[Bismillah]
..."Ini makam bunda, Mas?" tanya Jamila setelah membaca sebuah nama yang tertulis di atas nisan.
Semalam, Tsaqif menceritakan tentang keluarganya, tempat tinggal aslinya, sampai bagaimana abahnya merawatnya setelah bundanya pergi. Jamila yang habis mendengar itu, berinisiatif untuk menziarahi makam bundanya Tsaqif. Alhasil, pagi-pagi sekali mereka sudah berpamitan kepada orang tuanya untuk datang ke tempat ini. Tempat Tsaqif menghabiskan masa kanak-kanak sebelum menetap di Jakarta.
"Iya, Sayang. Ini makam bunda," balas Tsaqif tersenyum. Ia kemudian mendudukkan diri di sebelah nisan sang bunda, lalu menabur bunga warna-warni di atas makamnya. Jamila pun ikut melakukan apa yang dilakukan suaminya. Setelah itu, Tsaqif mengucap doa yang diaminkan oleh wanita di sampingnya.
"Assalamu'alaikum, Bunda. Maaf baru bisa datang sekarang," ujar Tsaqif mengelus batu hitam itu, seolah ia sedang berhadapan dengan ibunya. "Oh, ya, sekarang Tsaqif nggak datang sama Abah, Bun. Tapi aku datang bersama wanita hebat seperti, bunda. Wanita yang akan menemani langkah Tsaqif mulai sekarang, seperti bunda nemenin Abah selama ini."
Jamila memalingkan wajah ke arah suaminya. Dari sana, ia bisa merasakan kesedihan yang selama ini dirasakan olehnya. Dia yang ditinggal ke luar kota saja, sempat menangis beberapa hari. Bagaimana dengan Tsaqif, yang ditinggal selamanya? Spontan, ia langsung menggenggam tangan Tsaqif, demi menyalurkan kekuatan di sana. Meskipun ia tahu, bahwa laki-laki itu sudah sangat kuat lebih dari apa yang ia duga.
"Bunda, ini Jamila, istrinya Mas Tsaqif, salam kenal ya," kata Jamila yang juga mengulurkan tangan untuk menyentuh nisan itu. Tsaqif yang mendengar perkataan terakhir istrinya, langsung tertawa kecil.
"Aku mau terima kasih banyak sama Bunda, karena udah ngelahirin laki-laki seganteng dan seberani Tsaqif," ujar wanita itu seperti sedang bercerita dengan seseorang.
"Bunda tau nggak? Kalau Tsaqif nggak ke rumahku kemarin, mungkin sekarang aku udah nikah sama orang lain yang belum tentu sebaik dia," sambungnya membuat Tsaqif senyum-senyum sendiri.
"Meskipun belum pernah ketemu, aku yakin Bunda wanita yang sangat cantik dan hebat. Makanya, anaknya jadi keturutan ganteng, kelebihan malah." Jamila terkikik geli mendengar gurauannya sendiri. "Aku janji sama Bunda, aku bakal jagain dia seperti Bunda jaga dia dulu. Tapi, aku bakal sedikit keras kalau dia lirik-lirik wanita lain. Bunda pasti setuju, kan, sama aku?"
Setelah mengatakan itu, ia mengalihkan pandangannya pada Tsaqif, lalu tersenyum lebar. "Bercanda, Mas," ujarnya. Tsaqif yang melihat tingkah istrinya, tidak bisa menahan tangan untuk tidak mengelus kepala Jamila.
"Ceritanya udahan dulu, ya. Kasian kamu kepanasan," pinta Tsaqif yang memayungi kepala istrinya dengan tangan. Selain matahari yang mulai beranjak naik, Tsaqif juga akan membawa istrinya ke suatu tempat.
Jamila mengiyakan. Keduanya pun berdiri dan sama-sama berpamitan pada sosok yang sudah terbaring dalam bumi itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm JAMILA [SELESAI] ✔️
Romance[RELIGI - ROMANCE] "Masih jomlo, Mil?" "Kapan nikah, cantik?" "Anaknya Bu Budi, lho, udah nyebar undangan. Kamu kapan?" Beragam pertanyaan yang menjurus pada desakan untuk menikah, sudah seperti sapaan wajib untuk Jamila setiap kali berkumpul dengan...