Part 19

5.6K 448 33
                                    

Part 19

Suatu ketika, Delisa yang sedang tidak enak badan memutuskan pergi ke dokter lantaran masuk anginnya tak kunjung hilang. Ia menitipkan Caisy kepada Neni mengingat ia tidak mungkin membawa anak itu bersamanya. Disaat ia sedang mengantri obat tiba-tiba Neni meneleponnya, sebuah kabar yang tidak pernah terlintas di pikiran Delisa pun terdengar mengenai anak kesayangannya.

Beberapa menit sebelumnya, dengan langkah lemas Delisa keluar dari ruangan dokter. Tidak menyangka jika sakit yang dialaminya adalah pertanda dirinya hamil. Pantas saja mual dan muntahnya tak kunjung membaik dalam beberapa hari ini padahal ia sudah meminum jamu tolak angin sebagaimana biasanya jika ia terserang masuk angin. Sedang ia pun tidak dapat memprediksi kehamilannya lewat siklus bulanan yang memang selalu terlambat setiap bulannya. Ini juga pengalaman hamil pertamanya jadi ia benar-benar awam dalam hal ini, apalagi ia berpikir mustahil dirinya hamil jika hanya melakukan sekali.

Dasar bodoh!

Untung saja, ia segera memeriksakan diri ke dokter sebelum ia mengonsumsi banyak obat untuk menyembuhkan penyakitnya-yang mungkin dapat membahayakan kandungannya. Ia tidak akan memaafkan dirinya jika terjadi sesuatu dengan anak di kandungannya.

Dengan lelah, ia menyandarkan punggungnya di sebuah kursi tunggu pasien, matanya dengan nanar memandangi pasien-pasien lain yang tengah mengantri obat di sekitarnya. Hanya dirinya yang tidak ditemani anggota keluarga yang lain, tiba-tiba ia berpikir untuk menghubungi sang ibu. Ibunya pasti akan senang mengetahui kehamilannya. Tapi ketika ia mengingat ucapan sang ibu malam itu, hatinya kembali dilanda kepedihan.

"Anakmu memang bodoh! Jika dia tidak hamil juga, Damian mungkin akan segera menceraikannya!" ucap sang ibu malam itu.

Delisa yang saat itu sudah mencapai undakan teras seketika memelankan langkah kakinya. Sebutan 'anakmu' yang ibunya lontarkan adalah untuknya, sang ibu memang kerap menyebutnya demikian jika sedang berbincang dengan ayahnya-seakan ia bukan terlahir dari rahimnya.

"Apalagi banyak wanita yang ingin berada di posisinya saat ini! Bukan tidak mungkin Damian akan tertarik dengan wanita lain dan meninggalkannya! Delisa harusnya bersyukur dengan kehidupannya saat ini, ia harusnya mencari cara agar Damian tertarik padanya!"

"Urusan hati itu memang tidak bisa di paksakan Ratri, apalagi Lisa dan Damian ini sama-sama keras. Bersyukur saja Nak Damian mau menuruti permintaan Alisya dan tetap mempertahankan Delisa meski tidak mencintainya!" Itu suara ayahnya, sekalipun Ratri berbicara dengan nada tinggi tapi Bayu tidak pernah menyamai nada bicaranya dengan sang istri, ia selalu berbicara dengan pelan dan sabar. Sifatnya ini di turunkan kepada Alisya, sedangkan dirinya mewarisi sifat ibunya.

"Ya tapi bukan tidak mungkin Damian akan berubah pikiran lalu menceraikan Delisa jika Delisa tetap jual mahal seperti itu! Menikah itu kan yang di cari apa sih selain begituan dan keturunan?"

Delisa mengernyit sambil memasang telinganya dengan tajam, darimana ibunya tahu ia dan Damian belum berhubungan? Apakah Neni yang sudah membocorkannya mengingat rasanya Damian tidak mungkin melakukannya.

"Itu benar Bu, tapi kembali lagi kepada keduanya, karena kita sebagai orang tua hanya bisa memberi masukan selebihnya tetap mereka yang menjalankan!"

"Iya tapi kelamaan! Ini sudah satu tahun lebih loh, masa nggak ada perubahan juga! Paling tidak Delisa harus memberikan pelayanannya kepada Damian agar Damian tidak mencari kepuasan di tempat lain!"

"Sabar saja, lagipula sepertinya nak Damian juga bukan pria seperti itu!"

"Tapi kan Yah, siapa yang akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Damian itu sudah lama tidak di beri jatah oleh Alisya, lalu sekarang di tambah dengan Delisa. Coba pikir, emangnya ada pria yang bisa tahan nggak begituan selama itu?"

Delisa (Naik Ranjang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang