CINTA YANG TELAH USAI

639 22 0
                                    

Gus Ibnu berada di rumah nya, Gus Ibnu masih menggunakan kursi roda.

"Maafin Abah, udah egois nyuruh kamu Menikah dengan Bilqis." Ucap Kyai Amin.

"Abah gak salah, ini udah takdir. Mamado Mado, yang penting pernikahan Ibnu udah di batalkan."

"Abah gak akan egois lagi, kamu boleh nikah dengan pilihan mu sendiri, asalkan perempuan itu perempuan yang Sholeh dan pintar ilmu agama."

"Terimakasih bah."

"Aham tolong kamu anterkan Ibnu terapi ke dokter, Raihan tidak bisa mengantar kan nya setiap hari." Ucap kyai Amin, pada Aham seorang haddam.

   Gus Ibnu setiap pagi rutin pergi ke dokter untuk terapi, dia berharap kakinya cepat sembuh agar cepat mencari Aina.
                           
  Belakangan ini Aina sibuk dengan pikirannya, dia selalu memikirkan kondisi Gus Ibnu.

Tok....tok.....
Aina membuka pintu.

"Ngapain kamu ke sini?." Tanya Aina.

"Mulai tadi aku tungguin kamu di bawah tapi gak muncul-muncul, kamu gak mau kerja."

"Sekarang tanggal merah, libur kerja." Ucap Aina.

"Hi...hi.. aku lupa." Kata Irfan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kamu punya masalah belakangan ini aku perhatiin kamu selalu bengong dan sering ngelamun, kamu kalok ada masalah cerita." Kata Irfan.

"Kamu pulang aja jangan ganggu, aku mau istirahat." Kata Aina sambi mendorong tubuh Irfan.

Aina rebahan di atas kasur, berusaha untuk tidur. Karena mulai tadi malam dia tidak bisa tidur pikiran nya selalu menuju pada Gus Ibnu.

"Ayok dong Aina jangan pikirin dia terus, kamu harus bisa melupakan dia." Kata Aina pada dirinya sendiri.

Aina membuka galeri hp nya, dia menghapus semua foto Gus Ibnu. Kecuali satu, foto dia dan Gus Ibnu saat menerima hadiah.
                           ............

  1 bulan berlalu, Gus Ibnu sudah sembuh, dia sudah bisa berjalan, seperti biasa saat hari libur Gus Ibnu mengajak beberapa santri untuk goes. Rute nya sekarang Gus Ibnu goes ke puncak Bogor yang udaranya sangat sejuk dan pemandangan nya indah. Gus Ibnu menghampiri bapak-bapak yang sedang memetik teh.

"Assalamualaikum." Ucap Gus Ibnu.

"Waalaikumussalam, Gus Ibnu." Jawab sang bapak sambil bersalaman.

"Bapak kok kenal saya."

"Siapa yang gak kenal putra nya kyai Amin." Ucap sang bapak.

"Saya bantu bapak metik daun teh ya"

"Jangan, masak Gus metik daun teh" larang sang bapak.

"Pak semua manusia di hadapan yang maha kuasa itu sama, yang hanya beda kita itu cuma taqwa." Ucap Gus Ibnu dan membantu sang bapak. Begitu Gus Ibnu, orang nya sederhana, tidak membedakan kaya miskin.

Selesai memetik teh Gus Ibnu dan santri nya duduk di Gerdu sambil menikmati teh dan pisang goreng.

"Pak disini ada curut ya?." Tanya salah satu Santi.

"Ada di sana." Jawab sang bapak sambil menunjuk arah curut.

"Gus kami berlima izin ke curut."

"Tapi jangan lama lama."
Mereka berlima pun pergi ke curut.

"Gus Ibnu belum nikah?." Tanya sang bapak.

"Belum pak, masih belum Nemu yang tepat." Jawab Gus Ibnu.

  Singkat cerita, sampai nya di rumah Gus Ibnu langsung membersihkan badan nya. Lalu Gus Ibnu menemui sang Abah yang duduk santai di ruang tengah.

Gadis Tomboy Milik Sang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang