Part 12

4K 367 17
                                    

Part 12

Damian bersedekap, pandangannya mengikuti langkah Delisa yang menuju balkon. "Jika kau menuntut perasaan dalam hubungan kita, itu akan sulit, tapi jika untuk sekedar berhubungan badan aku tidak keberatan melakukannya denganmu."

Delisa melongo, untungnya ia tidak sedang menghadap kearah Damian. Jadi kecil kemungkinan pria itu tahu rona merah di wajahnya. "Anda bicara apa?" kekehnya dengan gelagat gugup. "Tolong Anda jangan salah paham, aku mengatakan hubungan kita aneh bukan berarti aku menuntut hal-hal yang sudah Anda sebutkan tadi sebelumnya."

"Lantas?" tanya Damian yang kini berdiri tegap di belakang Delisa.

Suara Damian yang terdengar begitu dekat membuat Delisa reflek menoleh, detik itu juga wajah Damian berada tepat di atas kepalanya yang mendongak. "Itu...." Ia tersekat selama beberapa waktu sebelum memutuskan untuk menggeser tubuhnya. "Bukan maksudku menuntut perasaan Anda, karena saat memutuskan menikahi Anda, aku sudah tahu konsekuensinya ... selamanya aku takan pernah bisa menggantikan Alisya dihati Anda. Jadi sekalipun aku tidak berani memimpikan hal itu."

Mereka bertatapan dalam diam, selama beberapa saat tak ada lagi yang bersuara. Dalam hati Damian, ia membenarkan ucapan Delisa, namun entah mengapa ia merasa ada yang janggal dengan kata-kata itu?

Tak lama kemudian, ponsel Delisa berbunyi. Saat mengetahui siapa yang tengah menghubunginya, Delisa terkejut menemukan si pemanggil adalah Jerry. Bagaimana tidak, sejak mereka putus pria itu sudah tidak pernah lagi mengontaknya. Tapi hari ini, ada apa Jerry meneleponnya?

"Hallo?" Delisa menyapa seraya melihat kearah Damian.

"Kenapa Sa ... kenapa kamu tega sekali sama aku?"

Delisa mengernyit saat suara parau Jerry terdengar di seberang sana. "Jer kamu kenapa?" tanyanya dengan khawatir, tanpa sadar mulai mengabaikan Damian.

Jer?

Tatapan Damian menajam, memperhatikan Delisa yang kini terlihat cemas.

"Sakit Sa ... sakit sekali rasanya." Jerry kembali berbicara, Delisa mendengar pria itu menghela napasnya.

"Jer ... kamu mabuk?" Tidak salah lagi, Jerry pasti sedang mabuk. Setelah putus, pria itu tidak pernah menunjukkan kesakitannya. Jerry justru sering bergonta-ganti wanita dan tidak segan menunjukkan kedekatannya bersama wanita lain di depan Delisa.

"Demi Tuhan ini menyakitkan Sa. Kenapa kamu tidak bunuh aku saja sekalian, hah? Aku lebih baik mati dari pada melihatmu menjadi milik orang lain." Jerry mengerang, terdengar begitu kesakitan sehingga Delisa tersekat nyeri.

"Jer ... kamu dimana sekarang? Biar aku...."

Tiba-tiba ponsel miliknya sudah terenggut sebelum ia menyelesaikan ucapannya.

"Apa yang Anda lakukan?" Delisa bertanya marah pada Damian yang kini menutup sambungannya dengan Jerry.

"Kau tidak boleh kemana-mana!" tegas Damian.

"Tapi Jerry ... dia membutuhkanku!" Delisa berkaca-kaca.

"Dia bisa mengurus dirinya sendiri, lagipula sekarang kau sedang sakit jadi aku tidak mengijinkanmu kemana-mana!"

Delisa menggeleng. "Anda tidak bisa melarangku, sekarang juga aku harus pergi menemuinya!" Dengan sikap tak peduli, ia mulai menghela langkah.

"Aku suamimu Delisa, sedang dia bukan siapa-siapamu!" tekan Damian seraya mencekal lengan Delisa.

Delisa mendelik tajam. "Tapi Jerry adalah pria yang ku cintai, sama seperti Alisya yang begitu berharga bagi Anda, Jerry pun sama pentingnya untukku!"

Mereka lantas bertatapan dengan tajam, lidah Damian mendadak kelu mendengar kata-kata wanita itu. Seharusnya ia baik-baik saja mendengar itu bukannya merasa tidak suka.

Delisa (Naik Ranjang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang