[Bismillah]
...
Seorang wanita yang berdiri di belakang pintu bergeming. Bukannya ingin menguping pembicaraan orang lain, tapi kebetulan ia ingin ke depan untuk mengambil paketnya yang sudah sampai. Ia pun tidak tahu kalau suaminya itu tengah menelpon di pintu depan, jadilah telinganya mendengar semua pembicaraan itu.
"Ada apa, Mas?" Ia memberanikan diri untuk bertanya.
Tsaqif langsung membalikkan badan. "Ini, ayahnya Aysel meninggal."
"Innalillahi wa innailaihi roji'un," katanya spontan. "Terus keadaan Aysel gimana?"
"Kata Umah, Aysel pingsan, sekarang ada di rumah sakit."
"Astagfirullah, kasihan dia," gumam Jamila turut berdukacita. "Apa kita ke rumah sakit aja, Mas?"
Tsaqif menggeleng, "Aysel sudah dibawa ke rumah. Alhamdulilah, kondisinya sekarang sudah baik. Tapi ...." Ia tidak jadi melanjutkan kalimatnya.
"Tapi apa?" tanya Jamila pura-pura tidak tahu, padahal sebenarnya ia sudah mendengar semuanya.
"Aysel pengin pulang ke Istanbul, Mil. Dia mau bertemu ayahnya untuk terakhir kali. Tapi, Umah nggak ngizinin karena melihat kondisi Aysel. Umah takut Aysel kenapa-kenapa kalau pulang sendiri," jelas Tsaqif dengan suara berat. Jujur, ia tidak ingin mengatakan hal ini pada istrinya.
"Karena itu, Umah minta Mas yang menemaninya pulang. Zinnia tidak bisa mengantar karena Aysel tidak mau merepotkan temannya."
Jamila ikut berpikir. Ia paham dengan perasaan suaminya, tapi ia juga sependapat dengan umahnya. Bagaimana mungkin seorang perempuan bisa pergi sendirian, sedangkan jiwanya tengah terguncang karena kehilangan orang yang berharga dalam hidupnya? Bagaimana jika ada orang jahat yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menjahati Aysel? Jamila tidak tega membayangkannya.
"Mas, mungkin ini sulit untuk kamu, tapi aku setuju sama Umah. Cuma Mas yang bisa bantu Aysel," ujarnya.
"Tapi, Saya--"
Ucapan Tsaqif terjeda lantaran tangan Jamila yang memegang tangannya. Wanita itu menatap Tsaqif dengan penuh arti.
"Mas, mungkin Aysel juga tidak mau merepotkan siapapun, tapi melihat situasinya sekarang, Aysel tidak mungkin pulang sendiri. Apalagi dia sedang berduka. Aku takut, di tengah jalan, Aysel kenapa-kenapa." Jamila berusaha meyakinkan suaminya. "Aku nggak apa-apa, Mas. Ini demi keselamatan orang lain."
"Kamu ikut, ya. Kita pergi sama-sama." Tsaqif memberikan pilihan yang langsung ditolak oleh Jamila.
"Mas ke sana mau takziah, silaturahmi, mewakili Zinnia yang menjadi sahabatnya Aysel. Kalau aku ikut, nanti jadi repot. Lagian, aku juga harus bantu Mama jaga butik dan florist," bantahnya diakhiri senyum, padahal di dasar hatinya ada ketidakrelaan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm JAMILA [SELESAI] ✔️
Romance[RELIGI - ROMANCE] "Masih jomlo, Mil?" "Kapan nikah, cantik?" "Anaknya Bu Budi, lho, udah nyebar undangan. Kamu kapan?" Beragam pertanyaan yang menjurus pada desakan untuk menikah, sudah seperti sapaan wajib untuk Jamila setiap kali berkumpul dengan...