32. Perdebatan

1.8K 543 121
                                    

"Astaga! Diamlah, Tara! Aku harus mengurus anakku!" Justin membentak Tara yang sejak tadi mengoceh tidak karuan, sementara Tyler berbaring sakit di hadapannya.

"Kau mengingkari janjimu lagi!" seru Tara tidak mau mengindahkan perintah Justin untuk diam.

Justin mengepalkan kedua tangannya erat-erat, berusaha, sebisa mungkin, tidak membentak Tara dengan suara yang lebih kasar lagi.

"Ini di luar rencana. Keadaan darurat."

Kemarin, Justin berjanji akan menghabiskan akhir pekannya bersama Tara dengan melakukan apapun yang wanita itu inginkan dan meninggalkan Tyler di rumah bersama pengasuh.

Akan tetapi, pagi ini Tyler mendadak demam sehingga ia harus membatalkan janjinya pada Tara. Justin tidak mungkin tega meninggalkan anaknya yang sedang sakit.

"Tapi kau sudah berjanji!" Seru Tara sambil merengut marah pada Justin yang tengah menggantikan pakaian Tyler. "Dan sekarang kau mengacaukannya!"

Justin mendongak pada Tara yang berdiri di depan ambang pintu kamar Tyler. "Aku bukan sengaja membatalkannya. Kau tidak lihat bagaimana keadaan anak kita ini? Dia sakit!"

Meskipun ia ingin percaya bahwa Tara benar-benar ingin berubah, tetapi apa yang dilihatnya hari ini kembali membuatnya ragu. Tara tidak terlihat khawatir sedikit pun, dan justru malah terkesan tidak peduli pada Tyler.

Bahkan ketika tadi ia mengatakan 'anak kita', Justin bisa melihat Tara sempat mencibir. Apa yang sebenarnya diinginkan wanita ini? Apakah Tara sebenarnya memang tidak berniat untuk menjadi ibu yang baik bagi Tyler?

"Aku akan membawanya ke rumah sakit sekarang. Kau ikut?"

Justin menatap Tara sejenak, sebelum wanita itu akhirnya menghela napas dan mengangguk dengan terpaksa. Justin tahu bagaimana perbedaan raut wajah penuh kerelaan dan terpaksa itu terlihat. Dan wajah yang Tara tampakkan benar-benar tidak menunjukkan jika wanita itu ingin pergi.

Ia harus membicarakan ini dengan Tara nanti. Tara tidak bisa terus-terusan seenaknya seperti ini. Nanti karena sekarang ia harus membawa Tyler ke rumah sakit.

Tanpa banyak bicara, Justin menggendong Tyler dan berkendara ke pusat kota tempat rumah sakit besar berada. Di sampingnya, Tara duduk dengan wajah masam hingga mereka bahkan tidak mengobrol hingga sampai di rumah sakit.

"Sepertinya anak Anda mengalami stress yang berlebihan. Itu menyebabkan daya tahan tubuhnya lemah dan ia terkena demam psikogenik. Apa dia sedang mengalami tekanan di rumah?" Dokter wanita paruh baya itu melirik Tara sekilas sebelum kembali menatap Justin.

Stress? Apa karena Ana pergi? Atau karena kehadiran Tara di rumah? Kenapa pengasuhnya tidak pernah bicara padanya? Seharusnya, jika Tyler memang stress, akan terlihat dari sikapnya sehari-hari kan? Dan orang yang selalu bersama Tyler jelas pengasuhnya.

"Tidak. Dia baik-baik saja sebelum ini." Kecuali dia menjadi lebih pendiam daripada biasanya. "Tolong beri dia pengobatan terbaik di sini, Dokter. Putraku baik-baik saja tadi malam."

Wanita itu tersenyum. "Demam karena stress tidak bisa disembuhkan hanya dengan obat, Sir. Kita harus mengatasi sumber stress atau kecemasannya. Anda harus mencari tahu apa yang membuatnya tertekan. Untuk sekarang, aku akan memberikan beberapa vitamin dan penurun panas. Jika keadaannya tidak membaik, aku rasa kau harus membawanya ke psikiater anak."

"Seburuk itu?" tanya Justin dengan suara serak dan kening yang berkerut dalam.

Dokter itu kembali melirik Tara. "Boleh aku bicara berdua denganmu sebentar, Sir?"

"Tara, bisa kau jaga Tyler sebentar?"

Justin berusaha memindahkan Tyler yang ada dalam gendongannya kepada Tara. Namun, tangan kecil itu menahan punggung Justin dengan kuat sebelum Tara menjawab. Justin menunduk, dan menyadari anaknya menangis.

Cinta Duda Seksi & Pengasuh KikukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang