Part 14

4.3K 380 20
                                    

Part 14

"Senang berkenalan denganmu, ku harap kau tidak keberatan aku meminta nomormu pada Damian."

Kata-kata Roland yang begitu terang-terangan sontak membuat wajah Delisa memanas, seperti ada yang menggerakkan ia lantas menoleh kearah Damian yang wajahnya tidak terbaca. Ya Tuhan kenapa juga ia begitu penasaran pada reaksi Damian, jelas-jelas pria itu tidak ada rasa padanya.

"Bagaimana Delisa, apakah aku boleh mendapatkan nomormu?" Roland mengulang pertanyaannya.

Delisa menarik tangannya dari genggaman Damian. "Ehm, tentu...."

"Carilah wanita lain, aku tidak mau kau mengganggunya!" potong Damian dengan nada tajam.

Mendengar itu Roland malah terkekeh, nampaknya ia salah mengartikan ucapan Damian. "Tenang saja, aku tidak akan mengganggunya saat bekerja," balasnya seraya menepuk salah satu bahu Damian sebelum membungkukkan tubuhnya agar sejajar dengan Delisa. "Bosmu pelit, aku minta langsung aja ke kamu ya?"

Meski tidak ada ekspresi yang berarti di wajah Damian, tapi tidak ada yang tahu jika di dalam saku celananya jemari pria itu mengepal.

Kali ini Delisa tidak lagi menoleh kearah Damian, ia membalas senyuman Roland dengan ramah. "Maaf sekali Pak, saya tidak bisa memberikan nomor saya tanpa seijin dari Pak Damian. Karena beliau yang menggaji saya, saya tidak mau kehilangan pekerjaan saya," tolaknya dengan sopan. Setelah di pikir-pikir baiknya memang ia tidak asal memberi nomor ke orang yang baru dikenal, bisa-bisa ia dinilai cewek gampangan.

"Tenang saja, kalau Damian sampai memecatmu kamu bisa bekerja untukku." Roland mengedipkan sebelah matanya.

Delisa meringis saat pria itu berhasil membuatnya kehabisan alasan untuk berkelit.

"Ini kartu namaku, hubungi aku kapanpun kamu mau."

Delisa tercenung ketika sebuah kartu nama di sodorkan Roland padanya.

"Ayolah, aku akan tersinggung jika kau tidak mau menerimanya." Roland tampak pantang menyerah. Bahkan ia sepenuhnya mengabaikan Damian.

Dengan ragu, Delisa mengambil kartu nama itu. Ia terlihat tidak percaya diri saat melakukannya. Tentu saja, sosok Roland yang berkarisma selayaknya Damian membuatnya segan sekalipun pria itu terus bersikap ramah.

"Terimakasih," ucap Roland. "Ah, aku suka wanita yang malu-malu."

Terdengar tarikan napas yang dihela kasar. "Sudah kenalannya? Kalau begitu ayo kita pulang!" Suara Damian meninggi sehingga Delisa terperanjat dibuatnya, apalagi ketika tangannya tiba-tiba di tarik oleh Damian.

"Santai bro santai, kita bahkan belum mengobrol banyak," cegah Roland seraya menahan bahu Damian.

Damian melirik tajam. "Delisa tidak sama dengan wanita-wanita yang kau kencani, jadi jangan berharap kau bisa mendekatinya seperti kau mendekati wanita-wanita itu!" Sekali hentak ia melepas cekalan Roland lalu menarik Delisa yang terdiam dan membawanya keluar. Ia tidak mengerti mengapa kata-kata ketus itu bisa keluar dari bibirnya mengingat selama ini hubungannya dengan Roland terjalin baik.

"Inikah yang kamu inginkan dengan menutupi status kita?" Damian menekan ucapannya begitu mereka berada di luar.

"Anda bicara apa sih? Kenapa Anda terlihat marah?" Delisa berusaha melepaskan diri saat Damian terus menyeretnya. "Dan tolong lepaskan, ini sakit!"

Damian mengentak genggamannya, memutar tubuh Delisa lalu mengurungnya diantara badan mobil dan dirinya.

"A-anda mau apa?" Aura Damian begitu mendominasi membuat Delisa merasa terancam.

Delisa (Naik Ranjang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang