Happy reading.
>><<
Ting.
Diandra meraih ponsel yang berada di atas nakas tempat tidurnya dan membuka notifikasi pesan yang baru saja masuk. 'Ra, hari ini free?' begitu kiranya isi pesan itu. Pesan dari Adhit.
Diandra mengetik sesuatu di ponselnya. 'Free, kenapa?'
Satu menit, dua menit, hingga lima menit berlalu, Adhit tak kunjung membalas pesannya. Diandra melempar ponselnya ke tepi tempat tidur dan kembali merebahkan badannya di atas kasur yang mulai terasa dingin. Sial! Gadis itu berharap terlalu jauh.
"Gak mungkin, Ra, gak mungkin Adhit ngajak lo jalan," monolognya.
Hari minggu yang seharusnya menjadi hari paling menyenangkan, kini malah terasa sebaliknya. Diandra hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dan membaca beberapa buku yang sudah ia beli sejak lama namun belum sempat ia baca.
Tok ... tok ... tok ....
"Ra, ada temen kamu tuh di depan."
Diandra segera bangkit dari tempat tidurnya, wajahnya terlihat kembali sumringah, gadis itu mengambil kardigan hitam dari dalam lemari dan berlari kecil menuju halaman rumahnya tanpa memperdulikan ibunya yang menatapnya bingung.
Diandra menghentikan langkahnya saat ia sudah melihat siapa yang datang, raut wajahnya kembali berubah datar.
"Ternyata lo yang dateng," ucapnya melas.
"Ya, emang gue, lo berharapnya siapa, Ra, yang dateng?" ucap Ann sedikit menahan tawa ketika melihat perubahan raut wajah temannya itu.
"Ck! Gue kira Adhit." Diandra kembali berjalan masuk ke dalam kamarnya diikuti oleh Ann di belakangnya.
"Adhit!?" ujar Ann penuh tanda tanya.
"Dia message gue tadi, nanya gue sibuk nggak .... "
"Terus?"
Diandra mengangkat kedua bahunya dan menghela napas kasar. "Dia ngilang."
"Gue bilang juga apa Diandra, jangan sama dia, ngeyel sih lo!" ucap Ann dengan sedikit emosi yang membara.
"Siapa tau dia tiba-tiba ada urusan mendadak, Ann, makanya gak bisa bales pesan gue."
"Positive thinking itu boleh, tapi jangan lupa, otaknya dipake."
"Lo jangan bikin gue pesimis gitu dong, Ann."
"Dari awal emang harusnya lo udah pesimis, Ra."
Annastasya duduk di atas tempat tidur Diandra dan membuka laptop yang ia bawa. Sedangkan Diandra duduk di depan meja belajarnya sembari mengetuk-ketukan jarinya di atas ponsel yang ia pegang.
"Gak usah ditunggu, Ra."
•••
Seperti biasa, jam enam lewat lima belas, Diandra dengan seragam lengkapnya berjalan sendirian melewati koridor untuk sampai di kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Rasa
Teen FictionMencintai seseorang yang masih menyimpan rapih kenangan bersama masalalunya adalah seni menyakiti diri sendiri. Cinta akan menjadi baik ketika kita memilih pilihan yang tepat, pada rasa yang tepat, waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat pula. ...