19 UKS

45 12 1
                                    

Entah dosa apa yang Jelita perbuat sehingga beberapa hari ini dia dipertemukan dengan hal hal yang tak pernah dia duga. Semuanya diluar pikirannya sebelumnya.

Tragedi bola ini adalah yang pertama dirasakan Jelita, bahkan yang namanya sakit atau tidak enak badan tidak pernah dia rasakan selama tiga tahun terakhir karena perempuan itu selalu menjaga daya tahan tubuhnya. Dari yang selalu menjadi petugas UKS, kini untuk pertama kalinya Jelita berubah posisi menjadi pasiennya.

Kurang lebih dua jam Jelita terbaring tidak sadar di dalam ruangan dingin itu dengan Rafa dan Mita yang menjaganya beserta seorang dokter yang menanganinya.

Mungkin telah lelah menutup mata, akhirnya Jelita sadarkan diri dengan membuka matanya yang penglihatannya masih samar sama karena pusing akibat lemparan bola karet itu.

Jelita berdehem yang berhasil membuat Rafa menoleh kearahnya, "Jel akhirnya Lo sadar!" Tidak merespon ucapan Rafa, Jelita melihat sekeliling yang hanya ada empat orang termasuk dia didalam ruangan. Biasanya ada 2 atau tiga murid sebagai penjaga UKS.

"Yang jaga UKS pada kemana?"

"Gue suruh balik kelas, ada gue, biar gue yang jaga Lo" Mita bersuara dari pojok ruangan setelah merapikan beberapa benda didalam lemari lalu menghampiri Jelita.

Mita duduk di atas ranjang membawa sebuah wadah berisi air dan sapu tangan diikuti Jelita yang ikut bangkit dan duduk bersebelahan dengan Mita.

Dengan telaten, satu satunya sahabat yang dimiliki Jelita itu membersihkan wajahnya yang masih berdebu dan tersisa bercak darah akibat mimisannya.

"Lo liat ya Raf?" Tanya Jelita sambil merasakan air hangat menyentuh wajahnya.

"Yang lempar bolanya aja di sebelah gue, gimana gue gak liat" Rafa menutup mulutnya karena menahan tawa.

Bukan karena tidak ikut prihatin, tetapi ketika Jelita mendapatkan lemparan bola basket, perempuan itu berjalan tak karuan sambil mencari Mita dan berapa kali mengatakan bahwa dirinya baik baik saja. Jika saja perempuan lain tak menunggu lama mereka langsung menjatuhkan dirinya.

"Ih Lo harus tanggung jawab dengan.." Jelita meraba raba ranjangnya lalu menemukan sebuah cermin di samping bantalnya dan melihat wajahnya sendiri yang membengkak,

"Muka gue! Muka gue gak cantik lagi!"  Wajah Jelita terlihat kecewa dan ketakutan melihat dirinya sendiri, entah sampai kapan wajahnya akan kembali semula.

"Jelita, udah enakan?" Seorang dokter datang memecah perbincangan mereka bertiga. Jelita sedikit bingung dengan kehadiran dokter perempuan muda itu karena sebelumnya tidak pernah ada dokter yang masuk kedalam UKS kecuali ketika penyuluhan atau kegiatan yang berkaitan dengan PMR.

"I-iya Bu, agak mendingan cuman masih pusing hehe" Jawab Jelita gugup dan sesekali menengok ke Mita.

"Nanti ke rumah sakit ya temuin saya, kita periksa lagi biar semuanya dalam keadaan baik baik aja" Seru Dokternya lalu berjalan menuju meja sambil merapikan alat alat medis yang beliau bawa sendiri.

Jelita dibuat takut dengan pernyataan sang dokter dan buru buru meminta pernyataan dari Rafa maupun Mita.

"Emang pukulan bola tadi keras banget ya? Kok bisa ada Bu dokter sih? Apa gue di diagnosa lupa ingatan?" Kepanikan Jelita berhasil membuat Mita dan Rafa tertawa puas melihat temannya panik.

"Kata dokter Lo harus di rawat!" Kesempatan ini membuat Rafa ingin lebih mengejek Jelita karena perempuan itu mudah percaya dengan perkataan orang lain namun berakhir mendapat pukulan dari Mita yang kesal.

"Enggak lah! Soalnya bola tadi kena hidung Lo kan, Lo kan tau area area sana bahaya, cuman mau di X-ray aja kok." Jelita mengembuskan nafasnya lega setalah mendengar jawaban Mita.

Eighteen (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang