Suasana sekolah pagi hari ini lumayan menyejukkan ditambah dengan kehadiran Javas and friends membuat sebagian murid di SMA Satu lebih semangat di pagi harinya. Bagi Javas itu hanya hal yang biasa yang dia dengar setiap harinya.
Teriakan teriakan kecil melewati telinga bergantian, Javas tertawa kecil karena seakan berjalan diatas red carpet padahal dia dan keempat sahabatnya hanya berjalan di lantai yang baru saja di pel oleh beberapa murid.
Semuanya awalnya terasa biasa saja sampai kedua mata tajam Javas bertemu dengan sosok yang baru saja dia temui kemarin.
Tentu saja sosok itu ialah Jelita, Perempuan yang dia tinggal di warung nasi goreng tadi malam. Jalannya menelan ketika semakin dengan perempuan itu
Apakah dia marah? Pikirnya seketika terlintas di otak dinginnya.
Tetapi Javas dengan cepat menepisnya, karena siapa Jelita membuat Javas kepikiran. Javas mengalihkan pandangannya ke objek lain dan berharap perempuan itu tidak menyapanya.
Sampai keduanya saling berpapasan dan seakan Tuhan langsung menjawab ucapan Javas, Jelita melewati Javasgar begitu saja tanpa menyapa tanpa menanyakan hal yang kemarin, tanpa protes, bahkan matanya sama sekali tidak menatap Javas.
Memang Javas siapa di mata Jelita juga?.
Ajay yang berjalan disampingnya menotice sikap Jelita dan seketika langsung menyenggol Javas untuk bertanya, "Dia kan cewek kemaren yang nemenin Lo?." Javas mengangguk sebagai jawaban karena enggan mengeluarkan suaranya.
"Kok gak disapa?."
"Ngapain nyapa?," Tanya Javasgar balik, sorot matanya lurus ke depan dengan langkah kaki yang semakin besar.
Ajay mengernyit, begitu juga Angga, Gio, dan Firman mendengar jawaban santai Javas, "Dodol ya dia bantuin Lo kemaren dan Lo gak nyapa dia?." Protes Angga sembari menoleh kearah belakang, melihat Jelita yang semakin menjauh.
Apakah harus saling menyapa? Javas merasa waktu itu hanya keperluan mendadak demi menyelamatkan bagian dari ketampanannya itu makanya dia meminta bantuan perempuan yang baru dia kenal semalam walaupun satu sekolah selama hampir tiga tahun.
"Minimal bilang terima kasih sih Jav kalau Lo merasa Lo laki." Sambung Firman jelas dan berhasil membuat Javas memutar kembali otaknya karena teringat ucapan Ibunya yang mengajarinya untuk berterima kasih walaupun hal hal kecil.
Javas tidak menggubris sampai mereka memasuki kelas.
*****
Meskipun bukan jadwalnya menjaga UKS hari ini, Jelita datang ke ruangan ber AC itu untuk mengambil beberapa barangnya yang tertinggal kemarin, yaitu buku dan dua pulpennya.
Sesaat setelah mengambil semuanya dan ingin keluar dari tempat itu, Langkah Jelita terhenti ketika didepan matanya melihat Javas ber bolak balik dengan tangan yang disilangkan ya didepan dada.
"Javas?." Ucapnya kecil namun karena sekitar ruangan tidak ada orang, suaranya mampu memanggil Javas dan akhirnya menoleh kearahnya.
Javas berdeham dan mendekat menghampirinya, "Udah makan?"
Mata Jelita sedikit melotot mendengar ajakan Javas yang tiba tiba. Dengan alis yang sedikit di kerutkan, karena mengingat siapa yang meninggalkannya ketika asyik makan tadi malam, "Tiba tiba banget?" Tanya Jelita dengan nada yang sedikit dia naikkan.
"Ayo kantin."
Jelita belum menjawab ajakannya, Javas lebih dulu berjalan mendahuluinya tanpa ragu jika saja Jelita meninggalkannya.
Tetapi anehnya lagi Jelita malah mengikuti langkah besar Javas dengan langkah kecilnya dari belakang sampai pada akhirnya mereka berdua berada di kantin yang ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eighteen (On Going)
FanfictionPerjalanan cinta Jelita yang memasukkannya kedalam situasi dimana harus memilih antara mencintai atau dicintai, "Javas gue tekankan sekali lagi kalau gue milik Arsen! Tahu Batasan Lo, Lo gak harus sejauh ini!." "Lo cinta sama dia? Jawab gue Jel, ja...