"Ini bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan permulaan dari kisah yang lebih panjang dan lebih indah."
~ Tsaqila ~
...
Wanita itu bergeming di tempatnya, tanpa mengeluarkan suara atau memberikan respon sedikitpun. Bahkan, air matanya yang masih mengalir dibiarkan begitu saja. Antara percaya atau tidak, ia masih fokus memperhatikan sosok itu.
"Siapa yang izinin datang ke sini, hm?" ujar sosok itu lagi, hendak berjalan ke arah wanita yang terlihat berantakan itu.
Ketika langkahnya sudah berada tepat di depannya, ia pun berhenti dan langsung berjongkok. Dilihatnya mata perempuannya yang hampir bengkak, mungkin karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.
"Kenapa matanya jadi kayak gini?" tanya laki-laki itu langsung menghapus sisa air di wajah Jamila, serta membenarkan jilbab istrinya yang sedikit berantakan.
Wanita yang menerima sikap itu masih diam. Suaranya sangat susah untuk dikeluarkan.
Tuhan, jika ini mimpi, maka jangan pernah bangunkan aku. Aku nggak mau kehilangan dia. Batin Jamila tidak mengalihkan pandangan matanya sedikitpun.
"Ka-kamu Tsaqif, kan?" Akhirnya, suaranya yang sempat tertahan keluar juga.
Sebelum menjawab pertanyaan Jamila, laki-laki itu tersenyum. "Bukan. Ini suami kamu, Tsaqueena."
Entah darimana ia mendapat energi, wanita itu langsung berhambur ke pelukan laki-laki di depannya. Tangisnya kembali ia tumpahkan di sana. Tsaqif pun tak kalah erat memeluk istrinya. Ia sangat merindukan wanita itu.
"Aku nggak mimpi, 'kan? Kam-kamu beneran Tsaqif, kan?" tanya Jamila sesenggukan.
"Iya, Sayang. Ini aku, Tsaqif."
Mendengar itu, Jamila semakin mengeraskan tangisnya. Tsaqif yang melihat itu menjadi bersalah karena membiarkan istrinya sampai menangis seperti itu. Ia ingin menatap istrinya, menanyakan apa yang terjadi dengan istrinya, tapi Jamila tidak mau melepas pelukannya. Ia takut, Tsaqif akan pergi ketika tangannya itu terlepas.
"Coba cerita sama Mas, siapa yang buat istri Mas ini nangis kayak gini?"
"Kamu. Kamu pelakunya, Mas. Kenapa pergi nggak pamitan dulu? Terus handphonenya kenapa diangkat? Kamu tahu nggak sih, aku khawatir banget sama kamu. Denger berita di media, buat aku takut." Ia menjeda kalimatnya.
"Aku takut, kamu ninggalin aku."
Tsaqif yang paham maksud istrinya, mencoba untuk menenangkannya. Kedua tangannya masih setia berada di kepala sang istri, mengelusnya pelan demi meredakan tangis Jamila yang sudah membahasi dadanya.
"Mas bersyukur, akhirnya kamu udah nggak marah lagi sama Mas," tutur Tsaqif tersenyum mendengar ocehan istrinya lagi. "Maafin Mas, ya, udah buat kamu khawatir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm JAMILA [SELESAI] ✔️
Romance[RELIGI - ROMANCE] "Masih jomlo, Mil?" "Kapan nikah, cantik?" "Anaknya Bu Budi, lho, udah nyebar undangan. Kamu kapan?" Beragam pertanyaan yang menjurus pada desakan untuk menikah, sudah seperti sapaan wajib untuk Jamila setiap kali berkumpul dengan...