07

2.1K 173 2
                                    

Happy Reading!

Keesokan harinya, Bank terbangun dengan keadaan di kamarnya sudah tidak ada siapa-siapa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya, Bank terbangun dengan keadaan di kamarnya sudah tidak ada siapa-siapa. Lalu Bank pun pergi keluar mencari kakaknya dan Mos.

"Phi Baila.."

"Mos.."

"Kalian dimana?"

Bank mencari ke arah dapur, namun disana juga tidak ada siapa-siapa. Lalu di kamar mandi bawah ia mendengar seseorang sedang mandi.

"Phi Baila?"

"Mos?"

Saat telinganya mendekat ke pintu kamar mandi, Bank tersungkur karena pintunya tiba-tiba terbuka. Tampaklah sosok Mos dalam keadaan setengah telanjang.

"Astaga!" Bank terkejut dalam keadaan jatuh di pelukan Mos.

"Bank!"

Bank segera diraih oleh Mos, namun detik berikutnya ia sudah menjauh dari tubuh Mos yang basah itu.

"A-apaan sih?!"

Bank salah tingkah, ia malu sendiri dan malah menyalahkan Mos karena saking malunya.

Setelah Mos memakai baju, ia segera menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

"Phi Baila kemana?" tanya Bank saat mereka sedang makan bersama.

"Aku tidak tahu, kulihat pagi ini sudah tidak ada." Jawab Mos.

"Apa ia pulang?"

"Mungkin.."

"Tapi kenapa tidak bilang dulu?" Bank setidaknya harus tahu bahwa kakaknya itu sudah kembali pulang.

"Ah, tadi aku menemukan secarik kertas dikamarmu." Mos segera mengambil kertas itu, lalu diberikan pada Bank.

"Lihat ini."

'Bank, maaf phi harus pulang mendadak. Phi tidak bisa meninggalkan mae terlalu lama. Phi titip salam pada ayah, semoga kamu selalu sehat.' -Baila.

...


Setelah tuan Folk datang, Mos memutuskan untuk pulang karena dirasa tugasnya sudah cukup.

"Terimaksih banyak Mos, karena sudah menjaga Bank dengan baik."

"Iya tuan, ah maksud saya ayah.."

"Kalau begitu saya pamit dulu."



Mos, Bank, dan kedua ayahnya bertemu di suatu tempat, sepertinya mereka akan membahas tentang perjodohan itu.

Mereka bertemu di sebuah restoran mewah, sekaligus makan malam bersama.

"Apa kabar Bank? Lama tidak bertemu," sapa Zhen pada calon menantunya itu.

Bank tersenyum manis, "kabar baik, om.."

Tiba-tiba Folk memukul pelan tangan cantik milik anaknya itu. Tentu saja Bank kebingungan, kenapa ayahnya ini tiba-tiba memukulnya?

"Ayah kenapa memukulku?! Sakit tahu!"

"Enak saja kamu memanggil mertua mu sendiri dengan sebutan 'Om', panggil dia ayah juga!"

"Mos saja baik memanggilku ayah, sudah seperti anakku sendiri."

Bank hanya mendelikkan matanya. "Tentu saja Mos menurut, karena itu ayah yang paksa!"

Zhen dan Mos hanya tertawa, menyaksikan perseteruan dua orang didepan mereka itu.

"Sudah Folk.. Kau sama saja."

Setelah selesai makan malam, Folk dan Zhen memulai inti dari percakapan mereka di pertemuan kali ini.

"Mos.. Bank.. alasan hari ini kita berkumpul disini adalah membicarakan tentang hubungan kalian untuk kedepannya."

Mos dan Bank terlihat tegang, mereka belum siap mendengar pendapat kedua orangtuanya itu untuk merencanakan hubungan mereka.

"Ayah, maafkan aku menyela. Tapi ayah kan sudah berjanji akan menyerahkan ini pada kami, jadi aku harap ayah tidak melupakan janji itu." Bank menegaskan kembali janji ayahnya waktu itu.

"Iya, Bank. Ayah juga tahu, maka dari itu dengarkan dulu kami berdua."

Setelah Folk berkata demikian, Bank pun terdiam. Apalagi Mos, ia hanya bisa menyimak, belum berani untuk menyela pembicaraan itu.

"Maksud dan tujuan ayah kali ini, kami ingin kalian memiliki hubungan yang pasti untuk kedepannya. Jadi, meskipun ayah menyerahkannya pada kalian, kalian tidak bisa berlaku seenaknya apalagi jika hanya membuang waktu saja."

"Ayah memberi waktu pada kalian, untuk memastikan hubungan kalian hingga menikah. Jika masih belum ada kepastian, mau tidak mau kalian harus menikah."

"Baiklah, ayah. Tapi berapa lama kesempatan waktu yang akan kalian berikan?" tanya Mos setelah mendengarkan penjelasan kedua ayahnya itu.

"3 bulan."

"Apa?!" Bank terkejut bukan main. Sedangkan Mos, masih terlihat tenang. Tidak ada penolakan atau apapun, mungkin dirinya pasrah.

"Tapi ayah.."

"Bank, Mos saja tidak membantah. Kali ini kalian berdua harus mau menuruti kami, jika tidak mau tidak apa-apa, tapi kalian harus terima konsekuensinya."

Bank masih terdiam, namun bagaimana lagi? ia tahu sendiri bahwa perintah ayahnya itu tidak bisa ditolak.

"Baiklah.. aku tidak keberatan."

To be continued

BIG BABY [MosBank]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang