Bab 03

16 2 0
                                    


Bab 3 Tuan muda Op

Siapa bilang aku penurut? Aku lebih mengutamakan rasa penasaranku. Buktinya saat Kle tertidur, aku memilih keluar dari kamarnya, mengintip berbagai tempat. Hingga menuju salah satu tujuanku. Wilayah tempat tinggal para panglima berada.

Mau bilang aku gila? Bilang saja, aku memang gila. Semua orang menghindari tempat ini—termasuk aku tadi sebelum nyusup ke perpustakaan. Sebab aku tau, para panglima berada di ruang pertemuan, sedangkan para prajurit hanyalah teman-teman ayahku. Ada banyak alasan yang dapat aku utarakan jika ketahuan nanti.

Sebelum keluar, kupastikan lagi Kle sudah tertidur apa belum. Ku perhatikan wajahnya, beberapa kali memastikan matanya tertutup sempurna. Wah dia nyenyak sekali!

Aku berteriak senang—dalam hati.

Kakiku perlahan melangkah keluar—pelan berusaha sesempurna mungkin agar tak menimbulkan suara. Tekekek kecil, Kle melupakan aku bisa kabur.

Duh, pintu ini besar sekali. Kuperhatikan pintu kamar Kle dari atas hingga bawah. Ini berkali-kali lipat dari pada pintu kamarku. Membukannya pun harus hati-hati, pintu besar ini mudah dilihat ketika terbuka. Utungnya, ini kamar Tuan Puteri yang bebas saja jika ingin kemana, tidak seperti aku orang asing, terbatas hendak ke mana---ya sapatau mereka mengiraku Kle.

Akhirnya! Aku berhasil melewati lorong pertama. Prajurit payah itu mengira aku hanyalah orang yang lewat dalam mimpinya, Itu lucu sekali.

Lalu aku melewati kamar Tuan Putera Mahkota Van. Lampu-lampu di dalamnnya sepertinya menyala. Kulihat di bagian jedela besarnya, gorden tampak lebih cerah—artinya ada aktivitas di sana.

Kenapa keluarga bangsawan ini tak mengenal waktu tidur? Satu hal yang tak membuatku iri pada Kle dan keluargannya. Mereka punya tangung jawab tinggi, bahkan ketika mereka baru lahir. Harapan terpacu dan melengking tinggi saat mereka membuka mata 'hai-hai' pada dunia.

Hingga ku sampai di depan kamar Ratu dan raja, sedikit lagi aku bisa melangkah keluar, tinggal belok kanan melewati singahsana lalu keluar dari bangunan istana. Jalan ini sih terlalu besar, panjang-panjang, kamarnya juga maruk. Aku jadi tertangkap para prajurit.

"Yammpun si keriting lagi, apa yang ingin kamu lakukan malam-malam begini? Untung saja kita sudah bangun, kalau tidak, bisa mengiramu orang jahat—pencuri."

Aku menampar jidatku, ku malah diajak berdialog.

"Paman, izinkan aku keluar dari bangunan ini."

Dua prajurit itu saling tatap, "baru saja kita ingin mengusirmu, si keriting!"

"Aku akan laporkan kelakuanmu pada ayahmu."

Laporkan? Oh, tentu aku tidak peduli! Terserah saja mau dilaporkan atauu tidak. Jika saja ayah marah, aku punya ribuan alasan.

Gaya pongahku beraksi. "Laporkan saja, sekarang mau kalian aku keluar? Aku antarkan aku sampai keluar pintu."

Dua prajurit itu saling tatap, wajahnya tak percaya aku—Dar anak dari dayang dan prajurit bawahan berani menyuruh mereka seenaknya.

"Nyuruh-nyuruh, emang kamu siapa?" tawa prajurit itu puas.

Sedih, tiba-tiba hatiku terasa suram. Aku berbeda sekali dengan teman-temanku. Op atau bahkan Kle, mereka anak petinggi kerajaan ini. Mereka dihormati dari mereka lahir hingga kini. Sedangkan aku? Hanya dihiasi kata-kata meremehkan. Apalagi ketika aku mengungkap tuk belajar sistem menghilang, mereka tertawa kencang sekali.

Malu ... tapi aku tak bisa apa-apa. Aku hanya bisa tambah sombong. Biarlah orang-orang mengiraku tak tau harga diri, harga diriku sudah hancur dari dulu.

Lesap [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang