• 12 || Salah Rasa

18 2 0
                                    

Happy reading.

>><<

Di dalam ruangan itu hanya terdengar suara jam dinding dan gemercik air yang berasal dari aquarium kecil yang berada di pojok kamar gadis itu. Tubuh Diandra benar-benar lemas terbaring di tempat tidurnya. Ratna, ibu dari gadis itu duduk di tepian kasur sambil mengecek suhu tubuh anak semata wayangnya.

"Ibu ambilin kamu makan dulu, ya, Ra." Ratna mengusap rambut putrinya.

"Diandra belum lapar, Bu," ucapnya dengan suara serak.

"Tapi kamu harus makan."

Diandra mengangguk pasrah, ia tidak ingin membuat satu-satunya orang yang dia sayang mengkhawatirkan kesehatannya.

Drett .... drett ... drett ....

Dengan sisa tenaga yang ia punya, gadis itu meraih ponsel di sebelahnya. Melihat nama Adhit yang terpampang jelas pada layar ponselnya.

"Halo, Ra."

"Kenapa, Dhit?"

"Kata, Ann, lo sakit. Kok gak ngabarin gue?"

"Untuk buka handphone aja rasanya pusing, mana kepikiran untuk ngabarin lo."

"Pulang sekolah, gue ke rumah lo, ya?"

"Gak usah, sebentar lagi juga sehat.

"Gue bakalan tetap ke sana."

" .... "

"Yaudah, gue matiin, ya. Cepat sembuh, Ra."

Panggilan terputus, Diandra melempar ponselnya ke tepian tempat tidur. Ia memejamkan mata dan kembali masuk ke alam mimpinya.

>><<

Bel tanda berakhirnya jam pelajaran pada hari ini berdering dan terdengar hingga ke seluruh penjuru sekolah. Pintu-pintu yang sebelumnya tertutup rapat kini sudah mulai terbuka lebar dan menyajikan siswa-siswi yang berebut untuk segera keluar kelas.

"Dhit."

Adhit menoleh ketika mendengar ada seseorang yang memanggil namanya. Feby, gadis itu berjalan mendekat sambil memasukan sebuah buku ke dalam tas sekolahnya.

"Gue boleh minta tolong nggak?" tanya Feby.

"Minta tolong apa?"

"Boleh minta tolong anterin ke makam ayah, nggak?"

"Tapi gue ada-"

"Dhit, tolong," ucap Feby memohon.

Adhit menghela napas kasar, ia melirik jam di tangan kirinya dengan tatapan cemas. "Di mana?"

"Gak jauh kok."

Adhit mengangguk, laki-laki itu berjalan menuju parkiran diikuti oleh Feby yang berjalan di sebelahnya.

Adhit melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata. Melewati ratusan motor di jalan yang cukup ramai di sore hari yang sedikit mendung.

Satu jam kemudian. Motor laki-laki itu sudah terparkir di TPU yang berada di kawasan Tangerang Selatan. Adhit merapikan rambut ikalnya dan meletakan helm di atas motornya.

Salah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang