[Bismillah]
..."Kak Mila demam. Badannya panas banget. Aku mau bawa ke rumah sakit, tapi dia nggak mau," lapor Haidar terdengar sangat khawatir.
Tsaqif yang mendengar kabar itu segera bangkit dari tidurnya. Ia melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul sebelas malam. Dengan tetap menempelkan benda itu di telinga, tangannya yang lain langsung merampas jaket dan kunci mobil dan berjalan keluar.
"Tunggu sebentar, Dar. Aku ke sana sekarang."
Tidak butuh waktu lama untuk laki-laki itu sampai tujuannya. Tsaqif yang tidak biasa melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, kali ini berani melakukannya. Sangking khawatirnya, ia sampai tidak memedulikan jalanan yang masih terbilang ramai.
Ia langsung berlari masuk setelah memarkirkan mobilnya di halaman rumah Farah.
"Assalamu'alaikum, Dar," panggilnya.
Haidar yang sebelumnya berada di kamar sang kakak, bergegas turun untuk membuka pintu ketika mendengar suara orang mengucap salam. Remaja itu bernapas lega setelah melihat kakak iparnya yang sudah ada di sana.
Tanpa menunggu lagi, kedua laki-laki itu segera naik ke lantai atas untuk memeriksa keadaan Jamila. Sesampainya di sana, Tsaqif tiba-tiba merasa ada batu yang menghantam dadanya. Ia merasa sakit melihat kondisi istrinya. Langkahnya pun perlahan mendekat.
"Mila," panggilnya pelan dengan sebelah tangan mengelus kepala istrinya.
Sosok yang dipanggil sempat membuka matanya, lalu menutupnya kembali. Mungkin karena panas yang mendera, ditambah denyutan di kepala, membuat kelopak matanya terasa sangat berat.
"Kita ke rumah sakit, ya?" Tsaqif menawarkan, namun segera ditolak oleh istrinya. "Badan kamu panas banget, Mil."
Tanpa melihat kekhawatiran di wajah suaminya, Jamila kembali menggeleng. "Besok juga sembuh kok," balasnya.
Tsaqif hanya menghela napas panjang mendengar perkataan istrinya. Meskipun sangat khawatir, ia juga tidak memaksa Jamila agar mau dibawa ke rumah sakit. Haidar yang melihat sikap keras kepala kakaknya juga ikut menghela napas panjang. Untung suaminya begitu sabar menerima sikapnya.
"Kakak tenang aja. Tadi Kak Mila udah minum obat, kok. In sya Allah, demamnya akan reda," jelas Haidar membuat perasaan Tsaqif sedikit tenang. Ia pun meminta tolong Haidar untuk menjaga kakaknya sebentar, sembari ia keluar untuk mengambil sesuatu.
Lima menit kemudian, Tsaqif sudah kembali dengan membawa nampan berisi air dan sapu tangan untuk mengompres istrinya.
"Kamu istirahat saja, Dar. Biar saya yang mengurus Jamila," titah Tsaqif tidak mau mengganggu waktu tidur adeknya. Tanpa membantah, Haidar pun langsung pamit keluar.
Setelah bayangan Haidar menghilang, Tsaqif segera melakukan niatnya. Tangannya lantas mengambil wadah berisi air, kemudian mencelupkan sapu tangan ke dalamnya dan meremasnya. Sehabis itu, ia langsung menempelkan benda yang basah itu pada kening Jamila, dan menekannya perlahan. Hal itu ia lakukan secara berulang, sampai hawa panas di tubuh istrinya berkurang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm JAMILA [SELESAI] ✔️
Romance[RELIGI - ROMANCE] "Masih jomlo, Mil?" "Kapan nikah, cantik?" "Anaknya Bu Budi, lho, udah nyebar undangan. Kamu kapan?" Beragam pertanyaan yang menjurus pada desakan untuk menikah, sudah seperti sapaan wajib untuk Jamila setiap kali berkumpul dengan...