Pagi ini sinar mentari bersinar hangat, menembus celah jendela-jendela rumah sakit yang masih tertutup. Pohon-pohon bergerak ringan tertiup angin, menggugurkan kelopak sakura di atas tanah lembab sehabis hujan semalam. Burung-burung ikut keluar dari sangkar dan singgah di atas kabel listrik yang menjulang, lantas saling berkicauan. Beberapa pasien mulai membuka jendela kamar mereka dan turun ke lantai dasar menuju taman terdekat untuk menikmati udara pagi yang sejuk. Para petugas masak mulai sibuk di dapur, menyiapkan sarapan yang aromanya menyerbak harum, bersatu dengan udara pagi yang masuk lewat jendela.
Sera melangkah ringan di sepanjang lorong rumah sakit yang mulai dipadati para petugas. Sesekali ia menyapa para perawat atau petugas kebersihan yang lewat. Aroma rumah sakit yang kental itu sirna saat ia sudah berada di taman. Kakinya yang memakai sepatu kets yang baru ia cuci kemarin pun melangkah di atas rumput basah, tak merasa repot jika nantinya sepatu itu akan kotor lagi. Rambut panjangnya melambai-lambai tertiup angin. Kacamata juga menghiasi wajahnya, menjadi bantuan untuk matanya yang tak lagi bisa melihat dengan jelas. Kaos biru muda yang kusut itu ditutup oleh jas dokternya yang panjang.
Sera tersenyum saat pasien-pasien di taman menyapanya dengan ramah. Biasanya pagi-pagi seperti ini Sera masih bergelung di dalam selimut, atau sibuk di ruangan sampai shiftnya berakhir. Ia juga lebih memilih menikmati secangkir kopi hangat untuk membuatnya terjaga saat bekerja nanti alih-alih berkeliling taman seperti ini. Sera bukanlah morning person atau apapun itu sejak ia sudah bekerja. Dia merasa tak punya celah waktu untuk sekedar menikmati semilir angin di luar. Dirinya disibukkan oleh pekerjaannya sebagai seorang dokter dan kebetulan hari ini ia ingin memanjakan dirinya sendiri yang sudah lama ia lupakan. Sera lupa kapan terakhir kali ia berjemur seraya menikmati udara pagi yang sejuk.
Ia berhenti di depan sebuah pohon sakura yang besar, kokoh menjulang tinggi. Sera mendongakkan kepala, sedikit menyipitkan mata karena sinar matahari yang menembus celah ranting pohon yang padat. Ditatapnya satu demi satu kelopak yang berjatuhan, merasa tak asing. Sera berkedip pelan, tersenyum kecil.
Ahh benar. Ini membuatnya teringat dengan Kim Sunoo. Di mimpinya kala itu, Sunoo membonceng dirinya di sepeda usangnya, berkeliling menuju sungai Han sambil melihat bunga sakura yang mulai tumbuh di pohon-pohon sepanjang jalan.
Sudah belasan tahun berlalu, tapi ingatan Sera tentang Sunoo tak lekang sedikit pun. Pemuda itu masih setia melekat di hati dan ingatannya. Sera juga rutin mengunjungi makam Sunoo dan rutin mengunjungi kediaman pemuda itu yang kini hanya ditinggali oleh Wonwoo karena Winter yang sudah menikah tinggal bersama suaminya. Sera pasti akan memasuki kamar Sunoo yang senantiasa rapih, lalu membuat satu burung kertas berisi curhatan hari-hari yang ia lewati. Jika ia lelah dengan pekerjaannya, Sera pasti akan pergi ke rumah itu untuk mengisi energi. Entah mengapa sehabis dari rumah minimalis itu, perasaannya membaik seolah sisa-sisa kehangatan Sunoo masih membekas di sana dan hanya itu penyembuh rasa letihnya.
Jika ditanya apakah Sera sudah merelakan Sunoo, maka jawabannya iya. Dokter muda itu sudah merelakan si pemuda Kim dan memulai hidupnya yang baru. Tapi, sisa-sisa penyesalan itu masih ada. Kata seandainya masih bermunculan di kepalanya dan membuatnya tak bisa tidur.
Seandainya jika hari itu ia lebih berhati-hati, apakah detik ini Sunoo masih hidup?
Seandainya jika dia tak membuang pesawat kertas itu, apakah dia bisa berteman dengan Sunoo?
Dan seandainya jika Sunoo tak membiarkannya kembali ke dunia, apakah saat ini mereka akan bersama dan mengukir kisah di dunia lain? Dunia di mana ada sosok Kim Sunoo yang selalu membawakannya mawar merah. Dunia di mana ada Kim Jaehee yang hangat dan pengertian. Dunia di mana ada Ryujin dan Yuna sebagai temannya. Sera selalu berandai-andai jika saja ia tak terbangun, mungkin dirinya akan selamanya berada di dalam mimpi tersebut dan tak perlu mencemaskan apapun karena ada Sunoo di sisinya.
Tapi kenyataannya dia di sini sendirian, di dunia yang sempat ia tinggalkan sementara selama 5 tahun menyelami alam mimpi. Sera sendirian menghadapi semuanya, tanpa Sunoo, tanpa Jaehee, tanpa Jungwon, tanpa Ryujin dan Yuna. Sera tersiksa dan terkadang dia berharap bisa kembali mengalami mimpi yang sama, tapi sayangnya ia tak pernah mengalaminya. Dia tidak tahu apakah di belahan bumi yang luas ini sosok Jaehee, Jungwon, Ryujin dan Yuna benar-benar ada? Ingatan tentang wajah mereka perlahan mulai pudar. Sera membutuhkan mereka, membutuhkan kenyamanan di dunia itu, tapi ia tak bisa karena Sunoo sudah melepasnya.
Dan mungkin sudah saatnya ia memaafkan dirinya sendiri. Menerima kesalahan yang tak disengaja, menerima ketiadaan teman-teman di alam mimpinya, menerima dirinya yang sendirian, dan menerima semua penyesalan dari masa lalunya. Sera tentu saja tak bisa melupakannya. Dia hanya bisa menerimanya dan menjadikannya sebagai pelajaran berharga yang mengiringi lembar hidupnya yang baru.
Sera menarik napas dalam-dalam, lalu melepasnya dengan lega. Senyum kecilnya terbit, menatap pohon itu sekali lagi sebelum akhirnya berbalik pergi untuk kembali ke ruangan, bersiap untuk bekerja.
Namun, di tengah langkahnya tiba-tiba sesuatu jatuh menghantam ringan sepatunya hingga membuat langkahnya berhenti. Sera menunduk, matanya menangkap sebuah pesawat kertas berwarna kuning yang tergeletak di dekat kakinya. Seketika ia merasa dèja vu lagi. Tangan kecilnya langsung meraih pesawat itu dan menemukan seorang anak kecil yang duduk sendirian bersama lembaran kertas berwarna yang terhampar di atas mejanya. Anak itu terus memperhatikannya dan di hidungnya terdapat selang pernapasan yang terhubung dengan sebuah tabung oksigen di dekat kakinya.
Sera tersenyum, mengayun tungkainya menuju anak itu sambil membawa pesawat kertas kuning tersebut.
"Kim Sunoo, aku melepasmu. Tidak akan ada lagi kata seandainya di dalam kepalaku tiap mengingatmu. Aku berjanji akan menjalani hidupku yang sudah kau selamatkan ini dengan baik. Mari kita bertemu di kehidupan berikutnya, selayaknya kisah kita di alam mimpi."
END
FINALLY SELESAI JUGAAA🥺😭
Makasih banyak buat semua readers paper plane. Makasih atas vote dan komennya. Makasih atas kata2 semangatnya. Saya minta maaf kalo cerita ini ga memuaskan atau ga sesuai ekspektasi kalian😔🙏
Jujur sbnrnya paper plane itu banyak bgt opsi endingnya sampe saya bingung. Cerita ini lama kelarnya karena saya bingung mau bikin ending yg gimana. Serius, versi endingnya tuh ada banyak bgt wkwk tapi akhirnya saya bikin ending yg kayak begini (setelah mikir berminggu-minggu, dibantu saran dari temen2 saya jg lol).
Ini opsi endingnya:
1. Sera meninggal karena kankernya & sunoo ttp rutin ngasih setangkai mawar dan naruh mawar2 itu di kamar sera sampe layu
2. Sunoo meninggal karena operasinya gagal
3. Sunoo meninggal gara2 dipukulin Jay pas kondisi dia lg lemah (ini freak bgt💀) Disini Jay kan ga suka ngeliat Sunoo deket sama Sera. Dia jd benci banget.
4. Kebalikan dari ending yg sekarang, alias semua ini cuma mimpinya sunoo. Sbnrnya sera meninggal gara2 kecelakaan, dan kecelakaan itu gara2 keisengan sunooTapiii dari semua ending itu, ga ada yg saya pilih. Saya lebih milih ending yg sekarang karena emg sengaja bikin Sera ketemu lagi sama pesawat kertas yang udh melekat bgt di ingatan dia tentang seseorang. Jelas Kim Sunoo orangnya. Dia ketemu lagi sama pesawat kertas, and it means this is her new life or new chapter after kehilangan Sunoo. Begitu..
Btw apa kesan pesan kalian sama cerita ini? Boleh komen yaa apapun itu hehe
Sekali lagi makasih banyakk🥰💐💐💗
KAMU SEDANG MEMBACA
『√』Paper Plane | Kim Sunoo
FanfictionLewat sebuah pesawat kertas yang jatuh di dekat kakinya, Oh Sera bertemu dengan Kim Sunoo, sang Ketua OSIS yang dulu sering mengganggunya. Sosok lelaki yang sempat menoreh banyak momen pahit di lembar hidup Sera dan keduanya justru dipertemukan deng...