20; TOXIC

1.4K 192 16
                                    

"Jadi, aku bakal jelasin semuanya, La." Levi yang baru selesai mengelap sudut bibir pacarnya menggunakan tissue itu berujar pelan.

Sheila mengangkat alisnya, kemudian mengangguk singkat.

"Termasuk lebam yang ada di sekujur tubuh kamu, Le." Ucapnya.

Levi menggeleng pelan, Sheila yang melihat itu langsung menatap cowo di depannya ini dengan tatapan tajam.

"Jelasin atau aku nggak akan pernah mau ketemu kamu lagi."

"Ini cuma lebam biasa kok---

"Kamu tau aku paling benci sama pembohong." Tekan Sheila.

"Aku nggak mau jadi orang asing lagi di hubungan kita ini, Le."

Levi mengerutkan kening tak mengerti, "Maksud kamu apa, hum?"

Sheila mengalihkan pandangannya, bertepatan dengan air matanya yang juga ikut menetes,

"Aku merasa asing banget di hubungan kita ini. Aku emang selalu nyeritain semuanya ke kamu, masalah aku, hari hari aku. Tapi pernah nggak sih kamu gitu ke aku?"

"Pernah nggak sih kamu sekalipun mau nyeritain masalah yang nimpa kamu ke aku? Pernah nggak sih kamu nyeritain hari hari kamu ke aku?"

Levi mengulur tangannya untuk menghapus air mata Sheila,

"Jangan nangis. Kalo kamu nangis---

"Gausah ngalihin topik pembicaraan." Potong Sheila cepat.

Levi menghembuskan nafasnya dengan gusar, kemudian menggenggam tangan Sheila dengan erat.

"Janji dulu sama aku." Ucapnya pelan.

Sheila mengangkat alisnya, baru kali ini ia melihat sisi terlemah dari diri Levi.

"Janji sama aku, setelah ini, setelah aku nyelesain semua ceritanya, kamu jangan benci sama siapa siapa. Jangan benci diri kamu, jangan benci keluarga kamu, satu satunya orang yang pantas untuk kamu benci adalah aku. Aku ngelarang kamu buat benci sama semua orang, tapi aku nggak akan ngelarang kamu buat benci sama aku. Aku---

"Levi!" Sentak Sheila. Dirinya ikut terisak saat Levi rupanya juga turut menangis.

Levi menggeleng pelan, "Sulit buat aku, La."

"Susah banget buat bisa sama kamu." Lirih Levi.

"Aku selalu sama kamu." Jawab Sheila cepat.

Levi menggeleng dengan raut wajah yang putus asa, "Aku diancem sama Papa kamu."

Sheila mematung. Levi mengeratkan genggaman tangannya pada Sheila.

"Terakhir kali aku nganter kamu pulang, aku dihajar di tengah jalan sama Papa kamu. Papa kamu ngancem supaya aku ngejauhin kamu, kalau enggak, kamu bakal dipindahin."

"Aku minta maaf La, aku nggak bisa nemu solusi yang tepat. Aku nggak pernah ada di posisi tepat untuk bisa sama kamu dan jagain kamu. Aku nggak mau kamu dipindahin, aku nggak mau kamu depresi, makanya aku jauhin kamu, maaf banget ya. Maaf kalo cara aku salah."

Sheila semakin terisak, memikirkan betapa tersiksanya Levi selama ini, dan sialnya itu karena ulah Papa nya sendiri.

"Papa kenapa sih!" Kesalnya.

"La." Levi berusaha menenangkan Sheila yang mulai memukul mukuli dirinya sendiri.

Levi segera membawa Sheila ke dekapannya sebelum gadis itu menjadi jadi, "Tolong jangan benci Papa, ya?" Bisiknya.

Sheila menggeleng pelan, "Aku cuma mau bahagia Levi! Susah banget kayaknya!"

Levi mengelus lembut surai wanita itu, "Orang tua tau yang terbaik untuk anaknya. Mungkin bagi Papa kamu, aku belum cukup baik untuk bisa ngejaga kamu, makanya kayak gini jadinya."

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang