24. Hidup Adalah Tentang Pilihan

2K 484 72
                                    

Bibir mereka saling menempel, dan ketika Justin membuka mulutnya, ledakan seakan muncul di kepalanya. Bibir ini adalah bibir termanis yang pernah ia cium. Ini...ini...

Dirinya pasti sudah gila. Mencium Ana? Si kikuk itu?? Apa ia sedang bermimpi?

Astaga! Ini benar-benar di luar akal sehat Justin. Namun, ketika ia menemukan gadis itu di dapur, Justin merasa dirinya terjebak oleh pesona yang selama ini tidak pernah Ana perlihatkan pada dunia. Bahwa di balik sikap kikuknya, Ana adalah gadis yang sangat penyayang dan tidak egois.

Tidak pernah dalam hidupnya, Justin menemukan orang lain yang begitu mencintai Tyler seperti dirinya atau orang tuanya. Bahkan Tara yang sudah bersamanya selama beberapa tahun sebelum Tyler hadir di antara mereka.

Namun, Ana terlihat begitu tulus menyayangi Tyler dan rela menginap di sini selama Tyler tidak mau pulang bersamanya. Padahal, Justin tahu urusan Tyler sama sekali bukan bagian dari pekerjaan Ana karena gadis itu bekerja di sini bukan sebagai pengasuh Tyler. Ana bisa saja pulang dan tidak peduli pada rengekan Tyler.

Lalu tiba-tiba pikiran itu datang begitu saja. Jauh di lubuk hatinya, Justin tahu bahwa gadis seperti inilah yang ia butuhkan untuk menjadi istrinya. Untuk menjadi ibu dari anaknya. Tidak hanya Tyler, tetapi juga anak-anaknya yang lain, yang akan lahir dari rahim wanita itu.

Seorang wanita yang tidak memiliki ambisi tertentu dalam karier maupun keinginan untuk memiliki hartanya. Seorang wanita yang akan menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, dan menjadi istri yang penurut baginya, seorang wanita yang tidak ia cintai.

Ironis kan? Kenapa wanita yang baik dan pantas menjadi seorang istri justru bukan orang yang ia cintai?

Tangan Ana naik ke dada Justin yang telanjang. Pertama, Justin pikir Ana akan mengusap bulu di dadanya sebelum membalas ciumannya. Namun, bukannya mendapatkan ciuman balasan, Ana malah mendorongnya dengan kuat sebelum Justin menciumnya lebih dalam.

Dorongannya begitu kuat hingga punggung Justin membentur meja dapur dan rasa sakitnya membuatnya sadar seketika. Ia menahan diri untuk mengumpat saat rasa panas menyerang punggungnya akibat dorongan Ana.

"Brengsek! Apa yang kau lakukan??" teriak Ana sambil melotot marah.

Justin sedikit takjub di tengah deraan sakitnya. Ternyata Ana bisa marah juga?

"Maafkan aku, Ana. Aku...sedikit mengantuk."

Sialan! Alasan konyol macam apa itu?? Ia jelas-jelas sadar dan sama sekali tidak mengantuk. Akan tetapi, sungguh Justin tidak bisa menemukan alasan lain yang lebih pas untuk ia katakan pada Ana. Terutama agar gadis itu tidak marah.

Kepalang tanggung, Justin memutuskan untuk mencari alasan lain yang menurutnya malah semakin tidak masuk akal.

"Aku tadi sedang memikirkan Tara. Mungkin aku terlalu terbawa pikiranku, dan mengira kau adalah Tara."

Ia melihat sebersit rasa sakit hati di wajah Ana, tetapi gadis itu buru-buru menampilkan wajah datarnya.

"Yah, saya tahu Anda mencium saya pasti karena suatu kesalahan!"

Sebenarnya bukan!

Justin tahu dengan segenap hatinya, bibir milik siapa yang ia cium tadi. Tubuh hangat milik siapa yang sempat ia dekap tadi walaupun hanya sebentar. Bibir Ana terasa begitu lembut, kecil, dan begitu pas untuknya. Justin hampir saja hilang akal ketika bibir mereka bersentuhan.

Seandainya Ana tidak mendorongnya, ia mungkin bisa meniduri Ana saat ini juga di meja dapur rumah ayahnya. Juniornya bahkan sudah menjerit ingin dibebaskan sekarang.

"Ana, aku..."

"Saya harap, besok kita berdua akan melupakan apa yang terjadi malam ini," potong gadis itu sebelum Justin selesai bicara dengan sangat tenang. Berbanding terbalik dengan seruan marahnya tadi.

Cinta Duda Seksi & Pengasuh KikukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang