Bab 08

7 1 0
                                    


Bab 8 si merah atau Nyaga?

"Kita mendapatkan surat dari penduduk wilayah Gdu. Kebun-kebun mereka kebakaran, habis total." Kle menelaah sekaligus mengdikteku.

Allisku tertaut, "dari mana surat itu, kenapa begitu cepat kabar sampai padamu?"

Kle mengangkat tangannya slay! "Aku punya koneksi banyak di kawasan Gdu. Dulu, ketika kakaku, Putera Mahkota sedang berlajar di Gdu, aku ikut. Ditengah-tengah kegabutaku menunggu kakak pulang, aku menjaling komunikasi, berkenalan dengan peduduk Gdu. Mereka ramah sekali. Pegunungan di sana indah, udara sejuk sekali. Mereka mimiliki daratan tinggi. Aku kedinginan tiap pagi."

Aku mengangguk, aku tau itu. Kle tiba-tiba menghilang lama sekali karena ingin menemani kakaknya berlatih. Putera mahkota itu begitu giat, dialah pewaris satu-satunya yang ada dan dapat diandalkan. Tak tau nanti, ketika Kle lenyap, dia hanyalah seorang diri. Tahta garis keturunan Raja tidak aman. Hanya mempertahankan satu anak di garis keturunan Raja membuatku ikut ketar-ketir.

"Mereka juga mengatakan, rumah-rumah mereka juga terbakar."

Aku berpikir keras, apa yang membuat musibah ini berkaitan dengan gerakan si merah?

***

"Percuma saja kita membesarkannya, mendidiknya dengan baik, kalau pada akhirnya mati," Mataku masih terpejam, tapi pendengaranku begitu tajam. Bulu mataku malah lengket, aku mengurungkan niat membuka mata. Kan tetapi, pendengaranku kutajamkan.

Terdengar suara ibu nan lemah lembut. Ibu pasti merasa khawatir padaku. Tapi ibu juga tau, aku bergerak bukan untuk sekedar bunuh diri,

"Tapi, demi Puteri, pengabdian anak kita akan dikenang. Walaupun kita tau resikonya."

Ya tuhan, hatiku sakit sekali. Apa yang ibu katakan mengena sekali ke relung hatiku ini. Tolonglah aku tak tega, aku ingin menangis dalam posisi 'pura-pura' tidurku.

Helaan napas ayah di kesunyian malam terdengar. "Kalau saja aku tak ikut perjalanan Puteri 20 tahun lalu, mungkin aku akan mengizinkannya. Puteri Ska meninggal dunia. Itupun saat itu aku hanyalah seorang prajurit. Dengan pasukan besar, untungnya aku masih selamat. Pengabdian itu bukan apa-apa dulu aku hanyalah remaja yang berdiri di belakang tidak melakukan apapun. Kita keburu kalah, kulihat Nyaga dan Tuan Puteri mati di tempat. Teman-temanku mengalami luka bakar. Bagaimana dengan ini? Hanya dengan tiga anak serta prajurit-prajurit. Bahkan Tuan Puteri Kle tak melibatkanku, malah anakku."

Ibu menepuk pundak ayah pelan, suara grusak-grusuknya terdengar. Apalagi aku tidur tak jauh dari sana, maklum rumahku kecil. Hanya ada satu kamar tidur. Sisanya dapur, toilet dan ruang tamu yang mini. Aku tidak malu, aku justru bangga karena tidak boros tempat seperti Kle miliki.

"Waktu itu aku selamat, tapi panglima perang sebelumku meninggal dunia."

Jantungku bergetar cepat. Artinya, kalau panglima sehebat itu meninggal, Apa jadinya denganku?

"Puteri Ska dan Panglima Kom, kepergiannya membuat luka lama hingga kini. Banyak yang berubah, Raja sering murung dulu saat menjadi Putera Mahkota. Kepergian kakaknya, Puteri Ska membuatnya begitu sayang akan perempuan, Raja bahkan tidak memiliki selir. Raja begitu setia kepada Ratu. Sedangkan kepergian Panglima Kom membuat Raja lebih giat belajar perpedang. Lebih tepatnya, Raja gila belajar. Dayang kepayahan untuk membujuknya berhenti. Kesehatannya menurun setelah itu. Duka paling dalam di kerajaan Vol. Aku tak tau apa jadinya nanti, ketika Raja ditinggalkan anaknya, Puteri Kle. Padahal di peristiwa yang sama 20 tahun lalu, Raja ditinggalkan kakaknya, Puteri Ska. Aku tidak mengerti kenapa garis DNA itu begitu cepat dan dekat. Mengapa pada akhirnya, Tuan Puteri Kle yang mewarisinya."

Sungguh aku tak kuasa mendengarnya. Aku menangis, air mataku turun. Lekas-lekas ku membalikkan diri menghadap tembok.

"Segenap hati, yang berat hati. Aku mengizinkannya mengabdi. Walaupun pada akhirnya harus menerima ending yang tidak mengenakkan. Apapun resikonya, jika bisa anak kita, putri satu-satunya kita selamat. Berandalan begitu, dia begitu cerdas."

Aku mengepal, jika tidak berandalan, mana mungkin aku bisa meraup banyak informasi. Kalau ingin meraup banyak informasi, aku harus mencuri. Aku ini hanyalah kasta rendah yang miskin. Mana mungkin mendapatkan otak encer tanpa menculi informasi berupa buku.

***

Keputusanku sudah bulat, aku akan membantu Kle. Siapapun yang berani melawan keputusanku, aku tak segan tak mempedulikannya.

Kle tampak segar hari ini. Tubuhnya seakan bersinar, dia tersenyum lebar. Walaupun fakta akan kalah denga Nyaga akan menyambut masa depan. Itu seram sekali.

Tatapan Raja membuatku ingin menanggis. Tak kusangka, ternyata 20 tahun lalu, kakaknya, Puteri Ska meninggal akibat Nyaga. Puteri Ska pasti tersiksa seumur hidup seperti Kle. Tubuhnya terus diserang sampai dirinya menyerahkan diri pada Nyaga. Terheran, Kle begitu santai seharian ini. Dia bahkan tak seperti menyambut kematian.

FYUSH

Op datang, kuda putih gagah membuatnya menawan sekali. Dia tersenyum, maniss sekali.

Aku dan Kle mengangkat kepala, "Ayo kita bersiap!"

Kenapa orang-orang pada begitu keren hari ini? Apa mereka bersiap agar dikenang oleh sejarah? Apa mereka ingin ditulis di buku-buku sejarah? Tiada yang tau. Tapi, para penghuni Wilayah Agung begitu setia pada Kerajaan Vol.

Dua kereta kuda menyambut aku dan Kle.

Ya tuhan, aku seperti bermimpi. Apa aku juga akan menaiki kereta kuda itu?

"Naiklah Dar," Kle seakan mendengar suara hatiku. Aku tersipu, sungguh ini menyenangkan. "Kau orang penting di sini, naiklah. Op yang akan memimpin perjalanan kita. Dia akan berada paling depan. Op paling tau seluk beluk Wilayah Gdu. Sejak kecil dia sering melarikan diri ke sana."

Op hendak menanpar Kle, tapi sadar dia diperhatikan banyak orang.

"Tidak, jangan berbohong Tuan Puteri."

Kle tertawa, langkah anggunnya mengarah ke kereta kuda miliknya. Motif bunga mawar nan indah terpampang di sana. Ukiran indah disertai coklat menawan begitu mengoda. Ada sentuhkan emas disetiap sudutnya. Sangat ideal untuk Kle.

Seangkan kereta kudaku, persis seperti kastaku. Bedanya, aku bisa naik kereta kuda layaknya Kle. Tidak seperti yang laiinya—yang memiliki kasta sama denganku, sepatunya tak bisa menaiki kereta kuda. Justru aku harus bersyukur karena beruntung. Kereta kudaku berwarna coklat, sudutnya hanyalah perak. Ukirannya, bunga teratai. Cukup indah dimataku.

Tubuhku berbalik saat hendak naik kereta kuda. Mataku tak salah lihat, ayah ada dibarisan prajurit. Artinya ikut dengan misi ini, kedua kali setelah 20 tahun lamanya.

***

"Berhenti!"

Sialan, ini baru berapa langkah. Kle kalang kabut menghentikan formasi nan sempurna ini. Baru saja aku hendak tertidur Karena begitu nyaman di dalam kereta kuda.

"Ada apa Tuan Puteri, ada yang kurang?"seorang pengawal ikut kalang kabut.

Kle menggeleng, "maafkan aku." Kulihata dari sela-sela jendela kereta kuda. Kle tanpak menangis.

"Ya Tuhan, tidak usah minta maaf Tuan Puteri. Justru hamba yang meminta maaf karena telah membuat Tuan Puteri menangis. Ada Apa Tuan Puteri?"

"Raja, Ratu, dan Putera Mahkota. Aku harus menemuinya."

Pengawal itu kebingungan, aku juga. Ini tanpak menjadi percakapan serius.

"Bukannya tadi sudah, Tuan Puteri?"

Pengawal itu sabar sekali. Aku tak bisa membayangkan betapa sabarnya pengawal itu berbicara pada Kle yang sedang panik.

"Aku belum memeluknya."

***
13/12/2022

Lesap [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang