36. Penolakan

1.7K 456 53
                                    

Ketika pengakuan itu terungkap, Justin merasakan sebersit penyesalan di hatinya. Bukan karena ia menyesal telah jatuh cinta pada Ana. Bukan itu.

Ia menyesal karena mengungkapkan perasaannya pada Ana terlalu cepat. Gadis itu bisa saja pergi lagi dan menghindarinya. Atau yang lebih buruk, Ana akan menolak untuk kembali. Dan itu bukan hanya akan menghancurkan hatinya, tetapi juga Tyler.

"Ana, aku...kau tidak perlu menjawab apa-apa. Aku hanya..."

Apa yang dia inginkan sebenarnya? Ia sendiri juga tidak mengerti. Lagipula, menjalin hubungan dengan pengasuh anaknya tampaknya bukan sesuatu yang benar. Jika keadaan tidak berjalan lancar, segalanya hanya akan menjadi canggung. Atau yang lebih parah lagi, hancur berantakan.

Justin hanya ingin Ana kembali tanpa gadis itu merasa terbebani oleh perasaannya. Seharusnya ia memang diam saja tadi.

"Mungkin kau hanya terbawa suasana," jawab Ana dengan tenang. "Aku hanya gadis dekil. Kau tidak mungkin jatuh cinta padaku. Kau tidak berpikir jernih."

Kening Justin berkerut menatap wajah Ana yang seakan tidak terpengaruh oleh ungkapan perasaannya. Apa dirinya salah menilai sikap Ana? Atau Ana memang tidak memiliki perasaan apa-apa padanya? Apa ciuman pertama mereka saat itu tidak berarti apa-apa pada gadis itu?

Bahkan meskipun ia berciuman dengan Tara, Justin masih sering memikirkan ciumannya dengan Ana. Hal itu memang tidak bisa dibandingkan, ia akui itu.

Sangat jelas Tara berbeda dengan Ana. Tara mencium dengan sangat ahli dan berpengalaman. Jauh berbeda dengan Ana yang sama sekali tidak tahu apa-apa tentang ciuman.

Akan tetapi, Justin mendapati dirinya justru tidak bisa melupakan ciuman itu. Ia masih bisa mengingat dengan jelas rasa bibir Ana di dalam bibirnya. Ia sangat ingin mengajari Ana mencium. Ia ingin membelai bibir Ana dengan bibirnya, mengeksplorasi lidah gadis itu dengan lidahnya sendiri. Juga, mengajarkan gadis itu apa arti gairah.

"Apa kau tidak memiliki perasaan apapun terhadapku?"

Ana kembali menunduk dan menatap wajah Tyler yang tertidur. Justin tahu itu hanya untuk menghindari matanya. Gadis ini tidak ingin berkata yang sejujurnya kepada dirinya, dan hatinya seakan kembali dipenuhi harapan.

"Jawab aku dan katakan kau tidak mencintaiku juga, Ana!"

"Tidak," jawab Ana pelan masih dengan kepala yang tertunduk.

"Tatap mataku dan katakan dengan tegas!"

Ana menghela napas dan menatapnya tepat ke dalam matanya. Untuk sesaat, Justin merasa tersesat dalam keindahan mata Ana yang berwarna kecoklatan layaknya madu yang berkilauan. Kenapa ia tidak pernah melihat jika gadis ini memiliki mata yang begitu indah?

"Aku tidak mencintaimu, Justin. Lagipula, aku sudah bersama Harvey sekarang." Ana mengatakannya dengan tenang. Bahkan terlampau tenang.

Ketika pernyataan itu terucap, Justin merasakan sentakan rasa sakit di dadanya. Gadis ini tidak berbohong. Ana berani mengatakan itu dengan menatap matanya, berarti memang itulah kenyataannya. Ana memang tidak mencintainya. Dan ya, ada Harvey di antara mereka sekarang.

"Aku mengerti," ucap Justin sambil bangkit dari tempat tidur yang sempit itu. ia tidak bisa terus berada di sini setelah Ana menolaknya.

Ia menoleh sebelum membuka pintu kamar Tyler dan menatap Ana yang kembali menunduk. "Hanya saja, aku minta tolong padamu, tolong pertimbangkan lagi untuk tetap di sini. Tyler membutuhkanmu."

Bukan hanya Tyler. Semua orang memang membutuhkan Ana. Gadis itu layaknya sinar terang di kehidupan mereka yang gelap. Di kehidupannya yang tidak berwarna.

Cinta Duda Seksi & Pengasuh KikukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang