Part 04

4K 361 11
                                    

Part 04

"Aku memang bukan Papa yang baik, seharusnya kamu tidak pergi dan membiarkanku merawat putri kita."

Delisa yang baru saja keluar dari kamar mandi sontak mematung dengan tatapan mirisnya. Pria itu mengigau di dalam tidurnya. Dengan reflek Delisa mendekati ranjang Damian, menyentuh kening pria itu untuk memastikan kondisi demamnya. Tarikan napas di hela Delisa dengan berat saat mendapati demam Damian tak juga turun sedari malam.

Sesaat berikutnya Delisa menoleh ke ranjang satunya-tempat Caisy masih tergolek dengan lemah. Ia memang sengaja meminta pihak rumah sakit untuk menempatkan keduanya dalam satu ruangan agar ia bisa menjaga mereka secara bersamaan.

Hal yang sama pun dilakukan oleh Delisa kepada Caisy, ia menempelkan punggung tangannya ke kening anak itu-seolah hal tersebut sudah menjadi kebiasaan barunya sejak kemarin. Namun berbeda dengan Damian yang masih mengalami demam tinggi, suhu tubuh Caisy justru sudah kembali normal. Delisa berharap Caisy akan pulih dengan cepat begitu pun dengan Damian.

'Kamu lihat Alisya, mereka membutuhkanmu ... kenapa kamu begitu percaya aku bisa merawat mereka?'

Delisa memejam senada dengan air matanya yang jatuh. Sial, sudah lama ia tidak menangis. Tapi keadaan ini benar-benar menjepitnya, hingga ia merasa tidak berdaya di posisi ini. Mengapa Tuhan memberikan penyakit sialan itu kepada Alisya? Mengapa bukan dirinya saja yang dijemput oleh Tuhan di usia muda, lagipula ia yakin kepergiannya tidak akan ada yang menangisi. Lain halnya dengan Alisya yang keberadaannya begitu penting di hati banyak orang. Jelas-jelas kematian Alisya menjadi suatu petaka bagi orang-orang yang mencintainya. Terlebih bagi Damian, Caisy dan orang tuanya.

"Haus...."

Suara rintihan Damian menyentak Delisa. Ia sesegera mungkin menyeka air matanya.

"Tolong ambilkan aku minum...." Damian meminta dengan suara yang terdengar seperti merintih saat Delisa hanya diam memperhatikan.

Setelah berhasil menguasai dirinya, Delisa mengambil gelas minum dari meja nakas lalu berjalan kearah ranjang Damian. Ia membantu Damian untuk mengangkat kepalanya agar bisa menelan air tanpa tersedak.

Teguk demi teguk, Damian berhasil menandaskan air minum tersebut.

"Sudah berapa lama aku tertidur?" tanya Damian dengan suara parau saat Delisa meletakkan kembali gelas itu ke tempatnya.

"Anda tidur sejak semalam," sahut Delisa singkat.

"Kenapa aku tidak di bangunkan?" Damian terkejut, detik itu juga ia hendak turun dari ranjang tapi di tahan oleh Delisa.

"Anda mau kemana?" tanya Delisa sambil menahan Damian untuk tidak meninggalkan tempatnya.

"Aku mau ke putriku."

"Lihat dari sini saja kan bisa!" ujar Delisa dengan kesal.

"Aku ingin ada di dekatnya!"

Delisa menarik napasnya sejenak. "Ranjang kalian hanya berjarak satu meter, apa masih kurang dekat bagi Anda?"

"Aku hanya ingin menggenggam tangannya," sahut Damian dengan nada lemah, matanya terhunus sedih kearah Caisy.

"Dan menularinya lagi?"

Pertanyaan Delisa berhasil memojokkan Damian sehingga membuat pria itu kehabisan kalimat untuk mendebat.

"Kondisi Caisy sudah jauh lebih baik, tapi jika Anda memaksa ingin berada di dekatnya dalam kondisi demam tinggi seperti ini, bukan tidak mungkin Anda akan kembali menularinya lagi."

Damian tak lagi berontak, dengan pasrah ia kembali berbaring di atas ranjang seraya menatap langit-langit kamar. "Kau benar, aku tidak boleh menularinya lagi."

Delisa (Naik Ranjang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang