[Bismillah]
💦
Semburat cahaya warna kuning perlahan menghangat mengenai kulitnya. Kilau matahari yang perlahan naik cakrawala berhasil menembus tirai, membuat ruangan itu terlihat lebih bersinar terang. Secerah wajahnya saat ini.
Ia yang baru selesai melaksanakan kebiasaannya pada waktu Dhuha, beringsut melipat sajadah dan merapikan pakaiannya. Diusapnya peci hitam yang akan menemani langkahnya hari ini, menuju tempat yang akan menjadi saksi atas tasbih cintanya.
Rapalan doa terdengar mengalun dari bibir merahnya yang masih membiaskan senyum. Getar di hati berhasil ia redam dengan untaian dzikir bertabur syukur. Syukur akan nikmat Ilahi yang sudah berkenan mempertemukan ia dengan tulang rusuknya. Padahal selama ini ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan cara yang luar biasa.
Ya, tepat hari ini, ia akan mengambil tanggung jawab seorang wanita dari ayahnya. Satu hal besar yang harus ia jaga sepenuh hati dan jiwa, demi mencapai ridho Tuhan-Nya.
"Sudah siap, Qif?" Suara Vero berhasil mengalihkan perhatiannya. Ia berbalik dan tersenyum ke arah sahabatnya yang sudah rela menemaninya menghafal lafadz ijab kabul dari kemarin.
"Subhanallah," decak Vero memperhatikan penampilan sahabatnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Balutan baju serba putih, lengkap dengan songket warna senada yang panjangnya sampai atas lutut, membuat aura ketampanannya semakin memancar keluar. Ditambah wajah bersih dan senyum manisnya, membuat sosok itu bak pangeran timur tengah yang sudah siap menjemput permaisurinya.
"Kenapa, Ver?" tanya Tsaqif heran dengan ekspresi sahabatnya. Pasalnya, beberapa orang yang sudah datang ke ruangannya juga menampilkan ekspresi yang sama. Ia khawatir jika ada yang salah dari penampilannya.
"Kok lo bisa seganteng ini, sih? Gue takut, Jamila keburu pingsan liat lo," kata Vero membuat laki-laki itu tertawa ringan.
"Ada-ada saja kamu. Ya sudah yuk, kita berangkat!" ajaknya.
***
Di tempat yang berlainan, seorang wanita juga sedang berusaha memasukkan oksigen ke paru-parunya, bukan hanya sekali, melainkan sudah berkali-kali. Rasa gugup dan senang bercampur jadi satu, membuat hatinya belum bisa tenang sejak tadi.
Farah yang setia menemani sang putri di kamar rias hanya tersenyum melihatnya. Sesekali, tangannya meraih tangan sang putri yang sudah terhias henna, lalu digenggam kuat demi menghilangkan rasa gugup yang dialaminya.
"Ma, menurut Mama, makeupnya nggak terlihat aneh, kan? Aku takut Tsaqif nggak sreg lihat penampilan aku kayak gini," lirihnya kembali mematut diri di depan cermin.
Farah yang berulang kali mendengar itu kembali menggeleng. Bagaimana mungkin, Tsaqif akan merasa malu melihat wanita yang secantik dirinya? Meskipun Farah dan keluarga yang lain sudah menyatakan ketakjuban akan kecantikan yang dimiliki, namun hal itu belum bisa membuat Jamila percaya diri. Karena ini adalah kali pertama ia memakai gaun putih dengan jilbab senada yang menutup dada, serta tambahan mahkota kecil di atas kepala. Apalagi wajahnya yang sudah dipoles dengan sedikit warna, membuat dirinya terlihat seperti bukan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm JAMILA [SELESAI] ✔️
Romance[RELIGI - ROMANCE] "Masih jomlo, Mil?" "Kapan nikah, cantik?" "Anaknya Bu Budi, lho, udah nyebar undangan. Kamu kapan?" Beragam pertanyaan yang menjurus pada desakan untuk menikah, sudah seperti sapaan wajib untuk Jamila setiap kali berkumpul dengan...