12. Dia Kembali

1.9K 488 66
                                    

"Kau bereaksi berlebihan, Man! Apa kau tidak melihat wajah gadis itu? Dia sangat pucat. Aku bahkan pernah melihat mayat yang lebih berwarna daripada wajah gadis itu. Dia benar-benar ketakutan padamu."

Justin memandang Devon sebentar dari kesibukannya mengancingkan kemeja, lalu kembali menyelesaikan kegiatannya memakai baju. Beruntung ia menyimpan beberapa kemeja dan jas di kantornya, sehingga bisa segera mengganti pakaiannya yang kotor, lengket, dan basah itu.

Sialan, Ana! Itu adalah salah satu jas favoritnya. Jas milik mendiang sahabatnya, yang diberikan kepadanya satu hari tepat sebelum sahabatnya itu meninggal. Jika sampai noda kopi itu membuat rusak jasnya yang berharga, ia akan membuat gadis itu membayar ganti rugi untuk benda tersebut.

"Gadis itu pasti dipecat dari sana." Suara Devon lagi-lagi terdengar sangat prihatin. "Ya Tuhan, kau telah membuat seseorang kehilangan pekerjaannya."

"Kenapa kau peduli padanya? Kau bahkan tidak mengenalnya," ucap Justin sambil duduk di sofa dan menyilangkan kakinya.

Ia tidak akan mengatakan pada Devon jika sebenarnya dirinya mengenal gadis itu. Buat apa? Ana sama sekali bukan orang penting. Gadis itu hanyalah seseorang yang tiba-tiba saja muncul dalam hidup anaknya hingga membuat bocah kecil itu dekat dengannya.

Astaga! Justin masih tidak habis pikir kenapa Tyler bisa begitu dekat dengan gadis kumal seperti Ana. Sebelum ini, Tyler sama sekali tidak pernah dekat dengan satupun orang asing dalam hidupnya. Apa yang sebenarnya Tyler lihat dari si kumal itu?

Hari ini tidak banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Perusahaan mereka baru saja membantu seorang klien memenangkan proyek investasi senilai jutaan dollar, itulah alasan makan siang tadi diadakan, sehingga mereka bisa sedikit bersantai sekarang ini.

Seharusnya makan siang itu belum berakhir sekarang, tetapi Justin memilih pergi lebih dulu karena ia tidak tahan memakai pakaian yang kotor dan basah. Devon seharusnya menggantikannya di sana, tetapi pria itu menyusulnya tidak lama kemudian, dan berakhir di sini. Akhirnya Evan yang turun tangan langsung di makan siang bisnis itu.

Devon mengerutkan kening saat menatapnya. "Siapa tahu mungkin itu adalah satu-satunya pekerjaan yang ia miliki? Atau mungkin ia harus membiayai hidupnya dari gaji di restoran yang tidak seberapa? Kau tidak pernah tahu kan apa yang sedang dia hadapi di hidupnya? Jangan menjadi orang yang terlalu kejam pada orang lain, Justin."

Alis Justin terangkat menatap sahabatnya itu. "Kau kasihan padanya hanya karena dia memiliki payudara."

Itu bukan suatu hal yang aneh. Tidak peduli cantik atau tidak, asalkan ia memiliki payudara, Devon pasti akan memperhatikan orang itu. Pria itu memang pecinta wanita.

Devon terbahak mendengarnya. "Astaga, Mills! Tidak seperti itu! Gadis itu bukan tipeku, kau tahu seperti apa yang kusuka. Aku lebih menyukai si pirang yang memiliki bokong seksi itu. Sayang, dia mengabaikan rayuanku."

Justin mendengkus. Devon dan wanita seksi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dia sudah hapal benar akan hal itu sejak mereka masih kuliah. Devon suka sekali berpesta dan bersenang-senang dengan para perempuan.

Beruntung Devon memiliki orang tua yang sangat kaya, yang bisa memenuhi semua gaya hidup mewahnya.

Jadi meskipun tidak terlalu pandai seperti Justin, pria itu bisa memiliki pekerjaan bergengsi di kantor ini. Yah, jika kau tidak pintar, setidaknya kau harus tampan dan kaya sehingga hidupmu akan tetap berada di jalur yang benar. Apalagi jika gaya hidupmu benar-benar mewah. Kekayaan orang tuamu akan sangat kau butuhkan.

"Kau akan menuntut mereka?" tanya Devon lagi masih dengan nada suara yang terlalu peduli.

"Tidak! Aku tidak sekejam itu. Aku hanya..."

Cinta Duda Seksi & Pengasuh KikukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang