05. night

100 22 5
                                    

Bulan terasa lebih gelap dari biasanya, angin yang mengelilingi Javas kali ini membuat Javas sedikit kedinginan. Apa karena malam ini dia makan malam bersama orang tuanya yang membuat suasananya sangat tidak mengenakkan.

Hubungan Javasgar bersama kedua orang tuanya memang tidak baik. Ditambah ayah dan ibunya yang kini memiliki keluarga baru masing masing membuat Javas tidak memiliki 'rumah' untuk berpulang.

Dikarenakan kehendak sang Ibu, Javas mengiyakan makan malam ini dan disinilah Javas berada.

Cafe elite di kawasan Bandung yang selalu banyak pengunjung dari Senin sampai Minggu, dan orang tua Javas memesan tempat VIP untuk makan bersama malam ini.

Ruangan yang berdinding kaca sehingga orang orang didalamnya dapat melihat kegiatan pengunjung lain diluar sana.

Javas mengambil tempat dekat dinding tersebut agar dapat mengalihkan pandangannya dari empat orang tua yang memuakkan baginya.

"Javas gimana sekolahnya?."

Christie, Ibu Tiri Javas membuka pembicaraan kali ini. Javas terlihat malas sebenarnya namun bagaimanapun dia harus menjawab pertanyaan dari ibu tua satu ini.

"Baik Bun, kek biasa," Jawab Javasgar  seadanya. Matanya mulai sayu akibat menahan kantuk.

"Jangan sering main sama anak band mu itu," balas Jody, ayah kandung Javas.

"Siapa kamu ngatur ngatur saya?."
Javas paling benci jika ayahnya sudah membuka mulutnya karena biasanya pria tersebut tidak pernah mengontrol omongannya yang bahkan membuat Javas sakit hati mendengarnya.

Dari mulut sampah pria itulah yang membuat Melati, Ibu kandungnya memutuskan untuk bercerai.

"Saya ayah kamu! Dengan kamu main band gak berguna seperti itu bikin kamu makin bodoh!."

Sakit hati? Tentu tidak. Lontaran kata kata seperti itu sudah tidak mempan lagi untuk Javas. Perkataan jahat ayahnya tersebut sudah mati bagi Javas sejak dua tahun yang lalu.

Tidak menjawab, Javas membuang mukanya menghadap dinding kaca di sampingnya untuk melihat sekitaran kafe yang ramai sekali.

"Jelita."

Cewek yang dia sebut dalam hati itu sedang duduk sendiri dibawah sana dengan sebuah minuman didepannya.

Sedang apa dia disini?

Setelah kenal dengan Jelita, membuat Javas merasa dia selalu bertemu dengan cewek PMR itu dimanapun dan kapanpun.

Apa dia sebenarnya sering bertemu tapi posisi waktu itu mereka tidak saling mengenal?.

Dipandanginya Jelita dengan tenang. Jelita tidak melakukan apa apa dan seperti menunggu seseorang.

Lima belas menit berlalu Javas memandanginya tanpa memakan apapun dihadapannya. Javas juga bingung kenapa dia kali ini tertarik.

Sampai akhirnya dilihatnya Jelita beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan kafe tersebut.

Javas tersentak dan berdiri lalu merapikan barang barangnya ingin keluar.

"Javas mau kemana," Melati kebingungan melihat anak lakinya yang bergegas.

"Mah aku duluan yah have fun dinner nya."

Javas mengecup kening Ibunya lalu berlalu pergi tanpa berpamitan dengan Ayah dan ibu tirinya. Dibandingkan dengan ayahnya, Melati masih memerankan perannya sebagai Ibu untuk Javas walaupun jarang memberi waktu yang banyak kepada putera semata wayangnya, tak heran lelaki itu masih bisa bermanja dan berkeluh kesah kepadanya. Melati berusaha sebaik mungkin agar tidak terlihat buruk dihadapan Javas mengingat anaknya yang memiliki mood tidak ditebak.

Eighteen (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang