Bab 06

17 1 0
                                    


Bab 6 Maafkan aku, Tuan Puteri Kle

"Kamu bahkan tidak tau siapa yang mencuri robekkan kertas ini?" Tanya Kle, sekaligus mencari keributan denganku. "Kamu tak tau ya, seberapa pentingnya kertas robekkan itu? Bahkan kamu berani-beraninya mengatakan Tuan Puteri seseorang yang bejat. Ya, kuakui, aku memang bejat. Kamu tak perlu takut jika aku melaporkan ke pihak istana. Sebejatnya aku, tak akan bocor ketika mengenggam janji."

Tanganku mengepal kuat. Amarahku menjadi-jadi ketika Kle menantangku.

"Kau yang mencurinya?"

Bibir kle memiring, beringasnya seram sekali. "Kalau aku yang mencuri, apa kamu bisa mehukumku?"

Aku terdiam. Sungguh aku tak punya kuasa akan menghukumnnya. Kastaku yang rendah merendahkan ekspektasiku.

Oh, demi gemuruh bintang, Kle menguji emosiku. Marah, tanganku hendak mengacak wajahnya. Rasanya muak melihat wajahnya yang sok anggun nan menawan itu.

Tak selang berapa detik, aku tak tau pasti apa yang terjadi, Kle tersungkur tubuhnya tidak stabil tiba-tiba.

Sumpah, aku tidak melakukan apapun, aku hanya berdiri. Memang aku hendak menamparnya, tapi sungguh aku belum mengerakkan tanganku, aku tidak melakukan satupun tindakan kecuali menahan emarah di epalan tanganku. Kondisi wajahku yang mulanya merah karena marah, seketika berubah. Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba begini?

Dayang Senior Tsi panik menangkap tubuh Kle yang terhuyung. Masih dalam keadaan sadar, Kle berusaha bernapas dengan susah payah. Dikala itu, Kle masih sempat-sempatnya berbicara.

"Selain Nyaga, pasti kamu penasaran apa ritual pagiku yang akan memotong perdebatan kita?" tanyanya hampir tak terdengar, suaranya tercekat. Napas beratnya terdengar begitu memilukan. Batuk Kle terdengar menyakitkan. Aku memejamkan mataku, apa ini salahku?

Uhuk ... uhuk

"Tuan Puteri, kita harus melakukan Ritual Pagi sekarang juga," saran Dayang Senior Tsi dengan lafal bergetar. "Tidak apa Dar menyaksikan?"

Ya tuhan, tanganku gemetar. Kenapa semuanya jadi hancurr begini. Aku payah sekali, tolonglah aku. Kini akulah orang jahat.

Kle mengangguk. Mata sayunya membuatku meringis. Baru kusadari, ternyata wajah Kle begitu pucat.

Aku bodoh, mana ada sahabat yang tak tau penderitaannya selama ini?

Lamunanku terhenti sekejap ketika kumerasakan sentuhan dingin. Duh-Gila, ini dingin sekali. Aku terbirit seketika. Ternyata tangan Kle mengenggamku dengan lemah. Bahkan tak bisa disebut gengaman, tangan Kle hanya mengantung di jemariku yang mengepal. Kutatap wajah Kle, masih dengan komuk shock.

"Maafkan aku Dar."

Kalimat itu kembali terdengar.

"Tidak seharusnya aku," kalimat Kle terpotong dengan beberapa fase batuk hebatnya, "membuatmu menyaksikan ini. Alasan bebas di buku itu artinya aku bebas dari semua ini."

Tangan Kle terlepas, aku panik memegang tubuh Kle yang mendingin. Dingin sekali, aku tak dapat berkata-kata lagi. Erangan tak mengenakan dari Kle terdengar. Aku berteriak panik, meminta ritual pagi yang Kle maksud dilaksanakan.

Tangaku mengambil alih tubuh Kle. Kucoba tuk memposisikan Kle kepelukanku, aku mencoba untuk menghangatkannya, walau pada akhirnya akulah yang mengigil karena suhu tubuh Kle mencekam kulit-kulitku.

Darah mengalir dari hidung Kle. Cepat-cepat kubersihkan dengan baju yang kukenakan. Aku tidak peduli lagi bajuku bersimbah darah. Aku harus menyelamatkan Kle, walau sebelum itu, kita baru saja berada di konflik paling panas di dunia ini. Jari-jariku menganga ketika menyapu darah yang mengalir seenaknya di hidung Kle. Darah paling dingin yang pernah aku sentuh. Ini aneh sekali, aku bergidik ngeri.

Menghangatkannya adalah satu-satunya caranya bertahan hidup

Batuk Kle terdengar memilukan. Kencang, aku tak yakin paru-parunya aman ketika mendengar bass dari batuk itu, apakah tulang rusukknya juga aman? Ku baca-baca, batuk yang terlalu keras biasanya beresiko mematakahkan tulang rusuk.

Napas Kle tercekat, berat sekali. Hingga kuyakin, kegelapan kini menyelimuti Kle. Aku berteriak histeris.

***

Aku berulang kali mengucapkan kata maaf, terutama saat berhadapan dengan Dayang Senior Tsi. Dialah saksi mata saat aku bertengkar dengan Kle. Aku meruntuki kebodohannku, kini para dayang jadi sibuk mengurus Kle. Aku tidak aman, jantungku tak berhenti untuk tenang. Lebih-lebih ketika Raja mengunjungi kamar Kle.

Kondisiku hancur, aku tampak tak berdaya. Bajuku bersimbah darah. Kantung mataku melebar akibat menangis tiada berhenti. Kini isakkanku masih tersisa.

Aku bersumpah, di mana lagi wajahku akan ditempatkan?

Langkah yang kukenal terdengar. Para dayang dan prajurit yang sembari tadi ribut mondar-mandir ke sana kemari memposisikan posisi siap. Mereka pasti hendak menyambut kedatangan seseorang. Hingga terlihat dari kejauhan, mahkota itu begitu bersinar.

"Yang Mulia Raja telah tiba!"

Dayang-dayang membungkuk, kepalanya menunduk, memekukkan lutut, akupun begitu.

Badas! Langkah Raja begitu menawan, aku terpesona.

Langkahnya terhenti ketika behadapan denganku, aku ingin menangis sekarang. Air mataku sudah habis-habisan sejak Kle jatuh pingsan tadi. Aku takut, bulu kudukku rasanya meninggi. Tolong, aku tak ingin mati percuma di usia muda begini. Jangan bilang akulah yang membuat Puteri kesayangan Raja jatuh sakit. Dugaanku, ini terparah dari yang pernah ada. Karena, aku yang menunda ritual paginya dilaksanakan. Mesti ritual pagi dilaksanakan tadi, tak membuatnya terbangun.

"Jangan menanggis, maafkan Puteriku." Aku terkejut, Raja jarang sekali berbicara padaku. Sekali berbicara—perkataannya begitu diluar dugaan. "Dia memang seperti ini, aku yakin, semakin bertambahnya waktu, kekuatan hebatnya akan memakan dirinya sendiri."

Aku tidak mengerti, kenapa begitu membingungkan. Mana ada kekuatan yang memakan inangnya sendiri. Bukannya kekuatan memberi inangnya hidup lebih berarti dari yang lain, jauh kebih hebat dan jauh lebih kuat.

Kekuatan lawan Nyaga, alias dua-duanya sama-sama memiliki kekuatan hebat.

Raja menepuk bahuku, aku tersentak. Beliau tersenyum padaku, mengajakku ke dalam kamar Kle. Kamar paling sibuk sekarang di seantero istana Vol.

"Lihatlah, dia begitu anggun nan manis."

Ya tuhan, aku benar-benar bersalah.

Aku tau Raja hendak menangis, suaranya bergetar. "Yang Mulia Raja, maafkan aku pula. Aku sempat berdebat dengan Kle belum lama ini."

Raja mengangguk, tatapan lembutnya begitu indah. "Aku sudah tau soal itu. Tidak apa-apa, siapa juga yang tidak marah ketika diajak ke tempat berbahaya?" Tanya raja menguji jalan pikiranku. "Tolong untuk menyetujuinnya Dar, aku tak tau apakah ini permintaan terakhirnya apa bukan."

Aku membelalakkan mataku, "Tidak Yang Mulia, Tuan Puteri Kle pasti akan bertahan. Tuan Puteri akan pulih setelah membunuh Nyaga."

Aku bersikukuh, bagaimanapun caranya aku, Kle dan Op harus bisa mengalahkan Nyaga, sehingga Kle akan terbebas selama-lamanya.

Raja masih menatapku, sungguh aku takut sekali bertingkah. "Kamu belum membaca halaman terakhinya, Dar?"

Pertanyaan mematikan, aku terdiam. Bagaimana aku hendak membacanya? Kle tlah merobekknya. Bahkan aku tak tau di mana Kle meletakkan bagian kertas itu.

Ragu, akhirnya kusampaikan, "Tuan Puteri menyobeknya."

Mata raja membulat, aku tau itu ekspresi terkejut—tak menyangka. Ternyata Puterinya lihai sekali menyembunyikan bagian penting.

"Baik, kurasa itu tidak perlu bagimu."

Aku mengangkat alisku, tidak penting? Kurasa semua catatan di buku sangat berharga. Kenapa Raja begitu mengabaikannya. Apa ada rahasia dibalik itu semua?

***

10/12/2022

Lesap [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang