Happy reading
________________________________
Beberapa jam berlalu. Delisa kembali ke ruang perawatan Damian dan Caisy saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat.
"Kamu dari mana saja, kenapa baru kembali jam segini?" tanya Damian begitu melihat kemunculan Delisa. Pria itu kini tengah duduk bersandar di atas ranjangnya.
"Eh...." Delisa menoleh kearah Damian sejenak sebelum mendekati ranjang Caisy. "Anda tidak tidur?"
"Kau pikir aku bisa tidur di tempat seperti ini?" Damian menarik napasnya seraya menatap langit-langit. "Pantas saja dulu jika di rawat dirumah sakit, Alisya selalu meminta pulang. Ternyata rasanya memang tidak enak," keluhnya dengan kemurungan yang tidak berhasil ia sembunyikan.
Delisa yang tengah memperhatikan wajah Caisy yang terlelap sontak mengalihkan tatapannya pada Damian, menatap pria itu dengan miris. "Sakit memang tidak enak, karena itu kita harus menjaga kesehatan."
Jawaban Delisa membuat Damian menoleh, saat itu juga ia melihat senyuman lembut di wajah wanita itu sebelum ia memalingkan pandangannya.
"Ayah dan Ibu tadi pulang jam berapa?" tanya Delisa seraya mengusap kepala Caisy.
"Setelah makan siang. Usai menidurkan Caisy, mereka lalu pamit pulang," sahut Damian, nada bicaranya tidak tergolong ramah tapi tidak juga ketus. Delisa berpikir mungkin nada bicara Damian memang seperti itu, jadi ia tidak tersinggung sedikitpun.
Delisa hanya mengangguk tanpa menimpali lagi ucapan Damian.
"Apa kau baik-baik saja?"
Pertanyaan Damian membuat Delisa mengerutkan keningnya. "Tentu saja, kenapa Anda bertanya seperti itu? Apa wajahku terlihat aneh?" Ia balik bertanya seraya memegangi kedua sisi wajahnya.
Untuk pertama kalinya Delisa melihat senyuman di wajah Damian, meski tipis dan hanya sekian detik tapi Delisa sangat yakin pria itu baru saja tersenyum. "Sejak awal wajahmu memang sudah aneh," tandasnya.
Delisa memberengut. "Aneh mana sama wajah Anda yang selalu masam?" balasnya sambil menyipit kearah Damian.
"Apa kau bilang?" Damian menoleh, seakan tak percaya ada seseorang yang berani mengolok-olok wajahnya.
Seakan tidak takut pada kemarahan pria itu, Delisa mengibaskan tangannya. Ia mengecup kening Caisy sejenak, lalu mulai menghelakan kakinya menuju sofa. "Aku mau tidur dulu, nanti kalau Caisy bangun jangan sungkan untuk bangunkan aku," ucapnya dengan santai.
Damian melongo saat tatapan tajam yang ia berikan tidak berhasil membuat Delisa terintimidasi. Tanpa segan wanita itu bahkan mulai membaringkan dirinya di atas sofa. Pada akhirnya Damian hanya bisa mengurut napasnya pelan-pelan.
Dua jam berlalu, Damian mulai bosan. Ia sudah coba memejamkan matanya, berharap kantuk dapat menenggelamkannya dalam tidur. Tapi jangankan terlelap seperti Delisa, menutup mata saja rasanya sulit. Disini terlalu mengerikan. Meski bukan rumah sakit yang sama seperti Alisya di rawat saat itu, tapi berada ruangan ini membuatnya teringat pada mendiang sang istri yang telah tiada. Kenangan itu mengganggu pikirannya sepanjang hari, terlebih melihat Caisy yang berbaring sakit di sebelahnya membuat ia kembali dikuasai kekhawatiran yang sama.
Damian nekad turun dari ranjang. Menyeret langkahnya dengan berat menuju sofa-tempat Delisa kini tengah mendengkur halus. Damian sungguh tak percaya, bisa-bisanya wanita itu tertidur dengan pulas di sofa kecil seperti ini. Apa tubuhnya tidak terasa pegal?
"Bangun!" Damian menepuk lengan Delisa.
Tak ada gerakan, Delisa tetap terlelap sebagaimana sebelumnya. Usai menarik napasnya dengan panjang, Damian kembali menepuk wanita itu. Kali ini di bagian bahu dan sedikit lebih keras dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delisa (Naik Ranjang)
RomanceBlurb Menikah dengan Damian dan menjadi ibu sambung dari keponakannya adalah dua hal yang tidak pernah dipikirkan oleh Delisa. Tapi disinilah Delisa berada saat ini, menjadi istri dari mantan adik iparnya demi memenuhi permintaan terakhir sang adik...