Dari yang berawal ingin lari pagi bersama, kini berakhir dengan suasana dingin diantara keduanya.
Jelita dan Arsen kini duduk menepi di sebuah bangku panjang. Tidak ada yang ingin memulai. Jelita tidak berhenti menatap kekasihnya yang nampak menyusun kata kata untuk menjelaskan semuanya.
"Kamu sering lari bareng Killa?" Pada akhirnya Jelita lagi yang memulai.
Arsen mengangguk sebagai jawaban. "Kamu tahu kan dia asma? Dia ngajak lari buat menstabilkan pernapasannya." Arsen menjelaskan.
"Sama kamu?"
"Ya sama siapa lagi kalau bukan sama aku?" Pria dihadapannya sangat bisa untuk mencari lubang pembelaan.
"Teman dia kan gak kamu doang?" Jelita menahan amarahnya. Dia mencoba bertanya dalam keadaan tenang.
Arsen memutar mata dan otak nya, "Tapi aku yang paling lama temenan sama dia-"
"Terus kenapa ga bilang sama aku?"
"Kenapa juga kamu marah kalau aku sama Javas?" Pertanyaan beruntun keluar dari mulut Jelita sampai membuat Arsen menghembuskan nafasnya berat.
"Ya aku tahu kalau kamu bakal marah."
"Kan sekarang kamu tahu aku lagi marah-"
"Jel sudah."
Dua kata yang membuat mulut Jelita terkunci seketika. Entah kenapa pada dasarnya jika Arsen yang memperlihatkan dia lelah membuat Jelita tidak bisa berkutik.
"Aku minta maaf kalau telat ngasih tahu kamu kalau aku sering lari sama Killa, jangan salahin dia."
"Soal Javas aku cuman gak terbiasa lihat kamu punya interaksi sama lawan jenis selain aku, pacar kamu."
Jelita membuang pandangannya. Dia tahu akhirnya dia tidak bisa berkata apa-apa lagi jika sudah begini.
"Kamu tahu kan akhirnya aku yang ngalah?" Jelita beranjak dari duduknya dengan menahan diri untuk tidak menangis.
"Tiba tiba mood ku di curi Nobita, aku ga mau lari lagi."
Arsen bangkit dan memeluk perempuannya sebagai permintaan maafnya yang tulus. Dielusnya rambut kekasihnya dengan lembut.
Sedangkan Jelita di bekapan dada Arsen sedang bersumpah serapah, "Setan babi anj anj Jel Lo anj kek ondel ondel kenapa Lo sayang banget sama dia!" Kutuk Jelita didalam hatinya. Tak lama Jelita membalas pelukan Arsen tak kalah kuat namun setelahnya langsung dilepaskan.
"Aku mau pulang."
"Pulang sendiri" Lanjut Jelita lagi sebelum Arsen berucap.
Arsen tahu jika Jelita telah mengatakan sekali tidak ada dua kali jadi mau tidak mau pria dengan baju kaos berwarna putihnya mengiyakan kemauan Jelita.
Arsen kembali mengeluarkan senyumnya lalu berjongkok. Pria itu mengikat kedua tali sepatu Jelita dengan erat agar tidak terlepas.
"Jalannya pelan pelan aja, jangan sampai jatuh."
Jelita dari atas mengusap wajahnya gusar karena dia dibuat lemah lagi dengan perlakuan Arsen.
Perempuan seperti Jelita memang dasarnya lemah jika diperhatikan. Karena merasa dicintai yang membuatnya terhanyut dengan perlakuan kecil, seperti mengikat tali sepatu contohnya.
*****
Jelita berjalan lemas mengelilingi stadion sekali lagi, sendiri. Sekarang perasaannya lebih tenang dibandingkan sebelumnya namun isi kepalanya berkelahi.
"Ini gue bodo atau terlalu baik?" Jelita berbicara sendiri Tanpa memperdulikan sekitar.
"Fiks emang gue bodoh sih ini" Jelasnya sekali lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eighteen (On Going)
FanficPerjalanan cinta Jelita yang memasukkannya kedalam situasi dimana harus memilih antara mencintai atau dicintai, "Javas gue tekankan sekali lagi kalau gue milik Arsen! Tahu Batasan Lo, Lo gak harus sejauh ini!." "Lo cinta sama dia? Jawab gue Jel, ja...