Happy reading.
>><<
Satu minggu setelah kejadian hari itu, Renata benar-benar merasa ada yang tidak beres dengan dirinya. Ia mengurung diri di kamar sambil berusaha menghubungi Haris yang menghilang entah kemana. Matanya sembab dan sekeliling matanya menghitam karena jam tidurnya yang berantakan.
Ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit, memastikan bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak perlu ada yang di khawatirkan tentang kesehatannya.
Tiga puluh menit berlalu, gadis itu sedang menunggu di depan sebuah ruangan bernuansa putih yang berada di rumah sakit. Gadis itu duduk di kursi panjang sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding.
"Renata adzania," ujar seorang perempuan cantik dengan pakaian putih-putih khas perawat di rumah sakit.
Gadis itu berjalan masuk dan berbaring di atas brankar sembari menunggu dokter selesai memeriksanya.
"Silahkan duduk," ucap Dokter perempuan yang mempersilahkan Renata untuk duduk di hadapannya.
"Gimana, Dok, hasilnya?"
"Mba positif hamil, selamat, ya."
Degh.
Renata bungkam. Gadis itu menatap meja di hadapannya dengan tatapan kosong tak percaya, ada yang menikam jantungnya sampai sakitnya begitu terasa.
"Usia kandungannya masih sangat rentan, dan mba juga masih terlalu muda untuk mengandung. Jadi saya minta mba jaga kesehatan dan makan yang teratur, ya."
Gadis itu benar-benar tak menjawab. Bagaimana bisa? Ia bahkan tidak mengerti apa yang sudah terjadi pada dirinya. Bagaimana bisa ia mengandung? Apa yang harus ia katakan pada ayahnya, pada guru-guru yang selalu kagum dengan prestasinya.
"Mba?"
"I-iya, Dok."
"Apa Mba punya suami?"
Diandra mengangguk ragu, tidak mungkin ia mengatakan jika dirinya mengandung bayi tanpa seorang suami. Air matanya menetes, tubuhnya lemas dan dadanya sakit.
"Ini saya kasih resep untuk ambil vitamin di bagian apotik, ya, Mba."
Dokter itu memberikan secarik kertas dan mempersilahkan Renata meninggalkan ruangannya. Gadis itu berjalan lunglai menuju halaman rumah sakit. Ia tidak mengambil vitamin yang disarankan oleh Dokter itu. Karena dirinya sendiripun tidak percaya jika dirinya hamil.
Gadis itu kembali mengurung dirinya di kamar, mengacak-acak rambutnya dan menatap pantulan wajahnya di cermin dengan tatapan jijik. Air matanya berderai tak berhenti. Berkali-kali ia mencoba menghubungi Haris namun sama sekali tidak mendapatkan jawaban apapun.
Renata melempar ponselnya ke sembarang tempat. "Brengsek!!!" teriaknya.
Vas bunga, botol parfum kaca, jam meja, bahkan barang-barang lain yang berada di atas meja ia lempar mengenai dinding hingga menimbulkan suara bising dari dalam kamarnya.
Ia menarik semua ucapannya pada malam itu. Jatuh cinta berkali-kali dengan orang yang sama tidak selamanya baik. Jika ia tau akhirnya akan jauh lebih buruk, mungkin ia akan mengatakan bahwa hidup sendirian dan kesepian seribu kali lebih baik dibandingkan harus kembali bersama dengan orang yang salah.
"Bu, Haris akan bales semua rasa sakit ibu ke laki-laki bejat itu. Haris sayang ibu. Ibu yang tenang, ya."
Laki-laki itu menabur bunga yang ia beli dan beranjak meninggalkan tempat itu. Tak lupa ia juga meletakan setangkai bunga mawar merah di atas pusara ibunya.
Ia membuka ponselnya. Ratusan misscall dan pesan berasal dari Renata yang sengaja ia abaikan. Ia sama sekali tidak pernah jatuh cinta pada gadis itu. Tujuannya mendekati Renata semata-mata hanya karena dendam kesumat yang ingin ia balaskan pada ayah dari gadis itu.
Haris tau jika Renata adalah anak semata wayang dan harapan satu-satunya. Ia juga tau jika laki-laki bejat -orang tua Renata- itu sangat menyayangi gadis itu. Karena itu, ia akan menghancurkannya melalui Renata, harga diri, karir, bahkan masa depan anak gadis itu akan hancur di tangannya.
Haris melajukan motornya menuju rumahnya dan membawa Venus pergi dari rumah itu. Ia memilih untuk mencari rumah lain agar Renata tidak bisa mencarinya. Laki-laki itu tau jika Renata dinyatakan positif hamil. Ia tidak perduli, ia akan lari, ia akan membiarkan Renata menderita sama dengan ibunya yang harus mengandung Venus tanpa sosok laki-laki di sebelahnya.
Di sisi lain, kondisi kamar Renata sudah benar-benar berantakan. Nyaris semua barang yang ada di ruangan itu tidak sesuai dengan tempat yang seharusnya. Perasaan takut, cemas, dan bayangan-bayangan buruk lainnya benar-benar membuatnya gila.
Drett ... drett ... drettt ....
"Halo."
"Renata, ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu. Tolong untuk segera datang ke ruangan saya sekarang."
Tutt ... tutt ... tuttt ....
Panggilan terputus. Napas gadis itu memburu. Dengan tubuh lemas, Renata segera menuju ke sekolahnya dengan wajah yang masih terlihat sedikit pucat.
Beberapa pasang mata menatapnya dengan tatapan tidak suka saat melihat Renata melintas di lorong sekolah. Tidak seperti biasanya. Gadis itu hanya bisa menunduk takut dan mempercepat langkahnya menuju ruang wali kelasnya.
Di dalam ruangan kecil itu sudah ada perempuan paruh baya yang duduk menghadap ke belakang di kursinya. Ia memutar kursinya dan menatap Renata dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kacamata berwarna merah yang bertengger di hidungnya membuat perempuan itu terlihat lebih garang dari biasanya.
"Duduk," ucapnya singkat dan tegas.
Renata mengikuti ucapan perempuan itu dan duduk di hadapannya. Sementara perempuan paruh baya itu mengeluarkan map berwarna kuning dan menyodorkan isi dari map itu ke arah Renata.
Betapa terkejutnya gadis itu ketika ia melihat fotonya saat malam kejadian itu beredar bahkan sampai ke tangan pihak sekolahnya.
"Bu, saya bisa jelasin soal ini. Saya sama Haris cuma dinner biasa malem itu."
Tak ada jawaban. Perempuan paruh baya itu malah membuka laptop di depannya dan memutarnya ke arah Renata untuk menunjukan sebuah video. Mata gadis itu memerah. Bagaimana bisa videonya malam itu bisa tersebar, siapa yang merekam dan menyebarkannya.
"Bu, saya bisa jelasin,-"
"Cukup, Renata. Kamu nggak perlu jelasin apa-apa lagi. Kamu sudah melanggar peraturan sekolah kita, dan kamu juga sudah melanggar persyaratan beasiswa yang sudah kamu tanda tangani. Pihak sekolah sudah sepakat untuk mem-blacklist kamu dari daftar peserta, dan mengeluarkan kamu dari SMA Pelita Bangsa.
"Bu, tapi ini gak adil buat saya! Sepenuhnya kejadian ini bukan salah saya. Saya bahkan gak tau siapa yang rekam dan menyebar video itu."
"Siapapun yang melakukan itu, kamu tetap salah dan harus menanggung akibatnya. Kamu gak lupa, kan, dengan perjanjian kita hari itu?"
Renata sudah benar-benar tidak bisa mengatakan apapun, lidahnya kelu. Bahkan untuk membela dirinya sendiri saja ia tidak bisa.
"Kamu masih boleh datang ke acara tahunan sekolah kita untuk terakhir kalinya. Saya turut bersedih atas apa yang menimpa kamu, tapi deal its a deal Renata, kamu gak bisa egois."
Renata mengusap pipinya dan bergegas meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang hancur. Mimpinya hanya akan menjadi kepingan harapan yang tidak akan bisa ia gapai.
"Saya permisi."
>><<
Akhirnya update lagi, ada yang nungguin?
18 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Rasa
Novela JuvenilMencintai seseorang yang masih menyimpan rapih kenangan bersama masalalunya adalah seni menyakiti diri sendiri. Cinta akan menjadi baik ketika kita memilih pilihan yang tepat, pada rasa yang tepat, waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat pula. ...