara kecil yang sedikit serak. Feby hanya tersenyum dan melanjutkan langkahnya diikuti oleh Keenan dan Adhit.
"Dhit, sorry, ya. Gara-gara lo nganterin gue tadi, lo jadi telat ke rumah Diandra," ucap Feby saat Adhit sudah berada di sebelahnya.
"Gak papa, Feb," ucap Adhit melirik Feby datar. "Nan, makasih, ya, lo udah bantuin bawa Diandra ke rumah sakit," kali ini tatapannya beralih pada Keenan yang berdiri di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Rasa
JugendliteraturMencintai seseorang yang masih menyimpan rapih kenangan bersama masalalunya adalah seni menyakiti diri sendiri. Cinta akan menjadi baik ketika kita memilih pilihan yang tepat, pada rasa yang tepat, waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat pula. ...