01. Sorry, Sera

633 100 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Oh Sera memandang makanannya tak minat yang tak ia sentuh hingga sup pada nampan itu tak lagi mengepulkan asap. Selera makannya telah lama lenyap, ditambah beberapa jam yang lalu ia habis menjalani kemo. Beberapa bagian tubuhnya terasa nyeri dan ia menggigil kedinginan. Obat mual yang biasa diberikan untuknya kini terasa berkurang pengaruhnya. Sera paling benci keadaan ini meskipun sudah hampir setahun ia merasakannya.

Tangan kecilnya menyingkirkan nampan yang isinya masih penuh itu ke atas nakas. Ia benar-benar kehilangan napsu makannya walau hanya sesendok nasi. Padahal ia harus meminum beberapa obat setelah makan, tetapi perutnya tak diisi apapun. Masa bodoh jika nanti ia ditegur atau bahkan dimarahi sang ibu. Sera hanya ingin mengurangi resiko memuntahkan makanan karena itu akan sangat menguras habis energinya.

Baru saja ia hendak kembali merebahkan diri, suara pintu kamar yang digeser membuat pergerakannya berhenti. Sera menoleh, dalam sekejap air mukanya berubah kusut. Ia menatap sinis ke arah sosok lelaki yang datang sambil membawa nampan makanannya, sementara tangan satunya mendorong tiang infus. Lelaki itu tampak kesulitan sampai bulir-bulir keringat menghias keningnya, tapi ekspresinya terlihat sangat senang.

"Halo, Sera! Apa kau sudah makan?" Sunoo bertanya riang, dengan semangat menarik kursi dan duduk di dekat gadis itu, lalu menaruh setangkai mawar merah di atas nakas-- sebuah kebiasaan baru tiap ia datang mengunjungi Sera. Kedua netra coklat beningnya melirik nampan makan si gadis yang isinya masih utuh. Sendok plastiknya bahkan tak bernoda sama sekali. "Ahh, belum rupanya. Kenapa? Kau mual?"

"Bukankah sudah kubilang jangan pernah datang lagi, Kim Sunoo?? Aku tidak nyaman!" pekik Sera dengan kedua ujung alis yang nyaris menyatu. Dahinya berkerut tak suka. Ia sangat risih dengan kedatangan pemuda berkulit seputih susu itu yang kini hanya terdiam, berpura-pura tak mendengarkan seruannya.

Semenjak pertemuan keduanya yang tak sengaja di taman rumah sakit seminggu yang lalu, Sunoo jadi lebih sering mampir ke kamarnya. Entah sekedar duduk di depan jendela, mengajaknya bicara walau Sera tak merespon, atau biasanya mengajak makan bersama seperti saat ini. Namun, meskipun masih ada rasa dongkol pada dirinya, Sera tak bisa menyangkal rasa senang yang mengisi celah hatinya karena berkat Sunoo, rasa sepi yang kelewat lama mendekapnya perlahan berkurang. Kamar inapnya yang kerap kali terasa hampa dan sunyi, tidak lagi begitu ketara karena Sunoo sering membuat atmosfer di sekitarnya menjadi lebih hidup dan berwarna. Bahkan intensitas pertemuan keduanya menjadi lebih sering sebab ibunda Sera yang mempercayakan putrinya itu pada Sunoo. Sang ibu sering meminta pemuda itu untuk menjaga Sera ketika ia tak bisa menemaninya.

"Dan bukankah kau benci kesepian?"

Suara baritone Sunoo menyeruak sesaat setelah Sera menyerukan protes. Dengan acuhnya ia pun melahap makanannya sendiri, mengabaikan tatapan tajam Sera yang terus menyorotnya. "Ayo makan, Sera. Sampai kapan kau mau menatapku seperti itu? Aku tidak akan pergi sampai makananmu habis."

『√』Paper Plane | Kim SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang