Bab 10

6 0 0
                                    


Bab 10 Ophekle pemimpin terbaik

Pagi telah tiba. Op memimpin perjalanan.

"Pekenankan aku berbicara, perkenalkan aku Op. Aku pemimpin dan penangung jawab rombongan ini. Aku masih muda, kalian tau itu," aku puas, Op begitu percaya diri. Dih, emang hanya dia yang muda? Aku juga muda kali. Tak lama mengerutu, ngeroasting Op. Op menyenggol bahuku. Seolah ingin memarekanku pada orang-orang ini. Padahal para dayang dan prajurit. Mereka lebih dulu mengenalku karena aku membuat onar, meresahkan, pencuri buku, tidak sopan dan masih banyak lagi faktor yang mmebuatku begitu mudah menjadi bahan mulut ke mulut. Aku tersenyum kaku, ini aneh sekali. "Ya, ini temanku Dar, dia akan memimpin dayang-dayang untuk menyiapkan peralalatan, perkakas dan makanan. Jangan ada yang berani-berani mengelakknya, gitu-gitu dia berandalan."

Tanganku hendak memukul Op, tapi aku menahan diri. Orang-orang memusatkan perhatiannya padaku dan Op. Op tertawa kecil.

"Oke, aku himbau untuk memastikan Tuan Puteri Kle aman di dalam Kereta kuda. Dayang Senior Tsi? Kuharap kamu tau apa tugasmu. Tetaplah berada di kereta kuda Tuan Puteri Kle dan pastikan dia tidak pergi atau coba-coba membantuku dan Dar. Biarkan dia nolep di dalam sana."

Dayang Senior Tsi mengangguk, "baik, Tuan Muda Op."

Op menepuk tangannya antusias. "ayo-ayo semuanya dimulai segera. Aku tau kalian semua lelah. Semakin cepat kita bergerak, semakin cepat pula kita istirahat. Jangan ada yang bermalas-malasan."

Suara Op menghilang perlahan dari pendengaranku. Dia sudah berjalan jauh mengarahkan tenda-tenda untuk didirikan. Aku meremas jariku, akhirnya jiwa kepemimpinanku bisa aku adu di sini. Dayang-dayang tersenyum masam. Sialnya mereka mendapat pemimpin berandalan sepertiku.

"Huh," aku hanya menghela napas tapi mereka, pada bergindik ngeri. "Kenapa? Aku menakutkan?"

Dayang-dayang menggeleng.

"Oke, kamu! tolong angkaat rempah-rempah. Kamu tolong bawa kuali, kamu tolong angkat kayu ini rapi lalu nyaalakan api kita akan membuat teh hangat, oiya kamu tolong bawa bahan makanan di belakang kereta kudaku."

"Memang ada?" satu dayang berani mengelakku.

"Ngapain aku nyuruh kalau tidak ada, hah?" tangaku yang menghitam akibat mengangkat wajan besar. Tangan kena debu-debu hitam wajan menunjuk kereta kudaku, "cepat ambil, aku menyeludupkannya di situ karena tak ingin kalian jalan kaki kelelahan membawa barang-barang itu dengan tangan kosong, ngerti? Maka turutilah sejenak perintahku."

"Kamu, tolong taruhlah perkakas yang diperlukan di tenda utama, jangan bertingkah seenaknya di tenda utama, atau tidak, aku tidak akan segan membanting wajahmu."

"Hanya wajah?" Tanya salah satu dayang.

"Ya, artinya kupengal dulu kepalanya."

Dayang-dayang bergendik ngeri terhdapku. Walau kastaku rendahan, bukan berarti aku tidak bisa dihormati. Inilah satu-satunya cara yang bisa kulakukan untuk melancarkan misi ini.

***

"Ini pertama kalinya di hidupku, kau tidak kabur saat menginap bersama."

Aku tertawa, memang aku sering kabur ketika menginap di kamar Kle. Mudah bosan, itulah aku.

"Apa kamu menikmati kue ini?" tanyaku mengalihkan perhatian. Jika saja masalah kabur itu dibahas terus, aku jadi malu.

Kle merapikan selimutnya, "yap, enak sekali. Kudengar kamu lah yang memimpin para dayang untuk mengolah kue ini. Terimakasih Dar sudah membantuku."

Aku tersipu, "perjalanan kita masih jauh ya Kle?"

Kle mengeleng cepat, "tidak, ini sebenarnya sudah dekat. Hanya saja sudah malam. Op khawatir ada binatang yang tidak kita kenali. Apalagi malam, gelap-gelap. Dia takut kita kenapa-napa. Tumben sekali dia begitu khawatir, biasanya cuek banget."

"Biasanya cuek kayak bebek."

Kle tertawa, "heh! Bisa aja kamu."

"Aku menikmati hari ini Dar," mata Kle mengarah ke atas, mengengenggam tanganku. Ya Tuhan, tangannya dingin sekali. Aku reflek menarik tanganku.

"Kle? Tanganmu dingin sekali ka—"

Kle mengeleng, "tidak apa. Lekas ambil selimut Dar, mari kita berbincang lalu tertidur."

Syukurlah, aku memang panikkan. Tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Aku dipastikan trauma. Jari jariku menyambar selimut putih, memposisikan tidur di sebelah Kle. Menyentuh tangan Kle, menghangatkannya.

"Apa kamu sudah bisa menghilang?"

Bola mataku melebar. Pertannyaan apa itu?

***

Tengah malam, aku tak tau pasti jam berapa. Kudengar suara napas yang berat. Demi gemuruh bintang, aku menyaksikan Kle sedang sesak napas. Dia begitu kepayahan, napasnya terdengar kencang. Aku panik, belum lagi cahaya hijau itu kembali muncul. Berulang kali Kle berusaha memulihkan dirinya, namun gagal. Dia begitu payah malam ini.

Aku berteriak kencang, memanggi Dayang Senior Tsi beserta anak buahnya. Memerintahkan untuk membuat ritual Kle. Ritual air hanggat, bukan ritual macam-macam yang sempat kubayangkan dulu.

Sedangkan aku, sekarang sedang berusaha menenangkan Kle.

"Pelan-pelan Kle Tarik napas pelan-pelan."

Aku mengelus punggung Kle. Yaampun aku menyuruh Kle tenang, tpi aku sendiri panik tidak bisa mengendalikan diri. Jantungku berdetak kencang sekali.

"Dar." Suara Kle begitu mengenaskan, dia kepayahan untuk satu kata.

Aku memusatkan perhatianku pada Kle, "Ya, Kle?"

Kle menunduk, menarik napasnya perlahan, " apa kamu pernah melihat Puteri selemah diriku?"

Demi gemuruh bintang, pertanyaan ini menyakiti lerung hatiku. Aku memang awalnya berpikir, Tuan Puteri layaknya Kle adalah sesosok yang sempurna. Tapi sungguh, aku tidak ingin bermaksud apapun. Puteri juga seorang manusia. Puteri bisa sakit layaknya Kle. Yang aneh, kenapa Kle harus mewarisi gen aneh. Mengesalkan sekali, kenapa takdir begitu seenaknya memilih Kle.

Aku tidak bisa menjawab, air mataku yang menjawab petanyaan Kle.

"Apa aku se-lemah itu Dar?" air mata Kle luruh. Ya tuhan, tolonglah ini menyedihkan sekali.

Aku menggeleng cepat. "Tidak Kle, jangan berpikir seperti itu. Aku tidak menganggapmu lemah. Dunialah yang jahat padamu. Ini buka salahmu, jangan salahkan dirimu sendiri. Kle ayolah, berjuang, napaslah. Aku ingin kamu selalu sehat."

Kle menggeleng cepat, "pilihannya hanya dua, aku mati, atau terus begini." Napas Kle terenggah-enggah. Kusap air hangat di tubuhnya. Yaampun, ini dingin sekali. Tak terbayang betapa sakitnya tulang-tulang Kle yang terasa di tusuk-tusuk saking dinginnya.

Kle menyentuh perutnya, perkiraanku dia sedang sakit perut atau jangan—jangan. Aku panik mengambil ember besar. Kle mengerang sejak tadi. Sakit sekali pasti rasanya. Kudapat merasakan rasa mual yang Kle rasakan. Bola matanya meredup, senyumannya tadi sebelum tidur telah berubah. Kle lemas, hanya pasrah ketika perutnya memaksa untuk mengeluarkan makanan.

Tanggan Kle bergetar, menyentuh tangganku.

Aku berteriak takut.

Op, entah dari mana dia berlari ke tenda aku dan Kle. Menanangkanku yang sedang menangai Kle dnegan panik. "Dar, sudah! Kalau kamu panik begini Kle jadi makin kesusahan bernapas. Biarlah Dayang Senior Tsi yang biasa bersamannya yang akan menangani Kle. Kamu akalau kayak gini, sama aja ngajak Kle buat panik."

Aku mengangguk, tanganku bergetar, kumenunduk tak sengaja melihat tangaku dengan noda merah. Aku terkesiap. Itu—darah.

Op menatapku bingung, "Dar!"

Aku menggeleng kencang, lari mendekati Kle. "Darah Kle, darah, kamu kenapa lagi?"

"Dar maafkan aku."

Kalimat yang terahir terdengar sebelum akhirnya Kle kehilangan kesadarannya. Suaranya lemah sekali. Aku menanggis brutal. Op yang melarangku panik ikut panik. Wajahnya memerah, dia hancur sekali.  Aku menggeram, ini sial sekali untuk kedua kalinya.

***
15/12/2022

Lesap [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang