Happy reading.
>><<
Diandra dengan seragam putih abu-abunya sudah siap untuk berangkat menuju SMA Pelita Bangsa. Hari ini adalah hari ujian terakhir dan sudah hari ke tujuh sejak Adhit memutuskan untuk tidak menghubungi Diandra.
Setelah ujian selesai, semua siswa akan merasakan liburan panjang di akhir tahun ini. Dan malam ini adalah malam tahun baru, malam di mana Keenan mengundang semua teman-temannya untuk datang ke acara yang dia buat sebagai perayaan.
Dari ujung koridor, sudah ada Adhit dan teman-temannya yang entah sedang membicarakan apa. Wajah laki-laki itu terlihat sangat serius. Diandra sekalipun tidak ingin melewati pemandangan ini, seperti ada kesenangan tersendiri ketika melihat laki-laki itu.
Ia melewati Adhit dan gerombolan teman-temannya lalu berjalan masuk ke dalam kelas. Sudah cukup ramai.
"Susah, ya, punya temen pinter. Pagi-pagi udah sibuk sama buku," nyinyir Diandra saat ia melihat Annastasya sedang membaca buku di tempatnya.
"Mati gue, Ra, kalo sampe gak belajar," ucapnya panik.
Mata pelajaran Sejarah. Satu-satunya pelajaran yang paling sulit menempel di otak perempuan bernama Annastasya itu. Jika Annastasya sudah terlihat panik seperti ini, biasanya ia akan menyerahkan nasibnya pada Diandra.
Niat awal Annastasya untuk membaca buku yang sudah ia pegang itu seketika lenyap ketika Livy sudah datang dan bergabung bersama mereka berdua. Yang ada kini justru gurauan-gurauan dan obrolan yang entah mau dibawa ke mana alurnya. Diandra yang semula merasa sedang tidak baik-baik saja, kini rasanya energi gadis itu sudah kembali penuh seperti biasanya.
Senyum mereka pudar ketika bel masuk berbunyi. Annastasya kembali membuka-buka buku di depannya dengan raut wajah panik. Ia bahkan lupa materi apa saja yang sudah ia baca sebelumnya. Gadis itu menelan ludahnya. Menatap Diandra dengan tatapan memohon bantuan. Dengan tubuh lemas dan pasrah, gadis itu duduk di tempat yang semestinya. Ya, saat ujian tempat duduk mereka tidak lagi berdekatan.
"Sabar, ya, Ann," ucap Diandra setengah bergurau sambil menepuk bahu temannya itu. Gadis itu hanya bisa mencibir.
•••
Suara high heels yang beradu dengan lantai marmer menghiasi keheningan di dalam ruang kelas ini. Perempuan pemilik high heels itu terus berjalan mengelilingi seisi ruangan dan menajamkan tatapannya ketika ia melihat sesuatu yang mencurigakan.
Annastasya menatap Diandra dengan tatapan pasrah, namun tatapan itu urung ketika sang pengawas berdeham yang membuat jantung berdebar. Andai saja pengawas itu tau jika semua murid yang sedang bertaruh nyawa melewati ujian hari terakhir ini sudah tidak mampu untuk menanyakan jawaban pada siapapun karena kakinya yang selalu bergerak kesana kemari.
Diandra sudah hampir selesai begitupun dengan Livy yang hanya tinggal membaca ulang saja. Berbeda dengan Annastasya yang masih sibuk menulis di kertas yang berada di atas mejanya.
"Kumpulkan kertasnya di depan sekarang," ucap pengawas itu tegas.
Grasak-grusuk mulai mengisi keheningan. Kebanyakan dari mereka tidak sadar bahwa waktu yang mereka lewati sudah cukup lama. Wajah murung milik Annastasya terlihat begitu jelas. Ia hanya bisa berharap bahwa nanti akan ada malaikat baik yang bisa membantu membenarkan semua jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Rasa
TeenfikceMencintai seseorang yang masih menyimpan rapih kenangan bersama masalalunya adalah seni menyakiti diri sendiri. Cinta akan menjadi baik ketika kita memilih pilihan yang tepat, pada rasa yang tepat, waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat pula. ...