[Bismillah]
💦
Jalanan di waktu siang menjelang sore itu cukup lancar, tidak semacet waktu berangkat tadi. Hal itu membuat Jamila merasa sedikit aman untuk menambah kecepatannya. Ia yakin kalau adek semata wayangnya itu sudah menunggu lama di sekolah.
Di sela kefokusannya mengamati jalan, ia menyempatkan diri untuk meraih handphone di bangku samping, lalu menekan sebuah nomor. Tidak perlu menunggu lama, ia sudah bisa mendengar suara dari ujung sana.
"Lo masih di sekolah, kan?" tanya Jamila.
"Masihlah, Kak. Yakali gue terbang nyampe rumah," balasnya diakhiri kekehan kecil.
"Iya, ini gue lagi di jalan. Tunggu bentar, ya."
"Menunggu si dia respon aja, gue sanggup. Apalagi nungguin kak Mila," jawab Haidar membuat sang kakak geleng-geleng kepala.
"Dasar bucin! Udah, ah. Gue tutup dulu, ya."
Jamila meletakkan benda itu kembali ke tempatnya, karena bangunan yang menjadi tempat adeknya menuntut ilmu sudah terlihat. Sesampainya di depan gedung bertingkat tiga, ia langsung memarkirkan mobilnya dan beranjak keluar.
Netranya sibuk menyapu sekitar tempat yang sudah terbilang sepi. Hanya ada beberapa petugas yang masih ada di sana. Ketika otaknya berinisiatif untuk bertanya kepada satpam yang ada di sana, kakinya malah berhenti ketika mendapati seseorang tengah berdiri di dekat halte.
Dari cara berdiri dan model rambut, Jamila bisa mengenali kalau itu adalah sosok yang ia cari. Helaan napas panjang keluar begitu saja dari hidungnya.
"Haidar!" panggilnya seraya melambai.
Sosok yang berdiri dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku itu, lantas menoleh ketika samar-samar mendengar namanya dipanggil. Ia melepas earphone yang menempel di telinga agar bisa mendengar dengan jelas.
"Pulang woi! Ngapain masih di situ? Nungguin doi?" teriak Jamila ketika panggilannya tadi tidak mendapat respon.
Remaja itu tidak menggubris perkataan kakaknya. Ia yang sudah lumayan lama berdiri di sana, langsung melangkahkan kaki jenjangnya ke tempat Jamila.
"Kok bisa lupa, sih, Kak? Untung gue udah makan siang tadi. Kalau nggak? Bisa pingsan berdiri gue di sana," keluh Haidar ketika sampai di depan kakaknya.
"Ya, maaf. Namanya juga manusia. Gue tadi nggak ingat kalau lo pulangnya sama gue. Kenapa nggak pesan taksi aja, sih?" Jamila balik bertanya.
"Kak Mila kan udah janji, mau jemput. Ya udah, daripada uang sakunya dipake buat pesan taksi, mending gue nungguin Kakak. Lumayan, kan, bisa lengkapi series bumi di kamar gue."
"Iya, iya. Terserah lo, deh. Sekarang pulang yuk! Gerah nih, mau mandi."
Haidar mengangguk setuju. Dua bersaudara itu pun berjalan beriringan menuju mobil yang terparkir di depan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm JAMILA [SELESAI] ✔️
Romance[RELIGI - ROMANCE] "Masih jomlo, Mil?" "Kapan nikah, cantik?" "Anaknya Bu Budi, lho, udah nyebar undangan. Kamu kapan?" Beragam pertanyaan yang menjurus pada desakan untuk menikah, sudah seperti sapaan wajib untuk Jamila setiap kali berkumpul dengan...